Jakarta, MINA — Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Dr. Hayu Prabowo, menegaskan perlunya integrasi nilai etika dan prinsip agama dalam sistem keuangan global untuk mencapai masa depan ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Dalam pernyataan terbarunya, Hayu menyoroti bahwa ekonomi dunia berada di persimpangan kritis, di mana model pertumbuhan konvensional yang berorientasi keuntungan jangka pendek telah mempercepat kerusakan lingkungan dan memperlebar ketimpangan sosial.
Mengutip data Bank Dunia 2021, Hayu mengatakan bahwa model ekonomi linear tradisional bertanggung jawab atas 90% hilangnya keanekaragaman hayati dan 70% emisi karbon global.
“Keuangan berkelanjutan memerlukan lebih dari sekadar inovasi teknologi atau kebijakan baru; ia membutuhkan fondasi moral yang kuat,” ujarnya kepada MINA, Senin (28/4).
Baca Juga: Banjir Melanda Tujuh Desa di Cianjur, Puluhan Rumah Terendam
Hayu menekankan, ajaran agama-agama besar dunia, seperti larangan riba dalam Islam, konsep stewardship dalam Kristen, prinsip dharma dalam Hindu, kesederhanaan dalam Buddha, dan harmoni sosial dalam Khonghucu, dapat memperkuat prinsip keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan dalam ekonomi global.
Ia juga memperkenalkan konsep empat pilar keuangan berkelanjutan, yaitu keuntungan ekonomi, perlindungan lingkungan, keadilan sosial, dan landasan etika, seraya menekankan pentingnya prinsip keadilan antargenerasi, transparansi, dan kehati-hatian dalam setiap keputusan keuangan.
Sektor keuangan, kata Hayu, memainkan peran vital dalam mengarahkan transisi ini, mengingat sekitar 80% emisi global terkait aktivitas yang mereka danai. Namun ia mencatat bahwa investasi dalam energi terbarukan kini menawarkan tingkat pengembalian tiga hingga delapan kali lebih tinggi dibandingkan energi fosil, berdasarkan laporan UNEP FI 2021.
Selain itu, Hayu menggarisbawahi pentingnya kearifan lokal, seperti gotong royong dan sistem koperasi komunitas, dalam memastikan keuangan transisi yang inklusif dan adil, terutama bagi masyarakat rentan yang terdampak perubahan iklim.
Baca Juga: Dubes Rusia: BRICS Berpotensi Perkuat Jejaring Pendidikan dan Kolaborasi Internasional
“Untuk membangun ekonomi masa depan yang hijau dan adil, kita perlu menggabungkan etika universal, kebijaksanaan agama, dan komitmen terhadap keadilan sosial,” katanya.
Hayu menyerukan agar sektor keuangan, pembuat kebijakan, dan komunitas global lebih serius mempertimbangkan nilai-nilai spiritual dalam mengarahkan investasi dan kebijakan pembangunan, mengingat 84% populasi dunia memeluk agama, berdasarkan laporan Pew Research Center 2022.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ribuan Warga Palembang Ikut Aksi Bela Palestina Jilid IV