Gaza, MINA – Gerakan pejuang Hamas mengatakan, keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melarang masuk bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza merupakan kejahatan perang sekaligus pelanggaran langsung terhadap perjanjian gencatan senjata.
“Keputusan Netanyahu untuk menghentikan bantuan kemanusiaan merupakan aksi pemerasan terang-terangan, kejahatan perang sekaligus pelanggaran berat terhadap perjanjian gencatan senjata. Mediator dan komunitas internasional harus menekan otoritas pendudukan agar menghentikan aksi mereka yang bersifat menghukum dan tidak bermoral, yang menargetkan lebih dari dua juta orang di Jalur Gaza,” kata Hamas, Ahad (3/3). Melansir Antara.
Kelompok perjuangan Palestina itu menyebut Netanyahu berupaya memanfaatkan perjanjian gencatan senjata untuk mempromosikan kepentingan politik mereka sendiri sambil mengorbankan nyawa para sandera Israel yang masih ditahan di Gaza.
“Klaim… soal pelanggaran Hamas terhadap gencatan senjata tidak berdasar dan menyesatkan, klaim itu bertujuan untuk menutupi pelanggaran sistematis harian [Israel] terhadap perjanjian tersebut, yang telah menewaskan 100 lebih warga Gaza dan mengacaukan implementasi protokol kemanusiaan sehingga memperburuk bencana kemanusiaan di Gaza,” kata Hamas.
Baca Juga: Israel Panggil 400.000 Tentara Cadangan di Tengah Ketidakpastian Gencatan Senjata
Hamas kembali menegaskan komitmennya terhadap perjanjian gencatan senjata di seluruh tiga tahap dan kesiapan mereka untuk memulai negosiasi tahap kedua gencatan senjata.
Tahap pertama gencatan senjata antara Hamas dan Zionis Israel yang berlangsung selama 42 hari berakhir pada Sabtu (1/3).
Setelah berakhirnya tahap pertama itu, di hari berikutnya Zionis Israel melarang masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Zionis Israel mengatakan bahwa utusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Witkoff telah mengusulkan rencana baru untuk gencatan senjata sementara di Gaza. Pihak Israel menyetujui rencana tersebut, namun Hamas menolaknya.[]
Baca Juga: Media Israel: Ketegangan Meningkat antara Netanyahu, Shin Bet dan Tentara
Mi’raj News Agency (MINA)