Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
وَٱلۡجِبَالَ أَوۡتَادً۬ا
“Dan kami ciptakan kalian berpasang-pasangan.” (QS. An-Naba [78] ayat 8)
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها، فاظفر بذات الدين تربت يداك
“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hal kecantikan seorang Muslimah, Islam mengukurnya dari segala unsur, yaitu unsur batiniyah dan lahiriyah.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Batin wanita cantik adalah apabila seorang wanita yang bersembunyi di dalam fisiknya jiwa yang pasrah tunduk terhadap semua ketentuan Allah dan Rasul-Nya, hingga sekalipun Allah meminta jiwa mereka untuk dipasrahkan terhadap perjuangan agama Islam, maka ia akan memberikannya dengan senang hati tanpa ada penyesalan sedikit pun. Terlebih jika yang diminta oleh Allah hanya sekedar harta benda atau sekedar meminjamkan suaminya untuk berjuang di jalan Allah dan Rasul-Nya, memerangi musuh-musuh Allah.
Lalu, bagaimana jika wanita itu memiliki raut muka lahiriyah yang tidak begitu manis, mempunyai hidung yang pesek, dan kulit yang hitam legam atau sorotan mata yang tidak menawan? Apakah masih dapat dikatakan cantik?
Dalam hal ini, Islam meletakkan ukuran kecantikan bukan pada raut wajah yang tajam menawan, tapi kecantikan itu melihat kebersihan dari semua unsur yang bertentangan dengan hukum Allah.
Islam tidak mengukur berdasarkan dari hubungan darah, kebangsaan, suku, ras atau kulit, tapi Islam membedakannya dengan ketakwaan. Bagi wanita, semakin ia bertakwa, maka semakin cantiklah ia.
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Para lelaki beriman pun mendambakan dan ingin didampingi oleh wanita yang salihah.
Untuk mendapatkan gelar sebagai Muslimah salihah menurut kriteria Allah dan Rasul-Nya, ada dua jalur yang harus ditempuh, yaitu satu jalur yang berhubungan dengan Rabb-nya dan satu jalur berhubungan dengan sesama manusia.
Ada beberapa sikap hidup yang harus selalu dilakukan agar selalu terhubung dengan Allah, Rabb semesta alam, yaitu:
- Selalu ingat kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara banyak dan sering berzikir. (QS. Ali Imran [3] ayat 41).
- Selalu dekat dengan Allah. Maksudnya, selalu merasa bahwa Allah selalu mengawasi semua makhluknya di mana dan kapan saja. (QS. Al- Alaq [96] ayat 19).
- Selalu takut kepada Allah, yaitu merasa takut bila berbuat maksiat dan kejahatan. (QS. Ali Imran [3] ayat 75).
- Selalu ikhlas dalam beramal, hanya untuk Allah. (QS. Al-Bayyinah [98] ayat 5).
- Selalu bertakwa kepada Allah, yaitu selalu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. (QS. Al-Hujurat [49] ayat 13).
- Selalu berdoa kepada Allah, baik memohon petunjuk dan hidayah, meminta ampun, dan hal baik lainnya. (QS. Al-A’raf [7] 55-56).
Sedangkan jalur tempuh yang berhubungan dengan manusia adalah bersikap dan berkata baik kepada manusia, terutama kepada suami, orang tua, guru, anak-anak, tetangga dan tamu.
Baca Juga: Perang Mu’tah dan Awal Masuknya Islam ke Suriah
Ketika seorang mukmin telah memiliki seorang pendamping yang cantik dan salihah, maka akan terwujudlah kehidupan rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah.
Namun, pada akhirnya, ada masa di saat seorang mukmin harus meninggalkan wanitanya yang cantik dan salihah itu.
Di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ada seorang sahabat bernama Sa’ad Al-Aswad yang berperawakan pendek dengan kulit hitam serta wajah yang tidak tampan. Karena kondisi lahiriahnya demikian, berkali-kali dia melamar gadis, tapi selalu ditolak. Meski demikian, hatinya selalu bersih dan usahanya untuk mendapatkan pasangan hidup terus ia lanjutkan, sebab ia yakin dengan firman Allah dalam QS. An-Naba [78] ayat 8 di atas.
Akhirnya Sa’ad Al-Aswad meminta tolong kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk dicarikan seorang isteri. Rasulullah pun dengan gembira menerima permintaan itu.
Baca Juga: Selamatkan Palestina, Sebuah Panggilan Kemanusiaan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian mendapatkan seorang wanita untuk Sa’ad. Tentunya, wanita pilihan Rasulullah adalah yang terbaik. Selain adalah wanita salihah, ternyata juga memang yang cantik batiniyah dan lahiriyahnya.
Beberapa hari menjelang akad nikah sebagaimana yang telah ditentukan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyuruh Sa’ad pergi ke pasar membelikan bingkisan untuk calon isterinya. Ketika sedang tawar menawar harga barang di pasar, utusan Rasulullah datang dan berkata, “Wahai Sa’ad, Rasulullah memanggilmu. Musuh Allah telah datang, kita harus berangkat berperang sekarang.”
Sa’ad berpikir sejenak untuk menimbang. Ia dihadapkan pada dua pilihan yang menurutnya sama-sama penting. Ia harus memilih menikah dengan wanita cantiknya atau memilih berangkat berperang bersama Rasul Allah.
Dengan cepat Sa’ad akhirnya memutuskan. Barang yang tadinya sedang ia tawar, ia batalkan dan beralih pergi membeli alat-alat perang berupa seekor kuda, panah dan tombak. Pembeliannya itu kemudian ia bawa ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian ia berangkat berperang.
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Akhirnya, Sa’ad yang memilih meniggalkan wanita cantik dan salihahnya demi memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya, menjumpai syahid di medan jihad. Sa’ad pun mencapai cita-citanya, yaitu berjumpa dengan Allah dalam kondisi darah yang terus mengalir basah. (P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri