Klaten, MINA – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA di hadapan masyarakat Kabupaten Klaten Jawa Tengah, menyampaikan selamat datang kepada Habib Rizieq Sihab yang telah kembali ke Indonesia.
Menurutnya, kepulangan Habib Rizieq bertepatan dengan Hari Pahlawan merupakan kabar yang membahagiakan. Karena pada hari Pahlawan, seluruh bangsa Indonesia diajak untuk mengingat kembali jasa para pahlawan.
Hari pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November lahir berkat Resolusi Jihad yang disampaikan KH. Hasyim Asy’ari. Untuk menghadapi ancaman Sekutu dan tentara Belanda yang hendak menjajah kembali, pendiri NU itu menyampaikan fatwa bahwa membela bangsa dan negara hukumnya adalah wajib, terutama bagi warga yang berada di Surabaya dan sekitarnya. Selanjutnya, mereka yang gugur dalam peperangan, berarti mati syahid. Sedangkan mereka yang berkhianat boleh diperangi.
“Berkat fatwa itulah arek-arek Surabaya berjuang mati-matian melawan Sekutu yang diboncengi tentara Belanda. Padahal, tantara Sekutu menggunakan senjata modern, tetapi arek-arek Surabaya yang tergabung dalam beberapa barisan, seperti Laskar Santri dan Laskar Hisbullah tidak mudah dikalahkan, hingga peperangan itu berlangsung hampir satu bulan lamanya,” tegas Hidayat.
Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Ketua MPR secara daring dalam acara Temu Tokoh Nasional. Acara tersebut berlangsung di Pondok Pesantren Tahfidzul Al-Quran (PPTQ) Ibnu Abbas Klaten Jawa Tengah, Selasa (10/11), demikian keterangan tertulis yang diterima MINA.
Selain Hidayat Nur Wahid, acara tersebut juga menghadirkan dua narasumber lain. Yaitu, Dr. Muhammad Mu’inudinillah, MA (Direktur PPTQ Ibnu Abbas, Klaten). Serta H. Hadi Santoso, ST MSi (Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah).
Sejarah tentang Hari Pahlawan pada khususnya dan perjuangan kemerdekaan Indonesia pada umumnya, menurut Hidayat harus diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia. Karena memahami sejarah dengan benar bisa meminimalisir potensi bertambahnya oknum masyarakat yang mengalami Islamofobia maupun Indonesiafobia.
“Saya tidak setuju dengan pendapat beberapa pihak yang mengusulkan penghapusan mata pelajaran sejarah dan agama. Pelajaran sejarah penting untuk mengajarkan masa lalu kepada generasi milenial. Agar mereka tahu perjuangan masa lalu para pahlawan termasuk ulama. Sedangkan pelajaran agama penting untuk memberikan pegangan, cara beragama yang benar sesuai kaidah masing-masing agama,” ujarnya.
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar
Mereka yang mengalami Islamofobia, lanjut Hidayat, karena tidak memahami sejarah. Seolah-olah umat Islam dan para ulama tidak memiliki peran apapun dalam perjuangan. Padahal umat Islam dan para ulama memiliki jasa yang sangat besar Salah satunya adalah menyelamatkan Pancasila dan NKRI.
“Mereka yang Indonesiafobia, sehingga muncul istilah kafir dan thoghut, muncul karena tidak memahami agamanya dengan baik. Padahal, lahirnya NKRI merupakan buah jihad dan ijtihat para ulama, sehingga harus dijaga dan pertahankan,” kata Hidayat lagi.
Pada kesempatan itu Hidayat juga menambahkan, salah satu tujuan dilakukannya Sosialisasi Empat Pilar MPR adalah melempangkan kembali nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara yang bengkok. Selain itu, Sosialisasi juga berfungsi mengingatkan dan menyegarkan kembali tentang empat pilar.
“Pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang. Karena itu agar masyarakat menyayangi negaranya, mereka harus dikenalkan kembali akan Indonesia. Agar lebih sayang, mereka harus lebih kenal Indonesia,” kata HNW menutup pembicaraan.(R/R1/P2)
Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.