Bogor, 22 Muharram 1438/23 Oktober 2016 (MINA) – Amir Majelis Tarbiyyah dan Taklim Pusat (MTTP) Jama’ah Muslimin, Wahyudi KS mengatakan, sebagai generasi muda, santri harus lebih peka terhadap perkembangan Islam di dunia.
“Menjadi fokus perhatian kita adalah sejauh mana santri ini memiliki kepedulian terhadap kondisi umat Islam saat ini,” kata Wahyudi KS kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) dalam menanggapi Hari Santri Nasional 2016 di Bogor, Ahad (23/10).
“Diharapkan seluruh santri di Indonesia punya kepedulian dan kesamaan sikap dalam menghadapi permasalahan Timur Tengah, pembebasan Al-Aqsha, membantu Suriah, serta menyelesaikan urusan dalam negeri. Kalau ini menjadikan arahan atau obsesi santri, tentu harus kita sambut dengan optimal. Hari santri ini bukan pertemuan biasa tapi harus luar biasa,” paparnya.
para santri harus mampu melahirkan inovasi baru dalam menyelesaikan permasalahan umat. “Santri ini kan sebagai generasi lanjut yang nantinya akan menggantikan para ulama dan tokoh masyarakat. Maka tentu mereka harus dibekali modal, bukan hanya pengetahuan dari pesantren tempat ia menuntut ilmu saja, namun dia juga harus melihat bagaimana peta dunia hari ini,” tuturnya.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Menurut Wahyudi, pesantren yang berinteraksi dengan dunia internasional, serta mengadakan hubungan dengan elemen lain serta lembaga swadaya masyarakat yang berkiprah untuk kepentingan Islam dan Muslimin maka biasanya santri-santrinya lebih berkualitas.
“Produktivitas santri ini sebenarnya sangat luar biasa, maka tentu harus kita benahi dan arahkan, jangan sampai mereka tersisihkan dalam peradaban dewasa ini. Semakin banyaknya arus globalisasi, semakin banyak juga orang paham dengan peta perdaban, sedangkan santri yang tidak paham, jelas akan terpinggirkan,” ujarnya.
“Oleh karena itu santri harus melek teknologi santri, harus melek peradaban jangan sampai mereka terkungkung hanya dengan dunia pesantren saja. Namun yang terpenting adalah santri harus punya komitmen bisa mewarnai bukan diwarnai, artinya ruh Islam ini harus dijadikan dasar berpijak dan mewarnai peradaban dunia, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Peringatan Hari Santri Nasional diresmikan Presiden Joko Widodo pada 22 Oktober 2015. Peresmian itu mengacu persis kepada fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari yang dikeluarkan 70 tahun lalu. Fatwa tersebut disambut para pejuang hingga pecahnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang belakangan dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Sementara itu, Wahyudi juga mengatakan, Hari Santri Nasional harusnya direspon oleh semua pihak, jangan hanya kalangan tertentu saja. Karena menurutnya, Hari Santri Nasional hanya direspon oleh beberapa kalangan saja.
“Saya mensikapi Hari Santri Nasional ini lebih cenderung bagaimana kita mengumpulkan potensi seluruh umat Islam sehingga terjadilah sinergi, dan itulah wujud sebuah power. Kekuatan itu kan sinergi dari potensi, potensi kalau tidak disinergikan maka akan dimanfaatkan oleh pihak lain musuh-musuh Allah untuk mengadu domba umat Islam,” tandasnya. (L/P006/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September