Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berhijrah dari Makkah ke Madinah, pada abad ke-7 M, terdapat tiga kabilah (suku) besar Yahudi di sana. Kabilah-kabilah besar tersebut yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.
Ketiga kabilah ini terikat perjanjian damai dengan kaum Muslimin di Madinah, pimpinan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Di dalam Kitab Tarikh Ibnu Hisyam dikisahkan, suatu hari, ada seorang Muslimah yang datang ke Pasar Bani Qainuqa’.
Ia hendak melakukan transaksi jual beli dengan salah satu pedagang Yahudi. Yahudi tersebut meminta Muslimah itu membuka hijabnya (cadarnya), karena ingin melihat wajahnya. Tentu saja Muslimah itu menolak gangguan yang hendak dilakukan Yahudi itu.
Baca Juga: Muslimah di Era Global: Menjaga Identitas Islam
Tanpa sepengetahuan Muslimah itu, datanglah seorang Yahudi lainnya, menghampirinya, dan mengikat ujung kerudungnya. Sehingga ketika Muslimah tersebut berdiri, maka tersingkaplah auratnya.
Orang-orang Yahudi di sekitarnya pun tertawa. Muslimah ini pun berteriak, lalu datanglah seorang sahabat Muslim membelanya.
Terjadilah perkelahian antara Muslim dan Yahudi, dan terbunuhlah Yahudi yang mengganggu Muslimah tadi.
Melihat hal itu, orang-orang Yahudi tidak tinggal diam. Mereka mengeroyok sahabat Muslim tadi hingga ia pun terbunuh.
Baca Juga: Muslimah Produktif: Rahasia Mengelola Waktu di Era Digital
Sampailah kejadian tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tentang adanya pelanggaran yang sangat besar, yaitu gangguan orang Yahudi yang bermaksud membuka aurat Muslimah. Ditambah terbunuhnya seorang sahabat yang dikeroyok beberapa orang Yahudi, karena sahabat tadi berusaha membela Muslimah.
Demi mendegar informasi tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun segera mengumpulkan para sahabatnya dan mempersiapkan pasukan perangnya.
Abdullah bin Ubay bin Salul, yang kemudian dikenal sebagai tokoh Munafiqun di Madinah, melakukan lobi kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar mengurungkan rencana penyerangan terhadap kaum Yahudi Bani Qainuqa’. Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak memperdulikan saran Abdullah bin Ubay.
Padahal Bani Qainuqa’ saat itu merupakan salah satu suku Yahudi terkuat, dengan memiliki persenjataan, pasukan, benteng, dan kemampuan militer yang mumpuni.
Baca Juga: Ibu Rumah Tangga Bahagia: Kunci Kesuksesan Muslimah di Rumah
Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat pun tetap menghadapinya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan bendera perang kepada Hamzah bin Abdul Muthalib, sahabat yang dikenal dengan “Asadullah” (Singa Allah).
Pasukan kaum Muslimin pun menuju Bani Qainuqa. Ketika melihat pasukan kaum Muslimin, orang-orang Yahudi segera berlindung di balik benteng mereka. Ini adalah perang pertama terhadap kaum Yahudi yang melanggar janji.
Kaum Muslimin pun melakukan pengepungan terhadap benteng Bani Qainuqa’, dimulai pada pertengahan bulan Syawal, tahun 2 H, dan berakhir pada tanggal 1 Dzul Qa’dah tahun yang sama.
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
Pengepungan yang kemudian dikenal sebagai Perang Bani Qainuqa’ berlangsung selama dua pekan. Pengepungan pun berakhir ketika Bani Qainuqa’ menyerah dan tunduk kepada putusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Fathul Bari Syarah Sahih Al-Bukhari, bahwa orang Yahudi Bani Qainuqa’-lah yang pertama kali melanggar perjanjian, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerangi mereka.
Begitulah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memobilisasi pasukan kaum Muslimin untuk membela seorang Muslimah yang dipaksa membuka hijabnya, dan membela darah seorang sahabat Muslim yang tertumpah.
Begitu besarnya arti kehormatan (muru’ah) seorang Muslimah berhijab dan harga darah seorang Muslim bagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun memutuskan vonis hukuman mati bagi orang-orang Yahudi yang terlibat dalam peristiwa di pasar tersebut. Putusan ini merupakan balasan atas perlakuan mereka mengganggu kehormatan Muslimah dan menumpahkan darah umat Islam.
Akhirnya, Bani Qainuqa menyerah dan ketakutan pun melanda di kalangan mereka. Lalu mereka menyerahkan keputusannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Abdullah bin Ubay bin Salul dengan gaya kemunafikannya kembali memberikan saran kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam agar tidak membunuh orang-orang Yahudi. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akhirnya memutuskan untuk mengusir Yahudi Bani Qainuqa’ dari kota Madinah, agar tidak tinggal berdampingan dengan kaum Muslimin.
Namun untuk tetap menunjukkan ketegasan dalam masalah ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memberikan vonis hukuman mati kepada tokoh Yahudi berpengaruh bernama Ka’ab bin Al’Asyraf.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Dia adalah orang Yahudi yang paling dengki terhadap Islam dan kaum Muslimin, dan secara terang-terangan sering menyakiti kaum Muslimin.
Hal ini semakin menambah kegentaran orang-orang Yahudi bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak segan-segan mengambil tindakan tegas jika ada yang bertindak sewenang-wenang terhadap kaum Muslimin.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun mengusir Yahudi Bani Qainuqa’ dari keberadaannya di Kota Madinah, dan tidak bertetangga dengan kaum Muslimin. Yahudi Bani Qainuqa’ pun pergi ke daerah Adhraat di wilayah Syam.
Selain itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menghancurkan benteng Yahudi Bani Qainuqa’, dan hanya mereka yang menyatakan Islam yang boleh menetap di Madinah. []
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
(sumber: Kisah Muslim dan berbagai sumber)
Mi’raj News Agency (MINA)