Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haji dan Jihad Perempuan

Farah Salsabila Editor : Arif R - Selasa, 22 April 2025 - 20:44 WIB

Selasa, 22 April 2025 - 20:44 WIB

16 Views ㅤ

Ilustrasi Ibadah Haji

“Apakah kami, para perempuan, bisa ikut berjihad seperti laki-laki? Apakah kami punya peluang untuk mendapatkan pahala syahid dan surga Firdaus sebagaimana para mujahid?”

Pertanyaan ini bukan hanya milik perempuan masa kini. Di masa Rasulullah SAW, pertanyaan serupa pernah diutarakan oleh Ummul Mukminin Aisyah RA. Ia ingin ikut berjuang di medan perang. Namun, jawaban Rasulullah SAW menjadi jawaban yang sangat mendalam:

“جِهَادُكُنَّ الْحَجُّ”

“Jihad kalian (wahai perempuan) adalah ibadah haji.” (HR. Bukhari)

Baca Juga: 15 Keuntungan Muslimah yang Menghafal Al-Qur’an

Satu kalimat yang tak hanya menenangkan, tetapi juga memberikan perspektif baru: bahwa jihad tidak selalu berarti angkat senjata, dan bahwa surga bisa dicapai dengan bentuk perjuangan yang berbeda namun tak kalah mulia.

Sejarah Islam mencatat bahwa ada sejumlah perempuan yang turut berkontribusi di kancah peperangan. Mereka bukan hanya pengantar air atau penjaga perbekalan. Sebagian dari mereka menjadi perawat, pengangkut korban luka, bahkan ikut melindungi barisan pejuang.

Sosok legendaris seperti Rufaidah al-Aslamiyah, dikenal sebagai perawat pertama dalam Islam. Ia membangun tenda-tenda medis untuk merawat para pejuang, sebuah kontribusi besar yang mengokohkan posisi perempuan dalam sejarah jihad Islam. Imam al-Bukhari bahkan menuliskan sejumlah bab dalam Kitab al-Jihad yang secara eksplisit membahas peran perempuan dalam peperangan, menunjukkan bahwa keterlibatan itu tidak sekadar pengecualian, tetapi bagian dari sejarah.

Namun Islam tidak mewajibkan perempuan untuk berjihad di medan perang. Rasulullah SAW, dalam hadis riwayat Bukhari, memberikan alternatif amal terbaik bagi perempuan: ibadah haji.

Baca Juga: 7 Tips Mengatur Keuangan untuk Muslimah Mandiri

Apa maknanya? Mengapa haji disebut jihad?

Haji bukan sekadar perjalanan spiritual. Ia adalah rangkaian pengorbanan. Ia memerlukan harta, kekuatan fisik, ketabahan mental, kesabaran jiwa, dan ketaatan mutlak. Seluruh aktivitas haji, mulai dari thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, hingga melempar jumrah adalah simbol-simbol perjuangan dan penyerahan diri total kepada Allah SWT.

Dalam sebuah hadis lain, Rasulullah menyebut bahwa amal terbaik setelah iman adalah jihad, dan setelah jihad adalah haji mabrur (HR. Bukhari). Artinya, ada benang merah antara jihad dan haji, dan keduanya adalah jalan utama menuju surga.

Namun realita di zaman ini menunjukkan bahwa menunaikan haji bukan perkara yang mudah. Antrean keberangkatan haji di berbagai negara, termasuk Indonesia, sangat panjang bisa mencapai 20 hingga 40 tahun. Belum lagi soal biaya yang terus meningkat setiap tahunnya, menjadikan ibadah ini sebagai bentuk jihad yang sangat aktual: jihad ekonomi, jihad kesabaran, dan jihad perencanaan hidup.

Baca Juga: Keutamaan Sedekah bagi Muslimah

Fenomena ini menjadi pengingat bagi kaum muslimah bahwa haji bukan sekadar cita-cita, tetapi perlu perencanaan yang matang dan komitmen yang kuat. Tidak tepat jika seseorang berkata, “Nanti kalau sudah cukup,” atau “Kalau ada rezeki.” Sebab dalam kenyataannya, rezeki harus diikhtiarkan, dan kesiapan harus dirancang sejak dini.

Maka jihad seorang perempuan zaman ini bisa bermula dari membuka tabungan haji, mengedukasi diri tentang manasik sejak muda, menjaga niat dan semangat spiritual, hingga berdoa secara konsisten agar Allah memberikan kemudahan untuk memenuhi panggilan-Nya.

Dalam QS. Al-Hujurat ayat 15, Allah SWT menyebutkan:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُوْلَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

Baca Juga: Cara Muslimah Menghadapi Ujian Hidup dengan Sabar

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa jihad di sini mencakup seluruh pengorbanan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Maka jihad bisa berbentuk ilmu, dakwah, pendidikan, perjuangan moral, hingga pengorbanan dalam kehidupan rumah tangga.

Dengan perspektif ini, ibadah haji adalah jihad spiritual, fisik, dan finansial yang menuntut kesiapan total. Maka tidak berlebihan jika Rasulullah SAW menyebutnya sebagai jihadnya kaum perempuan.

Setiap perempuan yang berjuang dalam ranahnya, baik sebagai ibu rumah tangga yang mendidik generasi, sebagai akademisi yang mencerdaskan umat, sebagai profesional yang menjaga integritas, atau sebagai peziarah yang menunaikan haji dengan keikhlasan, semua itu adalah wujud jihad yang diperhitungkan Allah SWT.

Baca Juga: Kepedulian Shahabiyah Nabi terhadap Baitul Maqdis

Ibadah haji bukan sekadar rukun Islam kelima dan ritual ibadah biasa. Ia adalah ladang jihad yang paling nyata bagi kaum perempuan. Maka persiapkan mulai sekarang: niatkan, ikhtiarkan, dan doakan. Jangan tunggu “cukup”, karena cukup itu bukan soal angka, melainkan soal kesungguhan. Maka, bagi setiap perempuan yang mendambakan surga dan keridhaan Allah, persiapkanlah diri untuk menunaikan jihadmu: haji yang mabrur.

Rekomendasi untuk Anda