Oleh Ali Farkhan Tsani, Wartawan MINA (Mi’raj News Agency)
Murah hati atau rendah hati, dalam bahasa Arab disebut dengan tawadhu’, merupakan karakter utama dan mulia dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Karakter indah nan menawan ini Allah puji di dalam ayat:
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Artinya: “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam”. (QS Al-Furqan/25: 63).
Di dalam Tafsir Departemen Agama RI dijelaskan tentang ayat ini, tentang sifat-sifat hamba Allah Yang Maha Pengasih, yakni apabila mereka berjalan, terlihat sikap dan sifat kesederhanaan, mereka jauh dari sifat kesombongan, langkahnya mantap, teratur, dan tidak dibuat-buat dengan maksud menarik perhatian orang atau untuk menunjukkan siapa dia. Itulah sifat dan sikap seorang mukmin bila ia berjalan.
Selanjutnya sifat Muslim yang baik adalah apabila ada orang yang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas atau tidak senonoh terhadap mereka, mereka tidak membalas dengan kata-kata yang serupa. Akan tetapi, mereka menjawab dengan ucapan yang baik, dan mengandung nasihat dan harapan semoga mereka diberi petunjuk oleh Allah.
Demikianlah sikap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bila ia diserang dan dihina dengan kata-kata yang kasar, beliau tetap berlapang dada dan tetap menyantuni orang-orang yang tidak berakhlak itu.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Al-Hasan al-Basri menjelaskan bahwa orang-orang mukmin itu senantiasa berlapang hati, dan tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar. Bila kepada mereka diucapkan kata-kata yang kurang sopan, mereka tidak emosi dan tidak membalas dengan kata-kata yang tidak sopan pula.
Mungkin ada orang yang menganggap bahwa sifat dan sikap seperti itu menunjukkan kelemahan dan tidak tahu harga diri. Namun, justru itulah, setiap mukmin harus mencegah perselisihan dan permusuhan yang berlarut-larut. Salah satu cara yang paling tepat dan ampuh untuk membasminya ialah dengan membalas tindakan yang tidak baik dengan tindakan yang baik. Sehingga diharapkan orang yang melakukan tindakan yang tidak baik itu akan sadar bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang tidak wajar.
Di dalam hadits dikatakan:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Artinya: “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang rendah hati karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Imam At-Tirmidzi di dalam Kitab Syama’ilul Muhammadiyah (Mengenal Pribadi Agung Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) menyebutkan beberapa contoh mulia karakter pemurah hati Nabi.
At-Tirmidzi menyebutnya pada Bab Ketawadhu’an Rasulullah, dengan menguraikan 13 hadits. Di antaranya hadits tentang larangan para sahabatnya memuji dirinya berlebih-lebihan, tentang kesediaan Rasul memenuhi undangan seorang budak, tentang para sahabat yang tidak perlu berdiri saat Nabi datang, bukan para sahabat enggan melakukannya, tetapi Nabi yang tidak suka diperlakukan seperti itu.
Termasuk jika ada sahabatnya yang mengajukan keperluan, maka Nabi pun segera menyibukkan diri memenuhi keperluan tersebut. Nabi senang melakukan itu sebagai bentuk pelayanan terhadap sahabat atau umatnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Juga bagaimana kesaksian isteri Nabi, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, yang mengatakan bahwa Nabi kerapkali membersihkan bajunya, memerah kambingnya dan melayani dirinya sendiri. Nabi tidak hendak merepotkan isterinya, walaupun isterinya bisa saja melakukan itu sebagai kewajibannya melayani suaminya.
Sikap tawadhu’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu, kini diungkap kembali dalam Simposium Ilmiah dan Budaya Memperingati Maulid Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di Kedutaan Besar Mesir di Riyadh, pada Kamis (14/10/2021).
Penulis ternama asal Mesir, Dr. Abu Al-Maati Al-Ramadi dalam sesi simposium itu menekankan kualitas dan keunggulan Nabi dalam sifat rendah hati terhadap sesama.
“Manifestasi rendah hati Nabi, tercermin dari penolakannya untuk dihormati berlebihan oleh para sahabatnya, penolakannya untuk membedakannya dari yang lain. Penolakannya untuk menjadi seorang raja, dan hanya sebagai hamba dan utusan Allah, menunjukkan kerendahan hatinya,” ujar Al-Ramadi.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Bagaimana Nabi beramal di tengah sahabat-sahabatnya, menanggapi undangan mereka, mendengarkan mereka, dan menerima pemberian mereka, berapa pun nilainya. Itu juga menunjukkan kerendahan hatinya,” lanjutnya.
Ia menambahkan, bagaimana perilaku Nabi di rumahnya, terhadap istri-istrinya, juga menunjukkan keagungan akhlaknya. Bagaimana ia menambal pakaiannya sendiri, dan mengerjakan pekerjaan di rumahnya, juga menunjukkan perbuatan mulianya sebagai pemimpin umat.
Kerendahan hati dan kesederhanaan Nabi tercermin dari tempat tidurnya yang kasar, makanan, minuman dan pakaian yang sederhana. Beberapa kali tidak menyalakan api menunjukkan tidak ada makanan di rumahnya. “Semua tidak masalah bagi seorang Nabi,” imbuhnya.
Begitulah, Allah mengangkat derajat seorang Muslim di dunia dan akhirat, dengan kerendahan hatinya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Semoga kita dapat meneladani karakter tawadhu’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Aamiin. (T/RS2/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati