Oleh Dudin Sobarudin, MA (Ketua SQABM Lampung)
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم تسليمًا كثيرًا ….
أصيكم ونفسي الخاطئة المذنبة بتقوى الله إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون
و لله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا …
Sidang Jumat yang berbahagia,
Sesungguhnya segala puji itu milik Allah, kepada-Nya kita memuji, kepada-Nya kita memohon pertolongan, kepada-Nya kita memohon ampunan atas segala dosa dan noda, karena setiap kita tidak ada yang terlepas dari kekeliruan, kesalahan, yang kecil atau pun yang besar, yang terasa atau tidak, yang tersembunyi atau terang-terangan.
Kepada-Nya kita berlindung dari semua keburukan jiwa ini, dari kejelekan amal perbuatan. Siapa yang diberikan Allah hidayah, maka tidak ada seorang pun yang mampu menyesatkannya. Sebaliknya, siapa yang disesatkan Allah, maka tiada seorang manusia pun yang dapat memberinya petunjuk.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Kewajiban dan Hak dalam Pandangan Islam
Kita bersaksi bahwa tiada yang tuhan berhak disembah kecuali Allah semata dan Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya.
Sholawat dan salam semoga tercurah kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta umatnya sampai hari akhirat.
Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,
Khatib berwasiat kepada diri, keluarga dan hadirin sekalian untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah, dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menggapai Syahid di Jalan Allah Ta’ala
Imam Ali karramallah wajhah mendefinisikan taqwa sebagai berikut,
الخوف برب الجليل, والعمل بالتنزيل , والإستعداد بيوم الرحيل , والرضاء بالقليل,
Pertama, takut oleh Rabb Al-Jalil. Takut terhadap segala ancaman siksaan Allah bagi siapa yang mengingkari akan segala perintah-Nya, yang terjerumus terhadap segala larangan-Nya.
Kedua, beramal dengan yang Allah telah turunkan, yaitu al-Quran, yang tentu sebelumnya mempelajarinya, mengingtnya, menghafalnya memahami dan terus mengamalkannya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
Ketiga, siap untuk menghadapi hari perpindahan abadi (akherat), siap dengan segala konsekwuensinya dimana selama manusia hidup di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban seluruh aktifitas kehidupannya, dari urusan sekecil-kecilnya sampai yang sebesarnya. Siap dengan segala bekal yang telah dipersiapkan selama kehidupannya karena dalam kehidupan sementara ini diibaratkan seorang perantau yang satu saat akan kembali ke kampung halamnnya. Bekal apa yang telah dipersiapkannya selama dalam kehidupannya. Maka berbahagialah orang yang dapat membawa bekal yang cukup dan bekal yang sebenarnya. Sebaik-baiknya bekal adalah Taqwa.
Keempat, ridha dengan yang sedikit. Karunia Allah yang tidak terhitung jumlahnya, walaupun demikian termasuk kenikmatan yang sedikit dibanding dengan nikmat Allah yang nilainya lebih besar.
Hadirin sidang Jumat yang berbahagia,
Umat Islam telah menunaikan Ibadah Haji dimulai dengan hari Tarwiyah dengan mabit di Mina kemudian ke padang Arafah dan seterusnya melempar Jumrah dan Thawaf Ifadah.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Berbahagialah yang tahun ini mereka mendapat panggilan Ilahi menunaikan ibadah haji. Betapa susahnya secara dzahiriah keberangkatan ke sana. Ada yang memiliki kekayaan tapi terkadang Allah uji dengan kesehatannya. Ada yang betul-betul menghendaki kepergiannya ke sana dengan kesehatan badan yang prima, muda, tapi bahkan tidak mencukupi finansialnya.
Saat keuangan dan kesehatan sudah saling melengkapi secara sempurna, terbentur pula dengan kuota karena setiap negara keberangkatnnya ke Tanah Suci dibatasi. Setiap negara 1% dari jumlah penduduk. Sekiranya kita ada uang yang cukup, badan sehat, keinginan sangat kuat itu semua tidak cukup, sebab kita harus menunggu kuota.
Untuk daerah Provinsi Lampung saja misalnya, terpaksa harus menunggu selama 16 tahun sekiranya daftar sekarang, dan yang paling lama adalah Sulawesi Selatan harus menunggu 41 tahun; mulai dari pendaftaran. Keseluruhan calon haji seluruh Indonesia sampai saat ini mencapai 4jt.300rb, ini yang sudah booking seat untuk antrian. Dan tahun ini alhamdulillah dari Indonesi selalu mendapat urutan pertama dengan jamaah haji sebanyak 212,732 orang yang regular.
Semoga mereka semua dapat kemudahan untuk menunaikan ibdah atau manasik haji sesuai dengan contoh Nabi SAW sehingga kesemuanya mendapat titel Haji Mabrur, sebab Haji Mabrur balasannya adalah surga.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Haji bisa mewarani bangsa Indonesia, dimana saat di Makkah para jamaah dari Indonesia itu begitu tawadhunya, rendah hati dengan segala kepatuhan, selalu pergi ke masjid berjamaah, beritikaf. Dengan kata lain para jamaah itu merupakan duta-duta rakyat Indonesia yang tentu setalah selesai ibadah hajinya akan kembali ke tanah air dengan membawa pengaruh positif yang dapat diaplikasikan di kampungnya masing-masing.
Empat Hikmah
Setidaknya ada beberapa hikmah dari perjalanan ibadah haji itu sendiri antara lain sebagai berikut.
Pertama, napak tilas perjalanan Nabiyullah Ibrahim AS. Kisah yang sangat menarik karena haji pada dasarnya adalah diawali dengan perjalanan Nabi Ibrahim AS yang penuh dengan ujian yang tidak sedikit. Bagaimna tugas kenabian Ibrahim terus berjalan walaupun tugas dan amanat itu sangan berat. Ia rela meninggalkan sang istri tercinta karena misinya harus menyampaikan risalah kenabian.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Ia rela meninggalkan Siti Hajar untuk bertandang ke tempat yang jauh. Ditinggalkannya Bunda Hajar itu sebatang kara, di tanah yang kering kerontang di Makkah. Kesabaran Siti Hajar yang ditinggalkan itu membawa hikmah dengan keluarnya pancuran air yang kini telah diminum oleh jutaan umat tanpa ada cerita kekeringan. Itulah Air Zamzam.
Tidak hanya itu, Ibrahim AS juga mempunyai seorang anak bernama Ismail AS. Nabi Ibrahim pun mendapat tugas yang sangat berat untuk menyembelih anak tercinta yang telah dirindukan kehadirannya sekian lama. Allah memberikan isyarat melalui mimpi indahnya untuk menyembelihnya.
Menurut logika dan nafsu, tentu hal itu adalah perbuatan diluar nalar manusia normal. Namun, tugas itu dilaksanakannya. Karena ketaatannya, maka Allah menggantinkan Ismail yang hendak disembelihnya itu dengan seekor kibas. Peristiwa inilah yang kelak menjadi isyarat adanya perintah Qurban.
Kedua, kesamaan hidup. Ternyata, ibadah haji merupakan konsep persamaan manusia tanpa melihat keturunan, wana kulit, kebangsaan dll. Dengan dibungkus oleh kain Ihram berwarna putih semua, maka tidak terlihat siapa yang kaya dan siapa yang miskin, putih atau hitam kulitnya, panjang pendeknya, kecil besarnya. Semua sama dihadapan Allah Ta’ala…..semua sama memakai pakaian Ihram. Hanya taqwa yang mebedakan mereka…. إن أكرمكم عند الله أتقاكم
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Ketiga, nilai kesatuan dan persatuan. Islam, melalui ibadah haji merupakan lambang kesatuan dan persatuan untuk mengukuhkan kekuatan perlu adanya kesepakatan bersama seperti halnya haji. Para hujaj yang datang dari berbagai penjuru dunia, memiliki tujuan sama, ibadah yang sama, menghadap Allah yang sama. Itulah Islam tanpa mebedakan warna kulit, bahasa, kebangsaan, semua sama jika di mereka berkumpul di Makkah. Semua satu di bawah panji tauhid واعتصموا بحبل ااه
Keempat, persaudaraan merupakan konsep yang sangat perinsip dalam Islam dan dalam haji ia merupakan hal sangat kentara bahwa persaudaraan dalam haji sungguh sangat dirasakan oleh seluruh kaum muslimin terutama para hujaj. Bagaimana pergerakan mereka dalam bermanasik, semua mengikuti apa yang dicontohkan bagida Nabi SAW.
Kelima, tidak syak lagi bahwa ekonomi erat kaitannya dengan perjalanan jarak yang sangat jauh, memerlukan keuangan yang tidak sedikit. Oleh karena itu hanya orang terntentu saja yang mampu menunaikan ibadah haji. Walaupun tetap segalanya mutlak dalam kuasa Allah. Ada yang kaya raya, tapi belum tergerak hatinya untuk menunaikan ibadah ini.
Ada yang dzahiriahnya miskin dalam pandangan Allah tapi tiba-tiba berangkat haji dan umrah. Dengan niat yang kukuh mendorong untuk berusaha menabung dan banyak yang berhasil. Ada petani kecil, ada pedagang bubur dan lain sebagainya. Gerakan menabung untuk mengukuhkan ekonomi sangat urgen sekali. Kita baca hikayah seorang petani pergi haji yang hanya menabung 30rb sehari dan tahun ini pergi berhaji. Sebaliknya ada yang berpenghasilan besar, manager, direktur dll, tapi belum mendapat panggilan unutk menunaikan ibadah ini..
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Ibadah haji adalah satu-satunya ibadah yang memerlukan kemampuan, mampu keuangannya, fisiknya dan waktunya.
Bukan itu saja. Bepergian haji juga peluang bagi para pebisnis untuk mengembangkan bisnisnya dengan cara melakukan kerjasama dengan para hujaj yang lain ketika di tanah suci. Allah berfirman,
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
“Tidak ada salahnya kalian mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (QS al-Baqarah: 198)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Yang dimaksud dengan “mencari karunia dari Tuhan” dalam ayat tersebut adalah berdagang. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas bahwa beliau berkata, “Adalah Ukazh, Majinnah, dan Dzul Majaz adalah pasar-pasar (sekitar Makkah) di masa jahiliyyah. Semula orang-orang merasa berdosa jika berdagang ketika musim haji sampai turun ayat ini.”
Semga kita semua tergolong orang yang mendapat panggilan ilahi untuk menunaikan ibadah haji in. Aamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ,
Khutbah Kedua
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an