Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hamas Bukan Buatan Israel dan Bukan Syi’ah, Meluruskan Tuduhan Riyadh Bajrey

Ali Farkhan Tsani - Kamis, 7 Desember 2023 - 05:42 WIB

Kamis, 7 Desember 2023 - 05:42 WIB

29 Views

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Duta Al-Quds Internasional dan Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency).

Beredar cukup viral, sebuah podcas yang berisi ceramah Ustadz Riyadh bin Badr Bajrey (RB), yang isinya antara lain menarasikan bahwa gerakan perjuangan Palestina, Hamas, disebut sebagai Syi’ah Rafidhah dan buatan Israel.

Dalam video berdurasi 19 Menit 31 Detik dengan Judul: “Full Sesi Tanya Jawab Bersama Ustadz Riyadh Bin Badr Bajrey Hafidzahullah” yang di rekam oleh Havayu TV dan kemudian di upload ulang oleh Channel Youtube “Salafi Mengaji’ pada 21 Juli 2022, menuai banyak komentar, terutama hujatan. Video itu dimuat ulang lagi di Tribun Sunah, 24 November 2023, dengan judul “Kenali Musuhmu”.

Penulis terusik untuk ikut memberikan beberapa argumentasi menyanggah “pandangan miring” tersebut.

Baca Juga: Pertemuan Kwartet di Roma Bahas Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Pertama, RB menuduh pemimpin Hamas buatan Israel.

Referensi RB atas tuduhan itu berdasarkan tulisan Mehdi Raza Hasan, wartawan Inggris keturunan India, yang menjadi pembawa acara Podcast Dekonstruksi di jurnal investigasi “The Intercept”.

Dengan hanya melandaskan pendapatnya pada seorang wartawan Inggris, tanpa mengkonfirmasi langsung ke para petinggi Hamas, simpulan itu tentu tidak valid, apalagi untuk masalah krusial seperti itu.

Secara legal formal, untuk mengetahui Hamas, tentu yang paling valid adalah dengan menyimak piagam pendirian Hamas dan tujuannya.

Baca Juga: Israel Serang Lebanon Selatan dengan Bom Fosfor Putih Terlarang

Hamas singkatan dari Harakah al-Muqawamah al-Islamiyyah, yang berarti Gerakan Perlawanan Islam, adalah organisasi perjuangan Palestina yang berdiri pada tahun 1987. Hamas merupakan organisasi Islam Sunni dan nasionalis. Demikian menurut legal formal pendirian Hamas.

Pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin, menyatakan tujuan organisasi ini adalah membebaskan Palestina dari pendudukan Israel.

Pada Jurnal CMES Volume VIII Nomor 1 Edisi Januari – Juni 2015, yang diterbitkan oleh Program Studi Sastra Arab FIB UNS Surakarta, disebutkan, lahirnya Hamas merupakan hasil pengembangan dari perjuangan Ikhwanul Muslimin (IM) yang berpusat di Mesir.

IM adalah organisasi gerakan Islam yang diprakarsai oleh ulama kharismatik,  Sheikh Hasan al-Banna, di kota Ismailiyah, Mesir, pada bulan April 1928. IM lahir saat dunia Islam terpuruk pasca Perang Dunia I (1914-1918). Runtuhnya Kesultanan Ustmaniyah (1924) mengakibatkan negeri-negeri Islam dijajah bangsa Eropa.

Baca Juga: Rudal Anti-Tank Tewaskan Tentara Israel di Rafah

Di sisi lain, terabaikannya Islam, tercerai-berainya umat, kejumudan berfikir, dan merajalelanya khurafat, takhayul, taqlid buta di kalangan mayoritas Muslim, semakin memundurkan kejayaan Islam.

Situasi dan kondisi tersebut  mendorong kuat Hasan al-Banna menyerukan kepada umat untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang secara organisasi digerakkan melalui IM.

Ideologi dan semangat perjuangan IM kemudian tersebar ke Palestina. Sheikh Ahmad Yassin, pada tanggal 14 Desember 1987 menyerukan kepada seluruh rakyat Palestina bangun bersatu melawan pendudukan militer Israel, ruh dari IM.

Hari tersebut dikenal sebagai hari lahir Hamas di Palestina, walaupun pada hari itu, nama Hamas belum dicantumkan secara resmi, dan baru diperkenalkan secara resmi pada bulan Januari 1988 dalam selebaran yang dibagikan kepada rakyat Palestina.

Baca Juga: Brigade Al-Qassam: Helikopter Israel Kena Tembak Rudal SAM 7

Terbentuknya Hamas di Palestina, didukung situasi kala itu,  ketika perjuangan diplomasi organisasi-organisasi perlawanan Palestina yang telah ada, seperti Palestine Liberation Organization (PLO) yang dimotori Faksi Fatah, pimpinan Yasser Arafat yang lebih menggunakan cara diplomasi dengan pendudukan Israel. Cara Fatah ini dipandang Hamas hanya merugikan rakyat Palestina dan semakin memperkuat posisi Israel.

Hamas melalui sayap militer Izzuddin Al-Qassam, sudah terbukti beberapa kali melakukan aksi konfrontasi bersenjata melawan penjajahan Zionis Israel. Termasuk perlawanan terkini menghadapi pendudukan Israel, sejak 7 Oktober 2023 lalu.

RB menambahkan tuduhannya dengan kalimat yang menghujat para petinggi Hamas, dengan nada, “Ismail Haniyah menyerukan jihad dan rakyatnya menjadi korban, sedangkan dia berada di hotel bintang lima di Qatar.

Kalimat ini pun cenderung bernada ujaran kebencian yang dapat membuat keonaran, terutama di kalangan para simpatisan dan pendukung Hamas yang sangat banyak jumlahnya di Indonesia.

Baca Juga: Israel Perpanjang Penutupan Media Al-Jazeera di Palestina

Justru yang ada adalah seluruh rakyat dan pejuang Hamas maupun pejuang dari faksi lainnya bahu-membahu, saling menguatkan, saling melindungi dalam menghadapi pendudukan Israel.

Dalam perjuangan panjang kemerdekaan Palestina, tentu memerlukan biaya operasional, peralatan, logistik dan keperluan terkait lainnya. Itu semua dicari melalui para donatur, dermawan dari mancanegara yang dijembatani oleh gerakan Hamas yang berada di luar negeri.

Mana ada negara yang berani mempersilakan Hamas membuka kantornya? Mereka takut dicap teroris, mengingat Hamas sudah dicap teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa. Tidak ada yang berani kecuali Qatar.

Adalah negara Qatar yang bersedia menyiapkan tempatnya untuk kantor Hamas di Doha. Harusnya kita patut berterima kasih kepada Qatar yang menyediakan tempat “mewahnya” untuk Hamas. Dan perlu diketahui juga para pejuang Hamas sudah terbiasa hidup di terowongan bawah tanah dan di jalanan.

Baca Juga: Australia, Selandia Baru, dan Kanada Desak Gencatan Senjata di Gaza

Adapun difasilitasi dengan tempat yang layak oleh Qatar dan diberi perlindungan keamanan, tentu itu menujukkan dukungan luar biasa Qatar terhadap perjuangan Palestina.

Lalu, logika macam mana yang menyimpulkan Hamas buatan Israel? kalau hanya berdasar komentar dan pernyataan dari orang AS, Inggris dan Israel sendiri, sepertinya kesimpulan itu terlalu ceroboh.

Penulis melihat, kesimpulan Hamas buatan Israel merupakan pendapat yang lemah dasar dan pijakannya, cenderung fitnah dan melemahkan perjuangan kemerdekaan Palestina.

Kedua, RB menuduh pemimpin Hamas berhaluan Syi’ah Rafidhah.

Baca Juga: Sebanyak 35.000 Warga Palestina Shalat Jumat di Masjid Al Aqsa

Di antara alasannya adalah karena petinggi Hamas bertemu petinggi Iran, dan beberapa potongan pernyataan petinggi Hamas yang mengarah ke Syi’ah.

RB juga menggambarkan kalau seekor burung berkumpul dengan sekumpulan burung, maka ia termasuk komunitas burung tersebut.

Inipun kesimpulan yang terlalu dangkal, termasuk jika ditambah sekalipun dengan pandangan pakar bidang kesyi’ahan. Sebab siapapun bisa saja berpendapat. Menurut penulis, jika RB ingin membuat pernyataan valid, lagi-lagi RB mesti bertemu langsung dengan petinggi Hamas, atau bila perlu dia bersilaturrahim ke Jalur Gaza. Tentu dengan biaya sendiri ya, jangan minta diongkosin, supaya obyektif dan independen.

RB mesti dengar langsung apa pandangan para petinggi Hamas, seperti Ismail Haniya al-Hafidz, atau para ulama Hamas yang banyak memiliki didikan anak-anak hafidz-hafidzah Al-Quran.

Baca Juga: Pasukan dan Tank Israel Kembali Merangsek Masuk Gaza Selatan

Kalau dicermati dari sisi aqidah, syari’ah dan amaliyah, mana yang menunjukkan Hamas itu Syi’ah?. Apalagi sampai dituduh Syi’ah Rafidhah. Syi’ah Rafidhah adalah sebutan yang ditujukan kepada penganut Syi’ah yang menolak kekhalifahan Khalifah Rasyidin pertama, yaitu Abu Bakar dan kedua Umar bin Khattab Radhiallahu anhuma.

Aqidah Hamas sudah sangat jelas, dan tercantum dalam Piagam pendiriannya, yakni sunni, nasionalis, berpegang pada Al-Quran dan As-Sunnah.

Dalam keseharian di Jalur Gaza pun tidak ada tanda, ornament maupun ritual yang menunjukkan adanya Syi’ah.

Malah dalam fiqih ibadah bermadzhab Syafi’i, seperti kebanyakan dianut umat Islam Indonesia, terutama dari kalangan Nahdiyyin. Tidak mungkin pula umat Islam di Gaza mengingkari ulama kebanggaan Gaza, yang lahir dan besar di Gaza sendiri, yakni Imam As-Syafi’i Rahimahullah.

Baca Juga: Relawan MER-C Akhirnya Capai RS Indonesia di Gaza Utara

Pengalaman penulis saat menimba ilmu di Mu’assasah Al-Quds –Ad-Dauliyyah di ibukota Shana’a, Yaman, tahun 2009, bertemu, bergaul dan bersama para ulama Hamas atau yang dekat dengan Hamas, dalam ibadah keseharian ya sama seperti yang dilakukan sebagai Muslim Indonesia pada umumnya.

Salah satu guru besar Penulis, Prof. Dr. Syaikh Mahmoud Muhammad Shiyam, teman kecil Syaikh Ahmad Yassin, yang juga Imam dan Khatib Masjidil Aqsha tahun 1980-an, yang hafidz Quran, ahli tafsir dan ahli sastra Arab, dikenal dengan aqidah Islam berlandaskan Quran Sunnah. Sama sekali tidak ada tanda Syi’ah dalam aqidahnya, syari’ahnya maupun amaliyah ibadahnya.

Apapun yang dikatakan dan dituduhkan Riyadh Bajrey, atau dari siapapun dan dari manapun, yang jelas Hamas akan selalu berada di garda terdepan dalam gerakan perlawanan menghadapi bangsa penjajah Zionis Israel, hingga meraih kemerdekaan Palestina dan pembebasan Masjidil Aqsa. Tentu bersama faksi-faksi perlawanan lainnya. Wallahu a’lam. (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Palestina Pasca “Deklarasi Beijing”

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Palestina
Kolom