Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haji untuk Palestina

Redaksi Editor : Arif R - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

1 Views

Jamaah Haji Palestina

JUTAAN umat Islam dari berbagai penjuru dunia kembali memenuhi Tanah Suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Ibadah ini adalah puncak spiritualitas dalam Islam, manifestasi dari ketundukan total kepada Allah SWT. Namun, di balik gemuruh takbir dan lantunan talbiyah itu, ada satu luka besar yang masih menganga dalam tubuh umat Islam: Palestina, khususnya Gaza, yang tengah menghadapi genosida sistematis di bawah kekuasaan Zionis Israel.

Dalam momen penuh kesucian ini, umat Islam tak boleh membiarkan haji menjadi sekadar ritual individual. Ibadah haji harus dilihat sebagai sumber daya moral dan spiritual yang luar biasa untuk mengonsolidasikan solidaritas dan perjuangan umat Islam global—terutama dalam membela Palestina dari penjajahan dan kebiadaban yang terus berlangsung.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 27:

 “Dan serukanlah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”

Baca Juga: Teladan Nabi Ibrahim dalam Cahaya Idul Adha

Ayat ini menyiratkan bahwa haji bukan ibadah elit. Ia adalah seruan untuk semua, tanpa memandang bangsa, warna kulit, status sosial, atau mazhab. Semua yang hadir di Tanah Suci adalah umat yang satu, mengenakan pakaian ihram yang sama, menanggalkan segala atribut duniawi, dan menghadap kiblat yang satu, simbol paling nyata dari tauhid dan kesetaraan.

Namun, apakah kita cukup hanya hadir secara fisik di Arafah, Muzdalifah, atau Mina tanpa menghadirkan kesadaran sosial dan moral terhadap penderitaan saudara seiman?

Palestina: Ujian Moral Bagi Dunia Islam

Tragedi yang menimpa Gaza bukan sekadar konflik politik. Ia adalah pembantaian kemanusiaanyang disaksikan dunia tanpa mampu mencegah. Rumah sakit dihancurkan, sekolah dibom, anak-anak dibunuh, dan penduduk sipil diburu seperti hewan. Lebih dari 35.000 nyawa telah hilang sejak Oktober 2023, dan dunia internasional masih terjebak dalam permainan diplomasi yang mandul.

Baca Juga: Ketika Orang-orang Bodoh Syariat Bercanda Tentang Neraka

PBB dan lembaga-lembaga internasional hanya bisa mengutuk tanpa daya. Seruan mereka seperti angin lalu bagi mesin perang Zionis yang terus menggilas kehidupan. Dalam situasi seperti ini, dunia Islam tidak bisa sekadar berdoa dan berempati. Kita harus bertanya dengan jujur: Di mana kekuatan umat Islam yang berkumpul di Tanah Suci setiap tahun ini?

Sejarah mencatat, haji pernah menjadi pangkal pergerakan umat Islam. Pada masa kolonial, jamaah haji dari Nusantara berinteraksi dengan pejuang Muslim dari wilayah lain, bertukar ide, membangun jaringan, bahkan menularkan semangat kemerdekaan kepada bangsanya saat kembali.

Pemikir Muslim kontemporer seperti Dr. Ali Shariati menyebut haji sebagai revolusi spiritual dan sosial. Ia bukan hanya membebaskan individu dari dosa, tetapi juga menggerakkan umat menuju keadilan dan pembebasan dari tirani. Maka, menjadikan haji sebagai titik awal dukungan global terhadap Palestina bukanlah tindakan menyimpang, melainkan pengaktifan kembali fungsi profetik ibadah.

Asal-usul ibadah haji adalah kisah agung keluarga Nabi Ibrahim Alaihi Salam, sebuah keluarga yang memilih ketaatan total kepada Allah dan keberanian menghadapi kekuasaan lalim. Ibrahim melawan penguasa otoriter Namrud, Hajar berjuang dalam keheningan di padang tandus, dan Ismail rela menjadi kurban demi perintah Tuhan.

Baca Juga: 58 Tahun Hari Naksah Palestina, Perlawanan Tak Pernah Padam

Gaza hari ini adalah Ismail zaman kita, dan Zionisme adalah wujud modern dari Namrud. Maka, menjadi keturunan spiritual Ibrahim menuntut kita untuk berani bersikap, berdiri, dan berjuangbersama rakyat Palestina, bukan hanya dengan air mata dan unggahan media sosial, tapi dengan gerakan kolektif yang terorganisir.

Pemerintah Arab Saudi melarang politisasi haji, termasuk larangan membawa atribut atau simbol-simbol solidaritas terhadap Palestina. Namun, perjuangan tidak selalu butuh simbol. Dalam ruang-ruang diskusi kecil, pertemuan informal antarjamaah, dan komunikasi lintas negara, semangat konspirasi kebaikan dapat dibangun. Kesadaran kolektif itu bisa diteruskan setelah kembali ke negara masing-masing—melalui khutbah, media, kebijakan, dan mobilisasi komunitas.

Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam menjadikan Haji Wada’sebagai momen deklarasi nilai-nilai kemanusiaan universal: penghapusan rasisme, perlindungan terhadap perempuan, hak atas harta dan nyawa, serta prinsip keadilan. Maka, mewarisi semangat Nabi di Tanah Suci berarti membawa pesan keadilan dan pembelaan terhadap yang tertindas.

Untuk para jamaah haji yang kini sedang berada di Tanah Suci, momentum ini terlalu suci untuk dilewatkan sebagai sekadar ritual individual. Ibadah ini harus menjadi titik balik perubahan. Setelah haji, jangan hanya membawa pulang air zamzam dan kurma, tapi bawa juga semangat perjuangan dan pembelaan terhadap Palestina.

Baca Juga: Siapa Putra Nabi Ibrahim yang Disembelih?

Gunakan mimbar masjid untuk menyuarakan penderitaan rakyat Gaza, edukasi masyarakat dengan narasi sejarah dan kebenaran yang kini ditutup media arus utama, bangun jaringan solidaritas internasional: antara ulama, akademisi, pemuda, dan aktivis.

Ibadah haji adalah perintah Allah. Tapi Allah juga memerintahkan kita untuk membela yang lemah:

 “Dan apa sebabnya kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, perempuan dan anak-anak yang berdoa: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya…” (QS. An-Nisa: 75)

Hari ini, doa-doa itu keluar dari mulut anak-anak Gaza. Dan jawabannya ada pada umat Islam seluruh dunia, terutama mereka yang sedang berada di titik spiritual tertinggi: Tanah Haram.

Baca Juga: Keutamaan Puasa Arafah Dapat Menghapus Dosa Dua Tahun

Mari jadikan haji bukan hanya jalan ke surga, tapi juga jalan untuk membebaskan bumi dari kezaliman. Saat kita bertalbiyah, ingatlah bahwa kebebasan Palestina juga bagian dari panggilan “Labbaikallahumma Labbaik”. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Hikmah Wukuf di Arafah, Semua Sama Yang Membedakan Hanyalah Takwa

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Internasional
Indonesia
Indonesia
Internasional