Oleh: Shamsi Ali/Presiden Nusantara Foundation
Setelah melakukan Tawaf secara sempurna, jika itu Tawaf haji atau umrah, maka sudah pasti akan diikuti oleh rukun haji selanjutnya. Yaitu melakukan sa’i antara Sofà dan Marwa.
Sa’i berasal dari kata “sa’aa-yas’aa-sa’yun” yang bermakna usaha keras. Kata ini sangat erat relevansinya dengan sejarah Ibunda nabi Ismail AS, Hajar, untuk menemukan air demi menyelamatkan hidupnya dan anaknya ketika itu.
Setelah beliau ditinggal oleh Ibrahim AS di lembah yang tiada tumbuh-tumbuhan itu, Hajar harus hidup mandiri. Perbekalan seadanya yang dibawa dari Jerusalem dalam perjalanan menuju Mekah itu semakin meminim. Hingga suatu hari perbekalan itupun habis.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Tentu saja Hajar panik. Beliau menengok kiri kanan dan yang nampak hanya gunung bebatuan. Beliau berlari ke salah satu bukit terdekat karena nampak di mata beliau seperti ada air yang mengalir. Bukti itulah yang dikenal “as-Shofa”. Ternyata air itu hanya bentuk fatamorgana.
Beliau membalik wajah ke arah ujung di seberang sana. Nampak juga seperti ada air yang mengalir. Beliaupun berjalan ke arah itu (al-Marwa). Sesampainya di ujung bukit seberang itu Ternyata air juga tidak ada. Yang Nampak hanya fatamorgana.
Demikian beliau mengelilingi kedua ujung bukit As-Shofa dan Al-Marwa sebanyak 7 kali. Tiba-tiba saja beliau dikagetkan oleh tangisan bayinya Ismail.
Hajar AS segera berlari ke arah anaknya itu. Dan di luar dugaannya beliau menemukan air mengalir keluar dari bawah telapak kaki sang bayi, Ismail. Saking gembiranya beliau mengumpulkan atau menampung air itu secara bergumam “zumi, zumi”. Belakangan di tempat keluarnya air itu terwujud sebuah sumur yang dikenal sumur ”zamzam”.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Itulah selintas latar belakang historis dari sa’i yang hingga kini menjadi sebuah ritual baku dalam Islam. Sebuah praktek yang sekaligus membuktikan jika Islam bukan inovasi baru, bukan ciptaan Muhammad SAW.
Sa’i dimulai dari arah bukit Sofa. Angkat tangan ke arah Ka’bah dan ucapkan: ”Bismillah Allahu Akbar”. Lalu membaca ayat: ”innasshofa walmarwata min sya’arillah. Faman hajjal awi’tamara falaa junaaha alaihi an yatthowafa bihima. Waman tathowwa’a khaeran fahuwa Khaerun lahu. Innallaha syaakirun aliim”.
Mulailah berjalan hingga di antara dua lampu hijau di dinding. Pada batas ini pria yang sa’i (wanita tidak) disunnahkan ”harwalah” atau lari-lari kecil sambil membaca: ”Laa ilaaha illallahu shodaqa wa’dahu, wanashora abdahu, wa aazza jundahu, wa hazamal ahzaaba wahdahu”.
Setelah selesai lampu hijau kembali berjalan normal hingga menaiki bukit Marwa seraya kembali membaca ayat yang dibaca di Sofa (innasshofa.min sya’arillah…dst..). Lalu berbalik ke arah Sofa seraya angkat tangan ke arah Ka’bah sambil membaca seperti di away di bukit Sofa (Bismillah Allahu Akbar).
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Demikian dilakukan hingga tujuh putaran yang nantinya akan berakhir di Marwa.
Satu hal yang meringankan para jamaah yang sa’i bahwasanya wudhu tidak disyaratkan. Walaupun para ulama kita menganjurkan untuk melakuian sa’i dalam keadaan suci (wudhu).
Hal lain yang perlu dicatat bahwa sa’i itu hanya bagian dari haji atau umrah. Jadi tidak ada yang disebut sa’i sunnah. (bersambung)…..
Madinah: 3 Agusus 2019
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
* Presiden Nusantara Foundation & Pembimbing Haji Nusantara USA.
(A/R07/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Foto: Jamaah Haji Nusantara USA bersiap terbang menuju Tanah Suci.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat