Mekah, MINA – Jemaah haji Aceh setiap tahunnya mendapatkan pembagian harta dana wakaf Habib Bugak Asyi yang kini dikenal sebagai Wakaf Baitul Asyi.
Wakaf Baitul Asyi itu merupakan wakaf produktif, berupa hotel di kawasan Masjidil Haram, tanah dan perumahan bagi warga keturunan Aceh di Arab Saudi, demikian dilansir MINA dari laman Kemenag pada Rabu (31/7).
Untuk tahun ini, sebanyak 4.688 jemaah haji Aceh mendapatkan masing-masing 1.200 Riyal atau setara Rp 4,5 juta dan satu mushaf Alquran. Dana yang dibagikan tersebut merupakan hasil dari pengembangan wakaf Baitul Asyi yang digagas Habib Bugak sejak 200 tahun lalu.
Wakaf Baitul Asyi ini dikelola oleh dua orang Nadzir yang dikukuhkan oleh Mahkamah Syariyyah Mekah. Yakni Prof Dr Abdurrahman Abdullah Asyi dan Syaikh Abdullatif Baltho. Sedangkan bendahara Muhammad Sayyid, warga negara Mesir.
Baca Juga: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Wacanakan Dewan Pertahanan Nasional
Adapun pembagian harta wakaf berupa uang tunai kepada jemaah haji Aceh ini sudah masuk tahun ke-14.
Berikut lima aset wakaf Habib Bugak Asyi (Baitu Asyi) untuk jemaah haji Aceh di Mekah:
1. Hotel Elaf Masyair. Hotel bintang lima dengan kapasitas 650 kamar yang berada di wilayah Ajiyad Mushafi, berjarak ± 250 meter dari Masjidil Haram.
2. Hotel Ramada. Hotel bintang lima dengan kapasitas 1.800 kamar, yang berada di wilayah Ajiyad Mushafi, berjarak ± 300 meter dari Masjidil Haram.
Baca Juga: Guru Supriyani Divonis Bebas atas Kasus Aniaya Siswa
3. Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi di Aziziah. Bisa menampung 750 jemaah haji, dibangun di atas luas tanah 800 meter persegi.
4. Tanah dan bangunan seluas 900 meter di Aziziah. Digunakan sebagai Kantor Wakaf Habib Bugak Asyi di Mekah.
5. Gedung di kawasan Syaikiyah yang dibeli tahun 2017 oleh Naazir Wakaf Baitul Asyi senilai 6 juta Riyal. Gedung ini dijadikan tempat tinggal warga Arab Saudi keturunan Aceh dan orang Aceh yang bermukim di Arab Saudi secara gratis, tanpa batas waktu tinggal. (R/Ast/RS1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menteri Abdul Mu’ti: Guru Agen Peradaban