Moskow, Jakarta, 20 Rabi’ul Awwal 1438/19 Januari 2017 (MINA) – Dua kekuatan politik utama Palestina, Hamas dan Fatah, mengumumkan kesepakatan untuk membentuk pemerintah persatuan nasional sebelum diadakannya pemilihan umum.
Pengumuman itu dinyatakan setelah tiga hari pembicaraan rekonsiliasi di Moskow, Rusia, demikian The New Arab memberitakannya yang dikutip MINA.
“Kami telah mencapai kesepakatan dalam waktu 48 jam, kami akan memanggil (Presiden) Mahmoud Abbas untuk memulai konsultasi tentang pembentukan pemerintah (persatuan nasional),” kata pejabat senior Fatah, Azzam Al-Ahmad dalam konferensi pers, berbicara dalam bahasa Arab.
Baca Juga: Roket Hezbollah Hujani Tel Aviv, Warga Penjajah Panik Berlarian
Setelah pemerintah terbentuk, rencananya Pemerintah Palestina akan mendirikan sebuah dewan nasional yang akan mencakup warga Palestina di pengasingan dan mengadakan pemilihan umum.
Pembicaraan non-resmi di Moskow dimulai pada Ahad (15/1) hingga Selasa (17/1) di bawah naungan Pemerintah Rusia dengan tujuan memulihkan “kesatuan rakyat Palestina”.
Perwakilan yang bertemu berasal dari Fatah, Hamas, Jihad Islam, dan faksi-faksi lainnya.
Fatah yang berhaluan sekuler dan Hamas di Jalur Gaza telah berselisih sejak Hamas menguasai Gaza dalam perang saudara pada 2007.
Baca Juga: Sebanyak 1.000 Dokter dan Perawat Gugur akibat Agresi Israel di Gaza
Tahun lalu, Pemerintah Palestina menunda pemilihan kota yang pertama dilakukan di Tepi Barat yang diduduki Israel dan Jalur Gaza dalam 10 tahun terakhir.
Terakhir kali rakyat Palestina menggelar pemilu pada 2006 yang dimenangkan oleh Hamas.
Para wakil Palestina juga bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada Senin, memintanya untuk membujuk Presiden AS terpilih Donald Trump untuk tidak melaksanakan janji kampanyenya, yaitu memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem (Kota Al-Quds).
Ahmad dan pejabat senior Hamas, Moussa Abu Marzouk, menganggap Kuartet – Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa dan PBB – gagal di tahun panjang upayanya untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel.
Baca Juga: Netanyahu Kembali Ajukan Penundaan Sidang Kasus Korupsinya
Abu Marzouk mengatakan, ia tidak lagi ingin bekerja sama dengan Kuartet, melainkan hanya dengan negara-negara dan organisasi secara individual. Ia memuji Rusia yang dianggap dapat memainkan peran substansial di kawasan Timur Tengah. (T/RI-1/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)