Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hagia Sophia: Dari Gereja, Masjid, hingga Museum yang Penuh Sejarah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 22 detik yang lalu

22 detik yang lalu

0 Views

Hagia Sophia, indah dan penuh sejarah (foto: ig)

HAGIA SOPHIA adalah saksi bisu perjalanan panjang sejarah peradaban manusia, khususnya di kawasan Istanbul, Turki. Bangunan megah yang kini menjadi daya tarik wisata dunia ini telah melalui berbagai fase perubahan, dari gereja pada era Kekaisaran Bizantium, menjadi masjid di bawah Kekaisaran Ottoman, kemudian diubah menjadi museum, hingga akhirnya kembali difungsikan sebagai masjid. Setiap periode meninggalkan jejak yang kaya akan makna, mencerminkan dinamika politik, sosial, dan spiritual yang mengelilinginya.

Dibangun pada tahun 537 M oleh Kaisar Justinianus I dari Kekaisaran Bizantium, Hagia Sophia pada awalnya berdiri sebagai gereja katedral terbesar di dunia Kristen Ortodoks. Namanya sendiri berarti “Kebijaksanaan Suci” (Holy Wisdom), mencerminkan konsep keagamaan yang dalam. Arsitekturnya yang luar biasa, dengan kubah besar yang tampak melayang, menjadi tonggak inovasi dalam desain bangunan ibadah pada masanya. Selama hampir 900 tahun, Hagia Sophia berfungsi sebagai pusat keagamaan utama Kekaisaran Bizantium.

Namun, perjalanan Hagia Sophia berubah drastis ketika Kesultanan Utsmaniyah, di bawah pimpinan Sultan Mehmed II, menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Setelah kemenangan tersebut, Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid sebagai simbol kejayaan Islam. Sejumlah perubahan pun dilakukan, seperti penambahan mihrab, mimbar, serta empat menara yang menjadi ciri khas masjid Utsmani. Mosaik-mosaik Kristen yang sebelumnya menghiasi dinding sebagian besar ditutupi, dan kaligrafi Islami yang menampilkan nama Allah, Nabi Muhammad, serta para sahabatnya, menghiasi bagian dalamnya.

Selama hampir 500 tahun, Hagia Sophia berfungsi sebagai masjid utama di Istanbul, menjadi pusat kegiatan keagamaan sekaligus simbol peradaban Islam yang gemilang. Namun, pada tahun 1935, Mustafa Kemal Atatürk, pendiri Republik Turki modern, mengambil keputusan kontroversial dengan mengubah Hagia Sophia menjadi museum. Langkah ini diambil dalam semangat sekularisme dan modernisasi, agar bangunan tersebut dapat menjadi warisan budaya yang bisa dinikmati oleh semua orang, tanpa dibatasi oleh perbedaan agama dan keyakinan.

Baca Juga: Raja Ampat: Surga Bawah Laut yang Wajib Dikunjungi di Indonesia

Selama hampir satu abad berstatus sebagai museum, Hagia Sophia menjadi daya tarik utama bagi wisatawan dari berbagai belahan dunia. Para pengunjung dapat melihat percampuran arsitektur Kristen dan Islam yang begitu harmonis, menjadi bukti nyata bagaimana sebuah bangunan dapat menyimpan berbagai lapisan sejarah dalam setiap sudutnya. Mosaik-mosaik Bizantium yang sempat tersembunyi kembali diperlihatkan, bersanding dengan ornamen Islami yang tetap dipertahankan.

Namun, perjalanan sejarah Hagia Sophia belum berhenti. Pada tahun 2020, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengumumkan keputusan untuk mengembalikan status Hagia Sophia menjadi masjid. Keputusan ini didasarkan pada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa perubahan status Hagia Sophia menjadi museum pada tahun 1935 tidak sah secara hukum. Sejak saat itu, Hagia Sophia kembali digunakan sebagai tempat ibadah umat Islam, meskipun tetap terbuka bagi wisatawan yang ingin mengagumi keindahan dan sejarahnya.

Keputusan ini menimbulkan berbagai reaksi, baik di dalam maupun luar negeri. Sebagian besar umat Islam menyambutnya dengan gembira sebagai bentuk pengembalian identitas sejarah Hagia Sophia. Namun, beberapa pihak, terutama dari dunia Barat dan komunitas Kristen Ortodoks, mengungkapkan kekhawatiran bahwa langkah ini dapat memperburuk ketegangan antaragama. Meski demikian, pemerintah Turki menegaskan bahwa Hagia Sophia tetap menjadi warisan budaya dunia dan akan terus terbuka bagi semua orang yang ingin mengunjunginya.

Dalam perspektif sejarah, perubahan fungsi Hagia Sophia mencerminkan dinamika kekuasaan dan nilai-nilai yang berkembang di setiap zamannya. Pada era Bizantium, bangunan ini menjadi simbol kejayaan Kristen Ortodoks. Di masa Ottoman, ia menjadi pusat keislaman yang megah. Pada abad ke-20, sebagai museum, ia menjadi jembatan antara dua peradaban besar. Dan kini, kembali sebagai masjid, Hagia Sophia tetap berdiri sebagai simbol ketahanan budaya dan spiritual yang melintasi zaman.

Baca Juga: Taktik Baru Hamas Jika Pasukan Israel Lakukan Serangan Darat ke Gaza

Selain nilai historisnya, arsitektur Hagia Sophia juga menjadi daya tarik tersendiri. Kubah raksasanya yang berdiameter sekitar 31 meter dan berada di ketinggian lebih dari 55 meter dari lantai, menunjukkan pencapaian luar biasa dalam bidang teknik bangunan. Sistem penyangganya yang rumit membuat bangunan ini mampu bertahan dari berbagai gempa bumi yang sering melanda Istanbul. Ornamen-ornamen indah, baik yang berasal dari era Bizantium maupun Ottoman, menjadi bukti keindahan seni yang melampaui perbedaan budaya dan agama.

Hagia Sophia juga menjadi inspirasi bagi banyak bangunan lain di dunia. Arsitektur masjid-masjid Ottoman, termasuk Masjid Sultan Ahmed (Masjid Biru) di Istanbul, banyak mengambil elemen dari desain Hagia Sophia. Bahkan, pengaruhnya juga terlihat dalam desain katedral-katedral besar di Eropa. Hal ini menunjukkan bagaimana bangunan ini menjadi titik temu antara dua peradaban besar yang saling berinteraksi sepanjang sejarah.

Bagi masyarakat Turki, Hagia Sophia bukan sekadar bangunan bersejarah, tetapi juga simbol identitas nasional. Perjalanan panjangnya mencerminkan bagaimana bangsa ini berkembang dari era Bizantium, melewati kejayaan Ottoman, hingga menjadi republik modern. Statusnya sebagai masjid di era sekarang juga menjadi bagian dari kebangkitan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan masyarakat Turki kontemporer.

Meskipun telah melalui berbagai perubahan fungsi, satu hal yang tetap bertahan adalah daya tarik dan pesona Hagia Sophia yang tidak pudar oleh zaman. Setiap pengunjung yang melangkahkan kaki di dalamnya akan merasakan aura sejarah yang begitu kuat, seakan-akan menyaksikan perjalanan berabad-abad dalam satu tempat. Kombinasi arsitektur, seni, dan spiritualitas yang melekat dalam setiap sudutnya menjadikan Hagia Sophia sebagai salah satu keajaiban dunia yang tiada duanya.

Baca Juga: Danau Baikal: Rahasia Danau Tertua dan Terdalam di Dunia

Sebagai bagian dari warisan dunia UNESCO, Hagia Sophia terus menjadi simbol harmoni antara peradaban. Baik sebagai gereja, masjid, atau museum, bangunan ini tetap memancarkan keindahan dan kebijaksanaan yang mampu menyatukan umat manusia, terlepas dari perbedaan kepercayaan dan budaya. Perjalanan panjangnya mengajarkan bahwa sejarah selalu dinamis, dan setiap perubahan membawa makna yang lebih dalam bagi mereka yang mau merenungkan kebesaran peradaban.

Hagia Sophia akan terus berdiri megah di jantung Istanbul, menjadi saksi bisu pergantian zaman, perubahan kekuasaan, serta interaksi antara agama dan budaya. Keberadaannya bukan hanya sebagai bangunan, tetapi juga sebagai cerminan dari perjalanan umat manusia dalam mencari makna spiritual dan identitasnya di tengah arus sejarah.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Pulau Weh: Spot Diving Kelas Dunia di Ujung Barat Indonesia

Rekomendasi untuk Anda

Feature
Kolom
Kolom
Kolom