KONFLIK Palestina-Israel telah berlangsung lebih dari tujuh dekade, menyisakan jejak luka, penderitaan, dan ketidakadilan yang mendalam. Dalam kurun waktu tersebut, jutaan rakyat Palestina mengalami pengusiran, pembatasan hak hidup, serta kekerasan militer yang terus berulang. Di tengah kegelapan ini, pertanyaan besar terus menggema: apakah perdamaian di Palestina adalah sebuah harapan nyata, atau sekadar mimpi yang kian memudar?
Perdamaian merupakan dambaan semua pihak yang mencintai keadilan dan kemanusiaan. Namun, sejarah menunjukkan bahwa setiap upaya perdamaian yang dilakukan—baik melalui jalur diplomatik, resolusi PBB, hingga mediasi internasional—sering kali terhambat oleh berbagai faktor kompleks. Mulai dari perbedaan ideologi, politik kolonialisme modern, kepentingan ekonomi dan militer, hingga ketidakseimbangan kekuasaan antara Palestina yang dijajah dan Israel yang didukung oleh negara-negara besar.
Salah satu tantangan terbesar dalam mewujudkan perdamaian adalah ketidaksetaraan posisi tawar. Israel, sebagai negara dengan kekuatan militer yang didukung teknologi tinggi dan aliansi global, berada dalam posisi dominan. Sementara rakyat Palestina, khususnya di Jalur Gaza dan Tepi Barat, terus hidup dalam blokade, kemiskinan, dan ketidakpastian. Ketimpangan ini membuat negosiasi damai sulit dilakukan secara adil dan setara. Banyak pihak menilai bahwa Israel sering kali menggunakan kekuatan dan pendudukan sebagai alat tawar dalam diplomasi.
Realitas di lapangan pun menunjukkan bahwa tindakan represif terhadap rakyat Palestina masih terus terjadi. Penggusuran rumah, pendirian pemukiman ilegal di wilayah Palestina, serta serangan militer yang menyasar warga sipil menjadi gambaran nyata dari pelanggaran hak asasi manusia yang belum terselesaikan. Dalam kondisi seperti ini, harapan akan perdamaian tampak seperti mimpi yang sulit terwujud, karena keadilan belum ditegakkan sebagai pondasi utama.
Baca Juga: Benteng Syam dan Janji Langit: Melawan Dajjal dan Membebaskan Al-Aqsa
Namun, di tengah keterpurukan tersebut, masih ada titik-titik cahaya yang menyala. Dukungan masyarakat internasional terhadap Palestina semakin menguat. Gerakan boikot terhadap produk-produk pendukung pendudukan Israel, kampanye solidaritas global, hingga pengakuan terhadap negara Palestina oleh puluhan negara menjadi sinyal bahwa dunia belum sepenuhnya diam. Kesadaran masyarakat dunia, termasuk dari kalangan Yahudi anti-Zionis, menunjukkan bahwa perjuangan Palestina bukanlah semata konflik agama, melainkan isu kemanusiaan dan hak asasi yang harus diperjuangkan bersama.
Dari sisi internal, semangat rakyat Palestina untuk mempertahankan tanah airnya tidak pernah padam. Meskipun dilanda penderitaan, pendidikan dan perlawanan intelektual terus digalakkan. Generasi muda Palestina tumbuh dengan kesadaran politik dan komitmen terhadap cita-cita kemerdekaan. Mereka tidak hanya mengandalkan perlawanan fisik, tetapi juga mengembangkan narasi yang kuat melalui media, seni, dan budaya untuk menyuarakan hak mereka.
Dalam Islam, perdamaian (salam) merupakan nilai luhur yang sangat dijunjung. Namun, perdamaian dalam Islam tidak boleh mengorbankan keadilan. Rasulullah SAW sendiri mengajarkan bahwa perdamaian harus ditegakkan di atas kebenaran, bukan sekadar kompromi atas ketidakadilan. Dalam konteks Palestina, perdamaian yang diharapkan bukanlah damai semu yang menutupi penjajahan, melainkan perdamaian sejati yang menjamin hak hidup, kebebasan, dan martabat rakyat Palestina.
Maka, apakah perdamaian di Palestina hanya mimpi? Jawabannya bergantung pada komitmen dunia terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Selama penindasan dan penjajahan masih berlangsung, perdamaian akan tetap menjadi mimpi yang tertunda. Namun, jika masyarakat global—terutama umat Islam—terus bersuara, bergerak, dan mendukung perjuangan yang adil, maka mimpi itu dapat menjadi realita.
Baca Juga: Haji, Momentum Perbaikan Integritas Bangsa
Akhirnya, kita perlu memahami bahwa perdamaian bukan hanya tentang menghentikan perang, tetapi juga mengembalikan hak-hak yang dirampas dan membangun masa depan yang bermartabat. Harapan itu masih ada, namun membutuhkan tekad, kesatuan, dan aksi nyata dari seluruh umat manusia. Selama masih ada mereka yang percaya dan berjuang, maka perdamaian di Palestina bukan sekadar mimpi, tapi tujuan yang akan dicapai, insyaAllah.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jama’ah dan Izin, Adab yang Menjaga Kita Tetap dalam Naungan Ilahi