Tepi Barat, 15 Rajab 1435/ 14 Mei 2014 (MINA) – Gerakan perlawanan Hamas Palestina menganggap RUU Israel yang berusaha melarang penerbitan amnesti bagi tahanan Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup di penjara Israel, sebagai upaya memeras Otoritas Palestina (PA) untuk menggagalkan rekonsiliasi Palestina.
Mantan Menteri Urusan Tahanan Palestina Wasfi Kabha menegaskan, Israel menempatkan tekanan besar kepada PA untuk kembali ke perundingan dan menarik diri dari rekonsiliasi dengan Hamas.
Kabha meminta PA untuk tidak menyerah dalam pemerasan ini, Middle News Monitor yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rabu.
Mengomentari perjanjian rekonsiliasi, Kabha mengkritik penangkapan dan pemanggilan warga Palestina oleh Israel di Tepi Barat, yang meningkat baru-baru ini.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
Kabha juga mengingatkan PA bahwa rakyat Palestina tidak akan lagi mentolerir bentuk kekecewaan baru jika PA salah mengambil langkah dalam menyikapi Israel dan Amerika Serikat.
RUU itu bertujuan memberdayakan pengadilan Israel dengan memungkinkan penambahan frase keputusan terhadap hukuman seumur hidup bagi tahanan, dan memastikan bahwa Presiden Israel tidak diperbolehkan mengampuni narapidana yang dihukum mati.
RUU ini terkait dengan pemberian amnesti kepada tahanan Palestina dan melepaskannya dalam konteks pertukaran tahanan sebagai isyarat niat baik di tengah proses perundingan perdamaian.
Sementara itu, beberapa hari sebelumnya, Arshad Hormozlo, Penasihat Senior Presiden Turki memperingatkan banyaknya pihak yang berupaya untuk menggagalkan rekonsiliasi Palestina, harian Al-Resalah melaporkan.
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Hormozlo mengatakan, Ahad (11/5), rekonsiliasi merupakan prestasi besar bagi Palestina. Namun, mereka harus berhati-hati dan memperhatikan apa yang sedang direncanakan secara rahasia untuk menggagalkan upaya mereka.
Menurut pihak keamanan Israel, kesepakatan rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah yang ditandatangani di Jalur Gaza pada 23 April lalu, menjadi ancaman besar bagi keberadaan pemerintah dan warganya.
Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal Binyamin Benny Gantz menyatakan, kesepakatan itu memberikan ruang kebebasan bagi gerakan perlawanan Hamas, setelah blokade delapan tahun lamanya. (T/Puteri/P09/IR).
Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant