SETIAP bulan September, para kepala negara dan pemerintahan dunia berkumpul di New York, Markas PBB, untuk pekan tingkat tinggi. Para pemimpin memaparkan prioritas global mereka. Pidato pembukaan Sekretaris Jenderal biasanya menjadi penentu arah.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres saat membuka debat tingkat tinggi Majelis Umum PBB, pada Selasa (23/9) menyampaikan pesan kuat, “Dunia sedang dilanda krisis yang saling tumpang tindih, mulai dari perang dan keadaan darurat kemanusiaan hingga kerusakan iklim, dan para pemimpin harus memutuskan sekarang juga dunia seperti apa yang kita pilih untuk dibangun bersama.”
Tahun ini, saat PBB memperingati hari jadinya yang ke-80, sejak berdiri tahun 1945, António Guterres merefleksikan pendirian lembaga tersebut setelah Perang Dunia Kedua, ketika negara-negara menciptakan Perserikatan Bangsa-Bangsa “sebagai strategi praktis untuk kelangsungan hidup umat manusia.”
“Delapan puluh tahun kemudian, kini kita kembali menghadapi pertanyaan yang dihadapi para pendiri kita, hanya saja lebih mendesak, lebih saling terkait, lebih tak kenal ampun,” ujarnya kepada para delegasi.
Baca Juga: Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo Subianto: Jangan Pernah Akui Kedaulatan Zionis Israel
Poin-poin penting dari pidato Sekjen PBB meliputi: krisis yang tumpang tindih, perang, perubahan iklim, kerjasama internasional, platform global untuk dialog, hukum, dan tindakan kolektif, serta hak asasi manusia.
Sekjen PBB menggambarkan kondisi dunia saat ini yang ditandai oleh kekerasan, kelaparan, dan bencana iklim.
“Kita telah memasuki era disrupsi yang gegabah dan penderitaan manusia yang tak henti-hentinya, ” ujarnya, seraya memperingatkan bahwa “pilar-pilar perdamaian dan kemajuan sedang runtuh di bawah beban impunitas, ketidaksetaraan, dan ketidakpedulian.”
Ia mengutip invasi militer, kelaparan yang dijadikan senjata, disinformasi yang membungkam kebenaran, asap mengepul dari kota-kota yang dibom, kemarahan yang menghancurkan tatanan sosial, dan lautan yang menelan seluruh garis pantai.
Baca Juga: Mengukur Realitas Solusi Dua Negara Palestina-Israel
Masing-masing merupakan peringatan dan pertanyaan tentang pilihan yang dihadapi pemerintah sekarang.
Terhadap berbagai kondisi tersebut, Guterres berpendapat bahwa PBB tetap tidak tergantikan.
“Dalam kondisi terbaiknya, Perserikatan Bangsa-Bangsa lebih dari sekadar tempat pertemuan, melainkan kompas moral, kekuatan perdamaian, penjaga hukum internasional, dan penyelamat bagi masyarakat yang sedang mengalami krisis.”
Ia mencatat, dunia multipolar saat ini dapat mendatangkan dinamisme, tetapi tanpa kerja sama, berisiko menimbulkan ketidakstabilan.
Baca Juga: Ketika Para Pemimpin Dunia Berbicara tentang Palestina di PBB
“Multipolaritas tanpa lembaga multilateral yang efektif akan menimbulkan kekacauan sebagaimana yang dialami Eropa dengan cara yang sulit dan mengakibatkan Perang Dunia Pertama,” ujarnya.
Kerja sama internasional, tegasnya, bukanlah sesuatu yang naif, melainkan suatu keharusan.
“Tidak ada negara yang bisa menghentikan pandemi sendirian. Tidak ada tentara yang bisa menghentikan kenaikan suhu. Tidak ada algoritma yang bisa membangun kembali kepercayaan setelah dirusak. Hal ini merupakan pragmatisme dalam menghadapi ancaman global bersama,” lanjutnya.
Sekretaris Jenderal PBB juga menekankan pentingnya kekuatan untuk berserikat, visi menyatukan bangsa, menjembatani kesenjangan, dan menghadapi tantangan global.
Baca Juga: Membungkam Suara Gaza: Serangan Israel terhadap Jurnalis sebagai Senjata Perang
António Guterres dalam penutupnya mendesak perdamaian segera atas konflik di Sudan, Ukraina, hingga Gaza, yang menunjukkan betapa mahalnya mengabaikan hukum internasional.
“Piagam ini bukan pilihan. Ini fondasi kita,” ujarnya, seraya mendesak gencatan senjata, akuntabilitas, dan diplomasi.
“Di dunia yang penuh dengan banyak pilihan, ada satu pilihan yang tidak boleh kita buat, pilihan untuk menyerah. Kita tidak boleh menyerah,” imbuhnya. []
Mi’raj News Agency (MINA)