Hari Solidaritas Palestina Ke-43: Kapan Merdeka?

Oleh: Ali Farkhan Tsani*

Pada tahun 1977, Majelis Umum PBB menyerukan peringatan tahunan tanggal 29 November sebagai Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina (Resolusi 32/40 B).

Menurut PBB, tanggal 29 November dipilih karena maknanya dan signifikansinya bagi rakyat Palestina. Pada tanggal itu pada tahun 1947, Sidang Umum PBB menetapkan Resolusi 181 (II), yang kemudian dikenal sebagai Resolusi Pemisahan.

Resolusi itu menetapkan pembentukan “Negara Yahudi” dan “Negara Arab” di Palestina, dengan Yerusalem sebagai korpus separatum di bawah internasional khusus. Ini saja seharusnya mereka orang-orang Yahudi yang tak berhak atas tanah Palestina, sangat diuntungkan. Bagaimana tidak? Pendudukan diberi hak atas sebagian tanah jajahannya? Bahkan kini terus melaksanakan program normalisasi dan aneksasi.

Bahkan dari dua Negara yang akan dibentuk berdasarkan resolusi ini, hanya satu yaitu Israel, yang sejauh ini telah terbentuk. Sementara Palestina? Masih terus dijajah dan diduduki secara terang-terangan.

Rakyat Palestina, yang kini berjumlah lebih dari delapan juta, hidup terutama di wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak tahun 1967, termasuk Yerusalem Timur, mengungsi di negara-negara tetangga Arab dan di kamp-kamp pengungsi di wilayah tersebut.

Hari Solidaritas Internasional memberikan kesempatan kepada komunitas internasional untuk memusatkan perhatiannya pada fakta bahwa masalah Palestina masih belum terselesaikan dan bahwa rakyat Palestina belum mendapatkan hak-hak yang tidak dapat dicabut sebagaimana didefinisikan oleh Majelis Umum PBB itu sendiri. Yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan eksternal, hak atas kemerdekaan dan kedaulatan nasional, dan hak untuk kembali ke rumah dan harta benda mereka.

Menyambut , berbagai kegiatan dilakukan setiap tahun oleh Pemerintah dan masyarakat sipil. Kegiatan tersebut baik di Palestina sendiri dan di negara-negara lain, antara lain: penerbitan pesan khusus solidaritas dengan rakyat Palestina, penyelenggaraan konferensi, sosialisasi publikasi dan materi informasi lainnya, serta pemutaran film.

Merdeka dan Berdaulat

Sebuah kampanye berjudul “Palestine is My Cause 2020,” menyuarakan penolakan terhadap normalisasi hubungan negara-negara Arab  dengan negara pendudukan Israel.

Kampanye sejak Jumat (27/11/2020) hingga Selasa (1/12/2020) dilakukan dalam beberapa bahasa: Arab, Turki, Inggris, Portugis, Spanyol dan Melayu.

Kampanye mengiringi Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina tahun ini hendak menyuarakan hak Palestina yang sah, terutama hak untuk merdeka, sesuai resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB.

Kampanye lainnya, dituangkan dalam sebuah film dokumenter berjudul “Gaza Lives”, yang menerasikan hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan terwujudnya negara Palestina yang merdeka.

Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Ahmad Majdalani mengatakan, cita-cita adalah satu-satunya tuntutan Palestina sejak peristiwa Nakba tahun 1948.

Ahmad mengatakan kepada radio Voice of Palestine pada Sabtu (28/11/2020), negara-negara yang mendukung solusi dua negara harusnya mengakui Negara Palestina.

Ia juga meminta dunia untuk mengecam dan menolak permukiman illegal Israel dan tindakan rasisnya.

Terlepas dari pentingnya keputusan PBB yang menetapkan Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina setiap tanggal 29 November, tentu bukan bermaksud untuk memperingati nya secara formalitas, apalagi merayakannya layaknya hari-hari raya.

Jauh lebih penting dan mendesak dari itu adalah pesan kuat kebangkitan bersejarah yang harus diikuti oleh program aksi nyata di lapangan yang akan mengembalikan kepada rakyat Palestina sebagian dari hak-hak mereka.

Komunitas internasional sudah selayaknya dan waktunya untuk mewujudkan solidaritas itu menuju kesadaran hak-hak hukum internasional untuk rakyat Palestina di tanah tanah air dan sejarah mereka.

Komunitas internasional juga sudah selestinya benar-benar mulai melaksanakan keputusan yang terkait dengan perjuangan Palestina dan pengakuan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat di perbatasan tanggal 4 Juni 1967.

Dalam pandangan Dr Mawfiq Matar, penulis tetap di harian al-Hayat al-Jadidah, ujian sebenarnya dari konsekwensi Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina adalah kemampuan komunitas internasional untuk melaksanakan keputusannya.

“Tidak logis bahwa ada kemauan yang kuat tapi tidak mampu untuk mengimplementasikan resolusi-resolusi keputusan PBB,” ujarnya.

Menurutnya, ketidakmauan dunia internasional untuk mengakui kemerdekaan dan kedaualatan Palestina, sejajar dengan negarta-negara lainnya adalah ekspresi krisis hati nurani dan ketidakadilan yang ditimbulkan oleh kekuatan kolonialisme.

Ya, apapun itu, mari terus dukung aksi-aksi nyata menuju kemerdekaan dan kedaulatan Palestina yang sah. Dan aksi-aksi itu tidak boleh berhenti di titik kebosanan apalagi keputusasaan. (A/RS2/P1)

*Ali Farkhan Tsani, Penulis, Redaktur Senior Kantor Berita MINA, Duta Al-Quds. Alamat Elektronik: [email protected]

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.