Gaza, MINA – Tentara pendudukan Israel menghancurkan seluruh sistem kesehatan di Jalur Gaza utara menjadi bukti nyata aksi kejahatan kemanusiaan di hadapan dunia internasional,
Tentara Israel menangkap Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, dr. Hossam Abu Safiya, dan beberapa anggota stafnya.
Beberapa dari staf Rumah sakit dibakar sampai mati, menurut saksi mata, laporan pers, dan pernyataan Pertahanan Sipil di Jalur Gaza.
Itu semua merupakan bagian dari operasi militer yang membuat fasilitas kesehatan besar terakhir di wilayah tersebut tidak berfungsi.
Baca Juga: 40 Tentara Israel Tewas di Jabalia
Pada hari Jumat, 27 Desember 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pernyataan berduka atas Rumah Sakit Kamal Adwan, dengan mengatakan bahwa rumah sakit yang terletak di Beit Lahia, utara Jalur Gaza, benar-benar tidak berfungsi.
Militer Israel mengklaim bahwa mereka “menargetkan anggota Hamas.”
Kementerian Kesehatan Palestina menuduh tentara menyerbu rumah sakit, membakar departemennya, membunuh beberapa stafnya, menangkap yang lain dan membawa mereka ke tujuan yang tidak diketahui, selain memaksa orang yang sakit dan terluka mengungsi ke selatan.
Para pasien pun terpaksa menanggalkan pakaian mereka dalam cuaca yang sangat dingin.
Baca Juga: Veteran Israel Ingatkan Kerugian Besar Militernya di Jabaliya, Gaza Utara
Sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada 7 Oktober 2023, sektor kesehatan di Gaza telah menghadapi penargetan sistematis dan belum pernah terjadi sebelumnya yang berujung pada hancurnya rumah sakit, terbunuhnya dokter, dan hancurnya infrastruktur kesehatan.
Tindakan-tindakan ini merupakan pelanggaran yang jelas dan mencolok terhadap hukum humaniter internasional, yang melindungi fasilitas medis dan tenaga kesehatan pada saat konflik.
Sejak awal perang, menjadi jelas bahwa perang terhadap sistem kesehatan merupakan bagian integral dari strategi perang yang dilancarkan Israel terhadap Gaza.
Fasilitas medis, termasuk rumah sakit, fasilitas perawatan primer, dan sumber daya manusia, telah menjadi bagian dari strategi perang Israel, tanpa mempertimbangkan hukum internasional atau kemanusiaan.
Baca Juga: Wartawati Palestina Tewas Ditembak di Jenin
Selain rumah sakit, puluhan klinik kesehatan juga hancur, sehingga mengganggu kemampuan sistem kesehatan dalam memberikan layanan preventif dan kuratif.
Toko-toko obat besar juga menjadi sasaran, menyebabkan kekurangan pasokan medis, termasuk obat-obatan darurat dan antibiotik.
Pasukan Israel juga telah membunuh lebih dari 1.000 dokter dan perawat Palestina dalam serangan sistematis terhadap petugas kesehatan di Jalur Gaza antara Oktober 2023 dan Oktober 2024.
Menurut Kantor Informasi Pemerintah di Gaza, “lebih dari 310 petugas medis lainnya ditangkap, disiksa, dan dieksekusi di penjara dan pusat penahanan Israel.”
Baca Juga: Brigade Al-Qassam Serbu Pos Israel, Satu Tentara Zionis Tewas
Selama perang, tentara pendudukan juga mencegah masuknya pasokan medis, delegasi kesehatan, dan ratusan ahli bedah ke Gaza.
Kantor Informasi menuduh tentara pendudukan secara sistematis menargetkan rumah sakit, sebagai bagian dari rencana untuk melemahkan sistem kesehatan di Gaza.
Menurut data Bulan Sabit Merah Palestina di Jalur Gaza, sistem kesehatan Palestina telah melalui masa sulit sejak awal agresi Israel, dengan lebih dari 34 rumah sakit dari 36 rumah sakit sudah tidak bisa beroperasi lagi, akibat serangan selama 450 hari perang.
Selain itu, 80 pusat kesehatan dihancurkan, dan lebih dari 134 ambulans menjadi sasaran dalam lebih dari 480 serangan Israel.
Baca Juga: WHO: RS Kamal Adwan Tak Lagi Beroperasi setelah Serangan Mengerikan Israel
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan bahwa hanya ada 3 rumah sakit yang beroperasi di Gaza utara, namun baru-baru ini tidak lagi beroperasi.
Rumah sakit terakhir adalah Rumah Sakit Kamal Adwan, selain dua rumah sakit di Deir al-Balah dan Al-Wusta, dan dua lainnya di Khan Yunis.
Sebagian besar rumah sakit pusat utama yang menyediakan layanan fasilitas dan operasi kesehatan tertentu dihancurkan oleh pasukan pendudukan secara sistematis selama perang, seperti kompleks Rumah Sakit Al-Shifa, Rumah Sakit Al-Quds, Rumah Sakit Beit Hanoun dan Rumah Sakit Indonesia. Semuanya rusak parah akibat pemboman tersebut.
Hanya dua hari setelah dimulainya perang, pada tanggal 9 Oktober 2023, Rumah Sakit Beit Hanoun di Gaza utara tidak berfungsi, disusul dengan perintah tentara Israel untuk mengevakuasi rumah sakit pasien dan pekerja, serta mengosongkan berbagai fasilitas kesehatan di Gaza.
Baca Juga: [POPULER MINA] Bayi Membeku dan Israel Invasi RS di Gaza
Pasukan Israel juga menolak para pekerja sektor kesehatan yang bersikeras untuk terus memberikan layanan medis dan darurat.
Warga terpaksa pergi ke selatan Jalur Gaza sebagai upaya untuk mengungsi. Selanjutnya Rumah Sakit Baptis pun dibom berkali-kali dan terjadi pembantaian di sana pada 17 Oktober 2023.
Selain mengancam lingkungan sekitar, pasukan Israel juga menyabotase berkali-kali pekerjaan medis, seperti di Rumah Sakit Al-Shifa, Rumah Sakit terbesar di Jalur Gaza, Selain Rumah Sakit Al-Awda, Rumah Sakit Indonesia, dan terakhir Rumah Sakit Kamal Adwan.
Pasukan Israel terus-menerus mengosongkan rumah sakit dan fasilitas medis serta memaksa orang untuk mengungsi.
Baca Juga: Genosida Israel di Gaza Masih Berlanjut: 48 Warga Palestina Tewas dalam 24 jam
Di bawah tindakan represif Israel berturut-turut, penangkapan staf, dan pemboman sistematis, staf yang bekerja di fasilitas-fasilitas kesehatan terpaksa mengungsi, dan berdampak pada layanan kesehatan yang sangat berkurang.
Semua itu merupakan pukulan fatal bagi sistem medis di Jalur Gaza, karena rumah sakit-rumah sakit di sana merupakan tulang punggung layanan medis.
Keberadaan rumah sakit melayani lebih dari dua pertiga penduduk Gaza, kini memerlukan perhatian, pertolongan dan tindakan dunia internasional lebih kongkret, mendesak, segera dan sekarang juga.
Sumber : Arabic Post
Baca Juga: Action Aid: Hampir Satu Juta Warga Palestina Kekurangan Pasokan Bantuan Musim Dingin
Mi’raj News Agency (MINA)