Bogor, 4 Dzulqa’idah 1436/19 Agustus 2015 (MINA) – Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), Muti Arintawati mengatakan, di dalam Al-Quran disebutkan dengan jelas dan eksplisit keharaman darah untuk dikonsumsi.
Perlu diperhatikan dalam Al-Quran: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya.” (Qs. Al-Maidah: 3).
Namun, dalam penyembelihan hewan yang sesuai kaidah syariah, “mungkin saja masih ada darah yang tak keluar dengan sempurna. Dalam hal ini, tidak ada ketentuan untuk mengeluarkan-membersihkan darah yang tersisa di dalam bagian-bagian daging dari hewan yang disembelih tersebut misalnya, dengan cara daging itu harus diperas sedemikian rupa. Demikian keterangan Press LPPOM MUI yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
“Menurut para Fuqoha/ahli Fiqh, darah yang tersisa di dalam bagian-bagian daging itu dimaafkan, dan tidak terlarang kalau dikonsumsi”, kata Muti Arintawati, saat pembukaan Pelatihan Sistim Jaminan Halal (SJH), Selasa, (18/8) di gedung Global Halal Centre (GHC), Bogor.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Tidak Boleh Dikonsumsi Manusia
Lanjutnya, dia menambahkan, darah dari hasil penyembelihan itu tidak boleh dimanfaatkan untuk konsumsi manusia, baik dikonsumsi secara langsung maupun tidak langsung. Seperti melalui proses pengolahan industri bahan makanan maupun farmasi (obat-obatan).
“Sesuai dengan ketentuan nash dari Al-Quran itu, maka haram hukumnya memanfaatkan daerah yang sengaja ditampung dari hasil penyembelihan,” tegasnya, dalam paparannya di hadapan 46 peserta pelatihan yang dilangsungkan di gedung Global Halal Centre (GHC) Bogor.
Hal ini perlu diingatkan kembali, ia menjelaskan lagi, karena dalam prakteknya, ada beberapa usaha pemotongan hewan sapi, kambing atau bahkan ayam, yang sengaja menampung darah dari hasil penyembelihan.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Darah itu kemudian dimanfaatkan untuk konsumsi. Di beberapa daerah, darah hewan dari penyembelihan ditampung lalu dibekukan menggunakan cetakan khusus , diolah secara tradisional untuk konsumsi, disebut “Dideh”, “Warus” atau juga “Marus”.
Selintas marus ini terlihat seperti ati sapi yang halal dikonsumsi. Masyarakat di Bali sering mencampurkan darah hasil dari menyembelih ayam atau sapi dalam satu jenis makanan yang disebut “lawar”.
Ada pula usaha pengolahan darah itu dengan proses industri modern. Misalnya diolah menjadi produk semacam tepung darah untuk obat-obatan, vitamin penambah darah atau makanan suplemen.
Dengan ketentuan nash yang jelas itu, maka diingatkan bersama bahwa semua produk yang menggunakan bahan dari darah itu haram hukumnya untuk dikonsumsi. (T/P002/P2)
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal