Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Majelis Umum PBB pada tahun 1977 mengumumkan peringatan tahunan tanggal 29 November sebagai Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina. Sebuah peringatan yang seharusnya menegaskan hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan pembentukan negara merdeka Palestina dengan Yerusalem (Al-Quds) sebagai ibukotanya.
Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina yang diperingati setiap tanggal 29 November menandakan ketidakadilan yang dialami rakyat Palestina sebagai akibat dari Resolusi 181 (Sesi-2) yang dikeluarkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 29 November 1947, yang dikenal sebagai Resolusi Pemisahan, yang memberikan entitas pendudukan Israel di tanah Palestina.
Resolusi Pemisahan menetapkan pembagian Palestina menjadi dua negara, penghentian Mandat Inggris dan pendirian negara Arab Palestina dengan 42,3% tanah Palestina yang bersejarah, dan negara Yahudi dengan 57,7% tanahnya, dengan menempatkan Yerusalem di bawah perwalian internasional.
Baca Juga: Puluhan Pemukim Yahudi Serbu Masjid Al-Aqsa
Namun, Hari Solidaritas untuk Rakyat Palestina yangh merujuk pada peristiwa 1947 justru menandakan pengusiran lebih dari 700.000 warga Palestina ke seluruh dunia. Episode bencana demi bencana yang dialami rakyat Palestina masih berlangsung tanpa komunitas internasional melakukan apa pun untuk menahan penjajahan dan tak berdaya untuk menghentikan kejahatan pendudukan Israel.
Hasil maksimal diperoleh PBB hanya pada tanggal 29 November 2012, saat Majelis Umum PBB menyetujui Resolusi 67/19, dengan mayoritas 138 negara, yang memberikan Palestina status negara non-anggota PBB, berdasarkan resolusi dasar pencetus perjuangan Palestina, yaitu Resolusi 181 (Sesi-2).
Tanpa Keadilan
Banyak kalangan menilai Resolusi Pemisahan 29 November 1947, merupakan keputusan yang tidak adil sejak awal, karena telah mendistorsi kenyataan dan justru memberikan entitas pendudukan Zionis Israel bagian terbesar dari tanah bersejarah Palestina dengan 57,7% menduduki tanahnya. Sementara pemilik sahnya, negara Arab Palestina hanya kebagian 42,3% wilayahnya.
Baca Juga: Israel Kembali Serang Sekolah di Gaza, 7 Orang Syahid
Itupun pemilik sahnya, Palestina, terus terdesak dengan hanya menyisakan sekitar 15% saja saat ini. Seperti data Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) pada peringatan 45 tahun Hari Tanah (Land Day) Palestina, pada 30 Maret 2021, yang menyebutkan pendudukan Israel, sejak berdiri sebagai negara Yahudi tahun 1948 hingga kini, telah merebut 85 persen tanah Palestina di Tepi Barat.
Itulah yang dalam pandangan Assia Bouguerra el Atrous, redaktur Assabah Tunisia, tanah Palestina bersejarah sejak 1947 telah menerima keputusan yang tidak adil selama tahun-tahun berikutnya. Faktanya, Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mencetuskan Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina tidak berusaha sungguh-sungguh untuk mengimplementasikan resolusinya.
“Hari Solidaritas menjadi gelar belaka, karena menyatakan solidaritas tapi tidak menjamin hak-hak rakyat Palestina dan penghormatan terhadap penentuan nasib mereka. Padahal penentuan nasib sendiri adalah hak yang diakui oleh PBB dalam piagamnya untuk semua orang di dunia tanpa kecuali,” ujar el Atrous. Seperti dikutip Rai al-Youm, edisi Ahad, 28 November 2021.
Dari pertemuan ke pertemuan badan dunia PBB di markas besarnya dari New York ke Jenewa dan Wina, seolah-olah hanya itulah yang dapat dilakukan organisasi dunia tersebut terhadap Palestina.
Baca Juga: Al-Qassam Tembak Mati Tentara Zionis! Perlawanan Gaza Membara di Tengah Genosida
Pandangan serupa dikemukakan Dr. Dalal Iriqat, Asisten Guru Besar di Universitas Arab Amerika di Jenin, Palestina, yang menyatakan bahwa setelah 44 tahun sejak tahun 1947, dunia harus menghadapi kenyataan bahwa tanggapan diplomatik belum mengembangkan tindakan praktis apa pun di lapangan, baik dari sudut pandang politik, ekonomi, keamanan atau lainnya.
“Perwujudan tingkat solidaritas dengan rakyat Palestina seharusnya mampu terwujud ke tahap implementasi, sebagai kewajiban moral dan hukum mereka terhadap politik dan hak asasi manusia Palestina,” ujar Iriqat. Sebagaimana dikutip Al-Quds.com, edisi Ahad, 28 November 2021.
Kemerosotan solidaritas ini termasuk terjadi pada pemerintah negara-negara Arab yang malah mengejar hubungan normalisasi Israel dan menjadikan Kesepakatan Abad Ini dalam kerangka pragmatis untuk mencapai tujuan mereka, tanpa berkonsultasi dengan Palestina.
Tanggung Jawab Semua
Baca Juga: Israel Halangi Evakuasi Jenazah di Gaza Utara
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada kesempatan peringatan Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina, Dewan Nasional Palestina mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara dunia, terutama Inggris yang berdiri di belakang Israel, memikul tanggung jawab hukum dan moral dalam menerapkan keputusan ini untuk mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan kota Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Dewan Nasional Palestina menekankan penetapan Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina ditetapkan untuk mengkonfirmasi bahwa hak-hak nasional Palestina dipertahankan secara abadi, tidak dapat dicabut, dan masih melekat pada rakyat Palestina dan tidak akan hilang dan berakhir dengan berlalunya waktu.
Dalam pernyataannya, Dewan Nasional menunjukkan bahwa terlepas dari bertahun-tahun pemindahan, pengusiran massal, penyitaan tanah, upaya pemusnahkan dan penghapusan rakyat dan bangsa Palestina dari catatan populasi di dunia. Rakyat Palestina tetap berkomitmen kuat dan bersikeras pada ketabahan di tanah nasional mereka, dan perlawanan untuk hak-hak sah mereka yang tidak dapat dicabut dalam memperoleh kemerdekaannya.
Pernyataan solidaritas terhadap hak-hak rakyat Palestina seharusnya diwujudkan dalam bentuk sanksi pada pendudukan Israel, yang nyata-nyata telah berkali-kali melanggar tujuan dan sasaran hukum internasional dan tujuan PBB itu sendiri.
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahnya Sendiri
“PBB dan organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional, harus mengangkat ketidakadilan terhadap rakyat kita, mengakhiri pendudukan, dan memungkinkan kami Palestina memperoleh semua haknya,” bunyi pernyataan. Seperti dikutip
Mariam Abu Daqqa, anggota Biro Politik Front Populer untuk Pembebasan Palestina, menguatkan bahwa Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina telah diumumkan, tetapi serbuan pemukiman, pembunuhan, upaya yahudisasi di Yerusalem, penghancuran rumah, kejahatan terhadap tahanan, kelanjutan blokade Jalur Gazaserta dan eskalasi praktik rasis dan kriminal terhadap rakyat Palestina masih terus belangsung.
Baginya, solidaritas sejati terthadap Palestina adalah dengan memberikan tekanan pada pendudukan Israel, mengungkap kejahatannya, menghukum dan menekannya di forum internasional, serta memperkuat boikot populer di seluruh dunia atas entitas pendudukan Israel.
Anggota Komite Sentral Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina, Mahmoud Khalaf, juga mengindikasikan bahwa PBB tidak melaksanakan bagian kedua dari resolusi 181 terkait pembentukan negara Palestina.
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Penjajah Israel Ingin Akhiri Perang
Dewan Keamanan PBB, diminta untuk mendukung hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya, dan kembalinya pengungsi ke rumah mereka sesuai dengan resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 194.
Mahmoud Khalaf menekankan bahwa hak-hak rakyat Palestina tidak dapat dicabut, dan mereka membutuhkan komunitas internasional untuk memikul tanggung jawab mencapainya dan mewajibkan pendudukan untuk menerapkannya, tidak hanya berdiam diri dan menonton pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh pendudukan.
Anggota Biro Politik Partai Rakyat Palestina, Talaat Al-Safadi, meminta parlemen dan serikat pekerja di dunia untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina dan memulihkan hak-hak Palestina yang sah.
Dia juga menyerukan aktivasi dan implementasi resolusi internasional tentang perjuangan Palestina, terutama adalah hak untuk menentukan nasib sendiri mendirikan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukotanya, dan secara hukum menuntut pendudukan dalam forum internasional.
Baca Juga: Front Demokrasi Serukan Persatuan di Tepi Barat Palestina
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Mustafa Barghouti, menunjukkan bahwa Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina bukan hanya kesempatan untuk mengakui hak-hak rakyat Palestina. Akan tetapi yang lebih penting adalah kesempatan untuk solidaritas nyata terhadap perjuangan Palestina. “Tidak sebatas pada pernyataan kecaman dan kecaman atas kejahatan dan pembantaiannya terhadap Palestina,” ujarnya.
Presiden Komisi Internasional untuk Mendukung Hak-Hak Rakyat Palestina, Salah Abdel-Ati, menekankan bahwa Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina ini adalah kesempatan untuk mengingat ketidakadilan dan penganiayaan yang diderita oleh rakyat Palestina sebagai akibat dari kegagalan masyarakat internasional.
Perserikatan Bangsa-Bangsa harus memikul tanggung jawabnya terhadap perjuangan Palestina untuk mematuhi keputusannya sendiri terhadap rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, pembentukan negara yang merdeka dan negara berdaulat Palestina, serta hak para pengungsi untuk kembali ke rumah dan tanah mereka dari mana mereka diusir pada tahun 1948.
Apapun itu, yang pasti kita terus mendukung aksi-aksi nyata menuju kemerdekaan dan kedaulatan Palestina yang sah tanpa ada titik jenuh apalagi keputusasaan dalam membela rakyat yang terzalimi di negeri penuh berkah Palestina. (A/RS2/P1)
Baca Juga: Abu Ubaidah: Tentara Penjajah Sengaja Bombardir Lokasi Sandera di Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Al-Qasam Rilis Video Animasi ”Netanyahu Gali Kubur untuk Sandera”