Oleh: Rahmad Balia, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Aceh merupakan salah satu daerah yang mempunyai ragam kebudayaan, adat istiadat, dan syariat Islam. Berbicara tentang Aceh, banyak hal yang harus kita tahu, karena Aceh ini menyimpan begitu banyak sejarah dan kejadian yang begitu besar dari dulu hingga sekarang.
Aceh ini dikenal juga dengan negeri seribu satu hikayat. Begitulah slogan yang melekat pada Provinsi Aceh. Karena memang Aceh banyak menyimpan kisah lama, kisah tragis akan perjuangan dalam mempertahankan tanah endatu kisah penuh nestapa, suka, duka hingga kisah kegemilangan akan pencapaian kerajaan-kerajaan yang memerintah Aceh dahulu sehingga banyak ulama besar di Aceh melahirkan hikayat-hikayat, di antaranya hikayat Prang Sabi.
Hikayat Prang Sabi dikarang oleh seorang ulama besar yaitu Tgk Chik Pante Kulu. Ini merupakan sebuah syair kepahlawanan yang membentuk suatu irama dan nada yang sangat heroik yang bisa membangkitkan semangat para pejuang Aceh melawan penjajahan Belanda.
Baca Juga: [WAWANCARA EKSKLUSIF] Ketua Pusat Kebudayaan Al-Quds Apresiasi Bulan Solidaritas Palestina
Hikayat ini dulu sering diperdengarkan kepada telinga anak-anak Aceh, baik itu laki-laki maupun perempuan. Apa itu tua muda atau bahkan besar atau kecil.
Namun kini kenyataannya lain di generasi muda sekarang. Generasi muda sekarang tidak banyak yang tahu tentang sejarah Aceh apalagi tentang hikayat Prang Sabi tersebut, bahkan jarang didengar oleh generasi sekarang. Padahal generasi sekarang adalah tombak yang harus menjadi penerus para syuhada bukannya hanya berangan dalam mimpi saja.
Padahal sejarah telah membuktikan bahwa hikayat tersebut merupakan hikayat yang sangat ditakuti oleh bangsa penjajah saat itu dan merupakan momok yang menakutkan bagi kafir penjajah.
Sebaliknya, ketika hikayat Prang Sabi itu bergema di telinga rakyat Aceh, bahkan itu menjadi motivasi dan semangat juang bagi rakyat Aceh dalam melawan musuh, kezaliman dan juga ketika mendengar hikayat tersebut seolah-olah tidak takut lagi untuk mati. Karena pengaruh hikayat ini mampu membangkitkan semangat jihad siapa saja yang membaca ataupun mendengarnya untuk terjun ke medan perang.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Melawan tidak selalu berarti harus mengangkat senjata, setidaknya itu yang dilakukan oleh Teungku Chik Pante Kulu, di Palembang ada Sultan Mahmud Badruddin. beliau dikenal banyak memimpin pertempuran melawan penjajah. Dan ini bukan soal bagaimana cara mereka berjuang akan tetapi bagaimana kita bisa mengenang mereka, karena pada hakikatnya seseorang itu akan mati ketika mereka dilupakan.
Ini adalah hikayat yang hebat yang telah dilupakan dan tidak ada yang melestarikan :
Subhanallah wahdahu wabi hamdihi
Khalikul badri wa laili adza wa jalla
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Ulon peujoe Poe sidroe Poe syukoer keu rabbi ya aini
Keu kamoe neubri beu suci Aceh mulia…
Tajak prang meusoh beureuntoh dum sitre nabi
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Soe Yang meu ungkhi ke rabbi keu poe yang esa
Lindoeng gata seugala nyang mujahidin mursalin
jeut-jeut mukim ikeulim aceh mulia…
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Nyang meubahgia seujahtera syahid dalam prang
Allah bri pulang dendayang budiadari
Meusoe hantem prang ciet malang
ceulaka tuboeh rugoe roh
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Syuruga tan roeh rugoe roh bala neuraka…
Meu soe nyang tem prang cit meunang meutuwah teuboh
Syuruga pieht roeh nyang leusoeh neubri keugata
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Hoe kasiwa-sirawa syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap rijang peutamo´ng syuruga tinggi..
Budiyadari meuriti di dong dji pandang
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dipreh cut abang jak meucang dalam prang sabi
Hoe ka judo teungku ee syahid dalam prang dan seunang
Dji peurap rijang peutamong syuruga tinggi…
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Ini merupakan hikayat yang pernah menjadi sejuta rencong bagi rakyat Aceh saat itu, pada saat melawan penjajahan Belanda, namun kini beliau terkubur bersama mahakaryanya hikayat Prang Sabi.
Sederhana, tidak ada tanda-tanda keistimewaan di tempat beliau disemayamkan, sepi tiada yang peduli, mungkin seperti hikayatnya yang usang di makan waktu. Siapa yang harus disalahkan? Dan siapa yang harus bertanggung jawab? Tentu kita semua yang bertanggung jawab. (R05/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang