HIJABMU adalah perisai. Ia menjaga auratmu, menutupi keindahan yang Allah hanya izinkan untuk yang halal bagimu. Tapi di balik hijab itu, ada hati yang lebih penting untuk dijaga. Karena sering kali, hijab menutup rambut, namun lalai menutup pandangan, menjaga perkataan, dan mengendalikan perasaan. Padahal syariat tak hanya melingkar di kepala, tapi harus meresap dalam jiwa.
Banyak wanita telah berjilbab, tapi hatinya dibiarkan terbuka tanpa penjagaan. Bukan aurat saja yang bisa diserang syahwat, tapi hati pun bisa diserbu cinta semu, perhatian palsu, dan pengakuan yang menipu. Sering kali kita mengira sudah cukup karena telah menutup tubuh, padahal nafsu masih bebas berkeliaran di dalam dada. Allah memerintahkan menundukkan pandangan, bukan sekadar menundukkan kain. Karena setan tidak selalu menyerang dari luar; terkadang ia berbisik lembut dalam batin yang lengah.
Hijab adalah simbol ketaatan, bukan semata budaya atau tren fashion. Ia menuntut tanggung jawab, bukan hanya penampilan. Maka betapa menyedihkan jika hijab hanya dijadikan pelindung kulit, tapi bukan penjaga hati. Apalah arti jilbabmu jika lisan masih tajam menyakiti, pandangan masih liar menilai, dan hati masih suka mendua antara Allah dan dunia? Hijab bukan topeng kesalehan, tapi awal dari perjalanan menuju taqwa yang hakiki.
Wahai saudariku, jagalah hijabmu, tapi lebih dari itu jagalah hatimu. Karena hatimu adalah pusat keputusan, tempat bersarangnya niat dan harapan. Jika hijabmu putih tapi hatimu hitam karena iri, sombong, dan dendam, maka cahaya Islam belum benar-benar menyala dalam hidupmu. Jangan sampai hijabmu menipu dunia bahwa engkau salehah, padahal engkau masih mengagumi laki-laki asing di layar kecilmu setiap malam.
Baca Juga: Resolusi Tahun Baru Hijriyah Untuk Muslimah: Bulan Muharram untuk Berbenah
Tak ada salahnya ingin tampil cantik, tapi pastikan cantikmu bukan untuk mata-mata yang tidak halal. Tersenyumlah, tapi jangan sampai senyummu menjadi fitnah bagi hati lelaki. Berbuat baiklah, tapi jangan jadikan kebaikanmu alat untuk mencari perhatian. Ingatlah, yang Allah perintahkan adalah menjaga diri, bukan menjual pesona tersembunyi. Hijab seharusnya menyelamatkanmu, bukan justru membuka pintu godaan baru.
Banyak wanita berhijab, namun jiwanya kosong, merasa sendiri, merasa tidak cukup, merasa ingin disayangi selain oleh Allah. Lalu muncullah celah dalam hati untuk mencari cinta yang salah. Mulai dari chatting yang tidak penting, senyum yang sengaja diberikan, perhatian yang sengaja dicari. Wahai saudariku, jangan jadikan hijab sebagai jaring, tapi jadikan ia benteng. Jangan biarkan hijabmu hanya membungkus tubuh, tapi tak menuntun langkahmu ke surga.
Hijab adalah awal perjuangan, bukan akhir perjalanan. Ia bukan bukti bahwa kau sudah baik, tapi tekad bahwa kau ingin terus memperbaiki diri. Maka jangan berhenti di situ. Teruskan dengan menjaga lisanmu, tingkah lakumu, dan terutama hatimu. Jangan biarkan hati jatuh cinta kepada siapa pun sebelum hatimu dipenuhi cinta kepada Allah. Karena jika Allah telah mengisi hatimu, maka cinta manusia pun akan datang di jalan yang benar.
Jangan buru-buru jatuh cinta, apalagi kepada yang belum halal. Karena cinta yang belum waktunya sering kali hanya luka yang ditunda. Hati wanita sangat lembut, tapi juga sangat mudah terluka. Maka lindungilah hatimu, jangan biarkan ia jatuh dan pecah karena cinta yang tak pernah ditujukan untuk menjadi milikmu. Allah lebih tahu siapa yang pantas menggenggam tanganmu, dan itu akan datang dengan cara-Nya, bukan dengan rayuan murahan atau janji-janji semu.
Baca Juga: 9 Kiat Efektif untuk Orang Tua dalam Menyambut Tahun Ajaran Baru
Jika hatimu sedang merasa sendiri, jangan lari ke pelukan manusia. Lari dan sujudlah kepada Allah, yang paling tahu kesedihanmu, paling peduli akan tangismu, dan tak pernah bosan mendengarmu bercerita. Dia yang tak pernah menginginkan tubuhmu, tapi sangat rindu akan hatimu. Dia yang tak menuntutmu cantik, tapi ingin hatimu bersih dan penuh cinta kepada-Nya. Hijabmu telah menyelamatkanmu dari pandangan dunia, kini saatnya hatimu diselamatkan dari jebakan dunia.
Wahai muslimah muda, engkau bukan wanita sembarangan. Engkau adalah mutiara, bukan batu kerikil. Engkau dilahirkan untuk menjaga izzahmu, bukan menjual senyummu. Jangan biarkan dunia mengatur bagaimana kau harus terlihat. Biarlah Allah yang membentuk siapa dirimu, karena hanya kepada-Nya engkau akan kembali. Jangan pernah merasa minder dengan hijabmu, karena justru di situlah letak kemuliaanmu.
Dunia mungkin menawarkan banyak jalan pintas: menjadi cantik agar viral, bersolek agar terkenal, dan berpenampilan menarik agar dicintai. Tapi ketahuilah, itu semua fatamorgana. Cinta yang sejati hanya datang pada hati yang dijaga. Popularitas akan pudar, kecantikan akan layu, tapi taqwa akan tetap hidup hingga ke liang kubur. Maka jagalah hijabmu, perkuat imanmu, dan peliharalah hatimu.
Allah tidak hanya menilai penampilan, tapi keikhlasan yang tersembunyi di dalam dada. Maka jangan cukupkan hijab hanya di kepala. Taruh juga hijab di matamu, di telingamu, di lisanmu, dan di hatimu. Jadikan seluruh dirimu sebagai penjaga marwah Islam. Banggalah menjadi muslimah, bukan karena pujian orang, tapi karena engkau dicintai oleh Tuhan seluruh alam.
Baca Juga: Tak Akan Kutukar Iffahku dengan Like dan Followers!
Wahai wanita, jadilah indah karena iman, bukan karena make-up dan fashion. Jadilah kuat karena dzikir, bukan karena perhatian laki-laki asing. Jadilah mulia karena hijab yang lahir dari ketaatan, bukan hijab yang dipakai hanya saat ada acara keagamaan. Jadilah wanita sejati, yang jika dunia menawarinya popularitas, ia akan memilih kesederhanaan di bawah naungan ridha Allah.
Sungguh, hijabmu bisa menjadi pembuka jalan surga jika engkau menjaga hati bersamanya. Tapi jika hatimu rusak, maka hijab pun tak akan mampu melindungimu dari murka Allah. Maka jagalah hatimu, wahai saudariku. Karena jika hatimu bersih, maka seluruh hidupmu akan bersinar. Dan jika hijabmu bersanding dengan hati yang taat, maka engkau adalah wanita yang paling indah di mata Allah.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jejak Iman dalam Rumah Tangga: Belajar dari Keluarga Hajar dan Sarah di Hari Raya Qurban