Doha, 5 Sya’ban 1438/2 Mei 2017 (MINA) – Gerakan perlawanan Hamas mempresentasikan sebuah dokumen politik baru yang menerima pembentukan sebuah negara Palestina dengan perbatasan sesuai tahun 1967, tanpa mengakui negara bagian Israel.
Posisi tersebut dibuat resmi pada hari Senin di ibukota Qatar, Doha, oleh Khaled Meshaal, pemimpin Hamas di pengasingan.
“Kami tidak akan melepaskan satu inci tanah Palestina, tidak peduli apa tekanan baru-baru ini dan tidak peduli berapa lama pendudukan,” kata Meshaal kepada wartawan, demikian Al Jazeera memberitakan yang dikutip MINA.
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
Sementara di piagam pendirian Hamas tahun 1988, menyerukan pengambilalihan semua mandat Palestina, termasuk tanah yang diduduki Israel saat ini.
Dokumen baru tersebut menegaskan bahwa Hamas hanya akan menerima perbatasan tahun 1967 sebagai basis sebuah negara Palestina, dengan Al-Quds (Yerusalem) sebagai ibu kota dan pengungsi pulang ke negara mereka.
Dokumen tersebut juga tidak menerima solusi dua negara yang dianggap sebagai produk akhir Persetujuan Oslo antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Pernyataan ini juga menjelaskan bahwa pertarungan Hamas dengan “proyek Zionis”, bukan dengan agama Yudaisme. Kelompok yang menguasai Jalur Gaza yang terblokade itu membuat perbedaan antara orang-orang Yahudi yang percaya pada Yudaisme dengan warga Zionis Israel yang menduduki tanah Palestina.
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Selain itu, Hamas juga menegaskan hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin, dan mengatakan bahwa Hamas adalah organisasi yang sepenuhnya independen. Berbeda dengan piagam 1988, Hamas menyebutkan hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin sebanyak enam kali. (T/RI-1/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza