Oleh: Sakuri, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Sejak meluasnya Virus Corona yang untuk pertama kalinya ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus ini terus menjalar, menular dan menyebar dengan cepat ke negara-negara lain dan sedikitnya 25 negara sudah terpapar virus itu.
Virus 2019-nCoV atau Virus 2019 Novel Coronavirus kemudian oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) namanya diganti menjadi Covid-19 dengan alasan agar nama itu tidak merujuk ke lokasi geografis, hewan, individu atau kelompok orang tertentu terkait dengan penyakit itu.
Terkait corona, sebagaimana diberitakan media, pihak berwenang di AS mengkonfirmasi, 14 warganya dievakuasi dari kapal pesiar Diamond Princess di lepas pantai Jepang untuk diterbangkan kembali ke AS pada Ahad malam (16/2) dan Senin pagi dinyatakan positif terkena virus corona.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Para pasien itu termasuk di antara lebih dari 300 warga AS yang dipindahkan dari kapal tersebut, yang berlabuh di kota pelabuhan Jepang, Yokohama. Seperti dilaporkan CBS Los Angeles.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Israel, Ahad malam (16/2), mengkonfirmasi seorang wanita warga negara Israel ketiga di atas kapal pesiar yang di karantina dari Jepang telah didiagnosis terinfeksi virus corona yang mematikan.
Kementerian itu mengatakan, wanita yang belum diidentifikasi namanya itu, dipindahkan dari kapal Diamond Princess dan dibawa ke rumah sakit Jepang untuk perawatan medis, seperti dilaporkan Times of Israel.
Ahad sebelumnya, dua penumpang Israel di kapal yang dikarantina itu dinyatakan positif terkena virus, bergabung dengan lebih dari 355 penumpang yang telah terinfeksi.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Sikap hipokrit dan diskriminasi
Sikap AS dan Israel dalam melindungi nyawa warganya dari virus corona yang mematikan di satu sisi patut diapresiasi.
Namun di sisi lain sangat disayangkan sikap AS dan Israel terhadap nyawa warga dunia lainnya tidak demikian, ini menunjukan sikap hipokrit dan diskriminasi.
Baginya nyawa warganya lebih berharga dibandingkan nyawa warga negara dan bangsa lain, sehingga dimanapun mereka berada perlu diselamatkan dari segala bentuk ancaman yang dapat merenggut nyawanya baik berupa perang, bencana alam termasuk ancaman corona yang mematikan itu.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Tidak demikian sikap perlakuan AS dan Israel terhadap nyawa warga negara dan bangsa Palestina yang diaggap tidak memiliki harga sama sekali.
Ini bukti nyata sikap diskrimasi itu, bahkan terhadap nyawa seorang bayi sekalipun, seperti yang menimpa pada seorang bayi berusia empat bulan bernama Maria Ahmad Ramadan Al-Ghazali yang wafat bersama ayahnya Ahmad Ramadan Al-Ghazali (31 tahun) dan ibunya Eman Abdullah Asraf (30 tahun), ketika apartemen Syeikh Zaid tempat keluarga itu tinggal dihantam rudal jet tempur Israel pada Ahad, 5 Mei 2019 lalu.
Tidak sebanding
Dibandingkan korban nyawa yang berjatuhan akibat virus corona yang mematikan dengan korban nyawa akibat agresi militer Israel ke Jalur Gaza tidaklah sebanding.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Sejak 7 Juli 2014 hingga genjatan senjata yang disepakati 26 Agustus menyebabkan sedikitnya 2145 warga Palestina tewas, termasuk 578 anak-anak, 263 wanita, dan 102 kaum lansia.
Sementara korban luka-luka sudah mencapai 11100 orang, termasuk 3.374 anak-anak, 2088 perempuan dan 410 kaum lansia, sebagaimana dilaporkan International Middle East Media Agency (IMEMC) yang dikutip MINA (28/8/2014).
Lalu merujuk pada laporan dari Pusat Hak Asasi Manusia Al Mezan menunjukkan, pada Jumat 8 Februari 2019, pasukan Israel menewaskan dua anak dan melukai 104 pengunjuk rasa, termasuk 43 anak-anak, lima wanita, dan satu paramedis; di antaranya 22 oleh amunisi hidup dan 48 oleh tabung gas air mata.
Al Mezan menambahkan, sejak dimulainya protes pada 30 Maret 2018, 265 warga Palestina telah tewas di Jalur Gaza. Dari total korban jiwa, 188 tewas dalam demonstrasi itu, termasuk 38 anak-anak, dua wanita, dua jurnalis, tiga paramedis, dan delapan orang cacat, termasuk satu anak.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Masih menurut sumber yang sama disebutkan ada 14.378 orang lainnya telah terluka, termasuk 3.058 anak-anak, 630 wanita, 171 paramedis, dan 149 jurnalis. Dari mereka yang terluka, 7.635 dilanda tembakan langsung, termasuk 1.426 anak-anak dan 152 wanita.
Sebelum itu, 38 tahun lalu tepatnya tanggal 16 September 1982 terjadi pembantaian oleh militer Israel terhadap ribuan pengungsi Palestina di kamp Sabra dan Shatila, Lebanon.
Dalam bukunya yang diterbitkan segera setelah pembantaian itu, wartawan Israel, Amnon Kapeliouk dari Le Monde Diplomatique, menyimpulkan sekitar 2.000 jenazah yang disingkirkan setelah pembantaian itu menurut sumber-sumber resmi dan Palang Merah dan “perkiraan yang kasar sekali” menduga 1.000-1.500 korban lainnya yang disingkirkan oleh para Falangis itu sendiri.
Angka keseluruhannya yaitu 3.000-3.500 ini yang sering dikutip oleh orang Palestina.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Pembantaian ini membangkitkan kemarahan di seluruh dunia.
Pada 16 Desember 1982, Sidang Umum PBB mengutuk pembantaian ini dan menyatakannya sebagai suatu tindakan genosida.
Namun lagi-lagi tidak ada tindakan, baik skala nasional maupun internasional.
Hak untuk hidup tanpa diskriminasi bagian dari hak paling mendasar
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Hak untuk hidup (dibaca hak untuk menghargai nyawa sesorang) tanpa diskriminasi (tanpa memandang bangsa dan kewarga-
negaraannya), adalah hak paling mendasar sebagaimana dimuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang memuat setidaknya terdapat 30 Hak Asasi Manusia.
Dalam deklarasi tersebut antara lain memuat, pertama manusia terlahir bebas dan harus diperlakukan dengan cara yang sama. Dan kedua hak tanpa ada Diskriminasi. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan tanpa pembedaan apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran, atau status lainnya.
Dan hak untuk hidup, bukan untuk dibunuh, diperangi, dirampas negerinya, tanah kelahirannya, rumahnya, propertinya , tempat ibadahnya, seperti yang menimpa bangsa dan negara Palestina, yang dirampas tempat sucinya, Masjid Al-Aqsa di Al-Quds, dan merampas Yerussalem untuk dijadikan Ibukota penjajah Israel.
Harga nyawa dalam Islam
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
#1 Membunuh satu nyawa seperti membunuh seluruhnya
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin sangat menghargai nyawa manusia. Petunjuk Al Quran dan Hadits Rasulullah menunjukkan hal itu.
Membunuh satu nyawa seperti membunuh semua nyawa seluruhnya dan sebaliknya memelihara satu nyawa berati memlihara nyawa seluruhnya.
Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 32.
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi” (Al-Maidah 32).
#2 Wasiat Rasulullah pada Haji Wada
“Saya wasiati kamu wahai hamba-hamba Allah supaya takut kepada Allah serta menganjurkan kamu supaya mentaati Nya. Saya mulai pembicaraan saya ini dengan yang baik. Hai sekalian manusia, adapun darah, dan harta kamu haram (terpelihara) sehingga kamu menemui Tuhan kamu seperti kehormatan hari ini dan seperti kehormatan bulan ini” (Bukhari-Muslim).
#3 Nyawa perkara yang pertama kali diputuskan
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Perkara yang pertama kali akan diputuskan (dihisab) di antara manusia pada Hari Kiamat adalah masalah darah (pembunuhan).” (Muttafaqun ‘alaih)
#4 Nyawa lebih berharga daripada hancurnya dunia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Dosa membunuh seorang mukmin lebih besar daripada hancurnya dunia.” (HR. An-Nasa’i)
“Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.” (HR. An-Nasa’i dan At-Tirmidzi)
Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits bahwa darah seorang muslim di mata Allah Ta’ala jauh lebih mulia daripada Ka’bah.
Semoga diskriminasi perlakuan AS dan Israel terhadap nyawa bangsa Palestina dan bangsa-bangsa lainnya di dunia segera dihentikan.
Peace in Palestina, peace in the world. (A/RS5/R2)
Mi’raj News Agency (MINA)