Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Islam begitu paripurna, syariat yang terkandung di dalamnya mengatur semua aspek kehidupan manusia. Tak satupun yang tidak diatur oleh Islam. Termasuk dalam mencari rizki, seorang muslim diarahkan agar mencarinya dengan jalan yang halal dan diberkahi. Terkait dengan rizki ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
عن أبي هريرة –رضي الله عنه – قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا ،وان الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين ..فقال تعالى ” يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا… ” المؤمنون /51… وقال الله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُم …” البقرة/172 … ثم ذكر رجل يطيل السفر أشعث اغبر يمد يده إلى السماء يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسة حرام وغذي بالحرام فإنى يستجاب له
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anh, ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah, “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul, maka Allah telah berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih.’ Dan Dia berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu.’ Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, “Wahai Tuhan, wahai Tuhan,” sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan doanya.” [Muslim no. 1015]
Penjelasan hadits
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Kata “thayyib (baik)” berkenaan dengan sifat Allah. Maksudnya ialah bersih dari segala kekurangan. Hadits ini merupakan salah satu dasar dan landasan pembinaan hukum Islam. Hadits ini berisi anjuran membelanjakan sebagian dari harta yang halal dan melarang membelanjakan harta yang haram. Makanan, minuman, pakaian dan sebagainya hendaknya benar-benar yang halal tanpa bercampur yang syubhat.
Orang yang ingin memohon kepada Allah hendaklah memperhatikan persyaratan yang tersebut pada Hadits ini. Hadits ini juga menyatakan bahwa seseorang yang membelanjakan hartanya dalam kebaikan berarti ia telah membersihkan dan menumbuhkan hartanya. Makanan yang enak tetapi tidak halal menjadi malapetaka bagi yang memakannya dan Allah tidak akan menerima amal kebajikannya.
Sekali lagi, hadits ini menunjukkan kepada setiap muslim, bahwa kunci terkabulnya sebuah doa adalah dengan benar-benar memperhatikan apa yang masuk ke dalam perut. Artinya, setiap asupan makanan yang masuk ke dalam perut sangat menentukan terkabulnya doa seseorang. Apakah makanan itu halal atau haram.
Kalimat “kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu”, maksudnya ialah menempuh perjalanan jauh untuk melaksanakan kebaikan seperti haji, jihad, dan perbuatan baik lainnya. Amal kebajikan tersebut tidak akan diterima oleh Allah bila yang bersangkutan makan, minum dan berpakaian dari hasil yang haram.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Lalu bagaimana pula nasib orang-orang yang berbuat dosa di dunia atau berlaku zhalim kepada orang lain atau mengabaikan ibadah dan amal kebajikan? Ini sejatinya menjadi renungan mendalam bagi para pelaku kezaliman, kemaksiatan yang hari-harinya selalu menjauhi rahmat dan kasih sayang Allah.
Kalimat “menengadahkan kedua tangannya” maksudnya berdoa kepada Allah memohon sesuatu, namun dia tetap berbuat dosa dan melanggar aturan agama. Maka percuma saja doa-doanya pasti akan tertolak sebab makanannya dari sesuatu yang haram.
Kalimat “makanannya haram…, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan doanya”, maksudnya bagaimana orang yang perbuatannya semacam itu akan dikabulkan doanya, karena dia bukanlah orang yang layak dikabulkan doanya. Namun, walaupun demikian, boleh saja Allah mengabulkannya sebagai tanda kemurahan, kasih sayang dan pemberian karunia.
Semoga Allah Ta’ala selalu membimbing setiap langkah kita menuju kebaikan dunia akhirat, wallaahua’lam.(A/RS3/P1)
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
(Sumber: Hadits Arbain An-Nawawi. Penerbit: Darul Haq)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Baca Juga: Malu Kepada Allah