Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hidup Untuk Berkarya Yang Terbaik

Ali Farkhan Tsani - Selasa, 15 Agustus 2023 - 20:49 WIB

Selasa, 15 Agustus 2023 - 20:49 WIB

99 Views

Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Betapa luas kerajaan Allah di segala lapisan langit dan di bumi. Demikian pula betapa tak terbatasnya kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya, semua makhluk-Nya, tak terkecuali. Nikmat-Nya tak terhitung dan tidak pernah bertepi.

Tersebut di dalam kalam ilahi :

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah. Niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya”. (QS An-Nahl [16]: 18).

Sebagai wujud syukur kepada-Nya, marilah kita jaga, pelihara dan tingkatkan iman dan takwa dalam kehidupan kita. Sebagaimana Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS Ali Imran [3]: 102).

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Ayat ini menyerukan kepada orang-orang beriman agar bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dengan memenuhi segala kewajiban takwa.

Takwa dalam arti secara umum :

امْتِثَالُ أَوَامِرِ اللهِ وَاجْتِنَابُ نَوَاهِيْهِ

Artinya: “Yakni melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya”.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Ibnu Murdawaih meriwayatkan hadits dari jalur Abdullah bin Mas’ud yang menyebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membaca firman Allah: “bertakwalah kalian kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya” (QS Ali Imran: 102). Lalu beliau bersabda tentang takwa yaitu :

أنْ يُطاعَ فَلا يُعْصى، ويُذْكَرَ فَلا يُنْسى، ويُشْكَرَ فَلا يُكْفَرَ

Artinya: “Allah itu untuk dipatuhi dan tidak untuk dilanggar, untuk diingat dan tidak untuk dilupakan, untuk disyukuri dan tidak untuk diingkari”.

Hal ini menunjukkan, bukti ketakwaan kepada Allah adalah menaati Allah dengan tidak mendurhakai-Nya, mengingat Allah dengan tidak melupakan-Nya, serta mensyukuri nikmat Allah dengan tidak mengingkarinya, sampai batas akhir kemampuan, sampai mati menghadap Allah dalam keadaan Muslim, berserah diri kepada Allah dengan tetap memeluk agama yang diridhai-Nya yaitu agama Islam.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Karena tidak seorang pun mengetahui kapan datangnya kematian, maka kita sebagai orang beriman harus terus berusaha sekuat tenaga untuk selalu berada di jalan Allah.

Allah menegaskan di dalam ayat lain:

فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang-siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS At-Taghabun [64]: 16).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Melalui ayat ini, Allah memerintahkan agar manusia yang mempunyai harta, anak, dan istri, bertakwa kepada Allah dengan sekuat tenaga dan semaksimal kemampuan, bukan asal-asalan, bukan semaunya.

Dengan takwa itulah, Allah akan memberikan kita jalan keluar dari setiap problematika, serta dengan takwa itu pula Allah akan berikan kita berbagai kemudahan dalam segala urusan kita. Dengan iman dan takwa itu pulalah, apabila kita istiqamah menjalankannya, Allah akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi.

Penerus kepemimpinan Islam, Umar bin Abdul Aziz pun selalu memberikan wasiat takwa ini kepada staf dan makmumnya. Pesannya, “Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah di tempat mana saja Engkau berada. Sesungguhnya takwa kepada Allah adalah persiapan yang paling baik, program yang paling sempurna, dan kekuatan yang paling dahsyat.”

Manakala kita jauh dari takwa, jauh dari perintah dan peringatan Allah. Maka, justru kita akan semakin jauh dari keberkahan, kehidupan dan penghidupan yang kita kejar-kejar justru malah tak kesampaian. Sebab sibuk dunia lupa akhirat, sibuk mencari harta lalai berjuang, dan sibuk dengan urusan keluarga mengabaikan amanah-amanah Allah.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:

 وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (124) قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا (125) قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى (126)

Artinya : “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman, “Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (QS Thaha [20] : 124-126).

Selanjutnya, kita menjalani hidup yang mulia dengan mewujudkan takwa kepada Allah, sebagaimana firman-Nya :

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat [49]: 13).

Karunia umur panjang pun demikian akan berguna manakala digunakan untuk takwa. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan kita dalam sabdanya :

خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik perbuatannya”. (HR At-Tirmidzi).

Begitulah, hidup senantiasa di dalam kebaikan, gemar beramal shalih, berlomba dalam kebajikan, memberikan yang terbaik itulah yang seharusnya kita camkan di dalam dada iman kita masing-masing seiring pertambahan usia.

Sebagaimana dengan kasih sayang-Nya, Allah meminta kita untuk giat berlomba dalam kebaikan, melalui untaian ayat-ayat suci-Nya :

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Artinya : “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Baqarah [2]: 148).

Pada ayat lain dikatakan :

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

Artinya: “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” (QS Fathir : 32).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

Pada ayat ini disebutkan tiga golongan manusia dalam beramal, yaitu  golongan yang mendzalimi dirinya sendiri, mereka yang pertengahan, dan mereka yang berlomba dalam kebaikan dengan izin Allah.

Di dalam Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah diuraikan, Allah mewariskan Kitab Al-Quran yang paling mulia bagi hamba yang terpilih. Sebagian mereka mendzalimi diri mereka sendiri dengan mencampur antara amal shalih dengan amal keburukan. Sebagian lain menjadi orang yang pertengahan, dengan mencukupkan diri dengan meninggalkan hal haram dan menjalankan hal wajib. Dan sebagian lainnya menjadi orang yang berlomba-lomba untuk meraih kebaikan; mereka adalah orang-orang memiliki semangat tinggi, jiwa yang damai, dan ruh yang selalu rindu kepada keutamaan; sungguh itu merupakan karunia yang besar dan kemuliaan yang agung.

Begitulah, hakikatnya kita adalah manusia-manusia Muslim prestatif dalam urusan dunia dan akhirat. Allah menegaskan di dalam ayat-Nya:

 الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia (Allah) menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia (Allah) Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (QS Al-Mulk [6] : 2).

Pada ayat ini Allah menyebut bahwa prestasi hidup dilihat bukan dengan yang paling banyak amalnya. Akan tetapi yang paling baik amalnya.

Para ulama menjelaskan, makna paling baik amalnya, adalah mereka yang beramal dengan paling benar dan paling ikhlas (ashwabahu wa akhlashahu).

Imam Fudlail bin ’Iyadl mengatakan, yang dimaksud dengan ”ahsanu ’amalan” adalah ”yang paling ikhlash dan yang paling benar”.  Perbuatan tidak akan diterima hingga amal itu ikhlash dan benar. Ikhlash adalah jika amal itu ditujukan hanya untuk Allah, sedangkan benar adalah jika amal itu sesuai dengan sunnah”.

Dari penjelasan ayat di atas dipahami bahwa dengan menciptakan kehidupan itu, Allah memberi kesempatan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia akan mengikuti hawa nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk Allah sebagai penguasa alam semesta ini.

Berdasarkan ujian itu pulalah ditetapkan derajat dan martabat seseorang manusia di sisi Allah. Semakin kuat iman seseorang, semakin banyak amal saleh yang dikerjakannya dan semakin patuh pada peraturan Allah, semakin tinggi pulalah derajatnya di sisi Allah.

Begitulah, amal-amal terbaik adalah amal-amal shalih, yang dikerjakan dengan hanya mengharap ridha dan perjumpaan dengan Allah. Seperti dalam firman-Nya:

فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلاً۬ صَـٰلِحً۬ا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا

Artinya: “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia melakukan amal shalih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabb-nya dengan sesuatu apapun”. (QS Al-Kahfi [18]: 110).

Dengan senantiasa beramal shalih, amal yang benar lagi ikhlas, kita berharap akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya umur kita. Dan kita selalu berprinsip, hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini.

Maka, menjadi waktu terbaik untuk selalu introspeksi diri atas segala amal yang telah kita kerjakan, agar selalu semakin lebih baik. Karunia hidup sebelum mati, waktu yang tak bisa diputar lagi ke belakang, adalah sesuatu yang sangat berharga bagi kita seorang Muslim. Bahkan lebih berharga daripada harta dunia yang kita miliki. Karena harta dunia apabila hilang maka masih bisa kita cari. Sementara waktu, umur, hidup, apabila telah berlalu tidak mungkin untuk kembali lagi. Sehingga tidak ada yang tersisa dari waktu yang telah lewat kecuali apa yang telah dicatat oleh malaikat. Baik buruk, besar kecil, semua tercatat sebagai amal kita.

Maka sungguh betapa ruginya orang yang tidak memanfaatkan waktunya untuk selalu menambah amal kebajikan, apalagi jika kemudian malah dipenuhi dengan kemaksiatan demi kemaksiatan. Meskipun kehidupannya serba tercukupi dan serba ada, tapi apalah artinya kalau semua itu hanya akan berakhir dengan menerima siksaan api neraka di hari akhir.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan kita di dalam ayat-Nya:

أَفَرَءَيْتَ إِن مَّتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ . ثُمَّ جَآءَهُم مَّاكَانُوا يُوعَدُونَ . مَّآ أَغْنَى عَنْهُم مَّاكَانُوا يُمَتَّعُونَ

Artinya: “Maka tentunya engkau tahu, jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun. Kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.” (Q.S. Asy-Syu’ara [26]: 205-207).

Karena itu, marilah kita jadikan hidup ini penuh dengan prestasi-prestasi kebaikan di sisi Allah.Terlebih jika itu menyangkut juang umat, tarbiyah, dakwah dan jihad. Maka marilah kita koreksi diri kita, sudahkah kita berkontribusi lebih maksimal lagi, berprestasi lebih optimal lagi, sesuai apa yang Allah karuniakan kepada kita. Sebab semua akan ada pertanyaan dan pertanggungjawabannya atas apa-apa yang kita miliki.

Harta, ilmu, fasilitas, makanan, kendaraan dan semua yang kita akui sebagai milik kita, akan ada konsekwensinya di hadapan Allah. Dan Allah tidak menulis apa-apa yang kita hayalkan, ingin ini ingin begitu, tetapi wujud nyata amal sholehnya. Itulah hakikat amal kita.

Imam Hasan Al-Bashri menyimpulkan bahwa iman itu bukanlah khayalan dan angan-angan. Tapi iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan. Demikian halnya kita dalam bekerja, beramal, beraktivitas, beribadah, dan berkegiatan lainnya, hendaknya menghasilkan karya-karya terbaik. Karya terbaik hanya akan dihasilkan dengan usaha maksimal, kesungguhan, fokus, konsentrasi tinggi, ketelitian dan ketawakkalan kepada Allah.

Apalagi kaum Muslimin diharapkan menjadi generasi terbaik, terbaik amalnya, terbaik kerjanya, terbaik ibadahnya, yang diperuntukkan untuk kemaslahatan manusia. Kelak manusia banyak pun akan melihat hal-hal terbaik yang kita lakukan sebagai prestasi hidup ini.

Betapa kaum Muslimin mengetahui hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, karena jasa karya terbaik dari usaha Imam Bukhari, Imam Muslim dan periwayat-periwayat  hadits lainnya, dengan izin Allah tentunya. Al-Aqsha dapat dibebaskan pada masa Khalifah Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi, bukanlah gratis serta merta, tetapi melalui usaha-usaha luar biasa, bukan pekerjaan biasa oleh orang biasa.

Kalau kita ingin kembali menduduki posisi sebagai umat terbaik, maka layaklah kita melakukan hal-hal luar biasa, amal-amal luar biasa, ibadah, kerja, karya yang luar biasa, dalam arti semaksimal mungkin, seoptimal mungkin.

Allah mengingatkan generasi umat terbaik di dalam ayat:

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنڪَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ‌ۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَكَانَ خَيۡرً۬ا لَّهُم‌ۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَڪۡثَرُهُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ

Artinya: “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran [3]: 110).

Karena itu, apa-apa yang kita lakukan dengan menghasilkan karya-karya terbaik, akan dilihat (diberi pahala) oleh Allah, dilihat oleh Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Karena Rasul dan orang-orang beriman pun bekerja, beramal, beribadah dengan melakukan yang terbaik. Aamiin. (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
MINA Preneur
Indonesia
Kolom