Oleh : Widi Kusnadi, Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Bertemu dengan bulan Ramadhan merupakan sebuah anugerah yang kehadirannya sangat didamba oleh setiap Muslim. Oleh karenanya, setiap Muslim haruslah merasa gembira, senang, ceria dengan datangnya anugerah yang sangat besar, tidak ternilai harganya jika dibandingkan dengan harta benda. Bahkan dunia seisinya tidak sanggup menandingi besarnya nilai dan kemuliaan Ramadhan.
Begembira dengan anugerah Allah merupakan salah satu perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya dalam surah Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dengan itu hendaklah mereka bergembira. Sebab karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan”
Dalam sebuah hadits juga disebutkan barang siapa yang bergembira dengan datangnya Ramadhan, Rasulullah bersabda:
“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”
Hadits ini adalah kabar gembira bagi hamba Allah dengan datangnya Ramadhan. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberi kabar kepada para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mengenai datangnya Ramadhan. Ini bukan sekedar kabar semata, tetapi maknanya adalah bergembira dengan datangnya momen yang agung.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dalam adat Jawa, di akhir Sya’ban dan awal Ramadhan, mereka mengekspresikan kegembiraan itu dengan melakukan “megengan”, yakni dengan berbagi makanan kepada orang tua, sanak saudara, handai taulan dan tetangga dekat. Orang Jawa megengan, megeng berarti menahan. Hal itu sesuai dengan semangat puasa Ramadhan dengan menahan hawa nafsu.
Ekspresi kegembiraan bisa diwujudkan dengan berbagai cara. Tidak diperkenankan apabila mengekspresikan kegembiraan itu dengan perbuatan maksiat. Jika ekspresi itu dilakukan dengan memberi, memeriahkan lingkungan sekitar dengan acara-acara yang bisa membuat seseorang menjadi antusias melakukan ibadah, maka hal itu diperbolehkan.
Tidak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun disyariatkan puasa. Seekor ulat butuh perpuasa dengan menjadi kepompong selama rata-rata 20 hari untuk menjadi kupu-kupu yang indah. Pohon jati harus menggugurkan daun-daunnya demi mempertahankan daun yang lain dan mengurangi fotosintesis serta penguapan air pada proses metabolismenya. Demikian pula hewan dan tumbuhan lainnya.
Puasa bisa menjadi senjata bagi sebagian orang untuk memperjuangkan aspirasinya. Kita bisa saksikan beberapa tahun terkahir para tahanan Palestina melakukan aksi mogok makan (puasa) berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan demi aspirasi dan tuntutannya terpenuhi.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Masih ingat sejarah India pada 1949, Mahatma Gandi, seorang tokoh pemimpin India, ketika ingin meredam kerusuhan yang dilakukan rakyatnya di berbagai wilayah, ia berjanji tidak akan makan selagi kondisi kota-kota di India masih berkecamuk. Akhirnya, aksi mogok makan Gandi pun berhasil meredam kekacauan di India saat itu.
Demikian juga para santri/mahasiswa yang berada di perantauan, jauh dari orang tua dan sanak saudara, ketika ingin meminta uang kepada orang tuanya, kalau hanya sekadar melakukan aksi mogok belajar, atau mogok masuk kuliah itu dirasa kurang ampuh. Berbeda dengan ketika ia menyampaikan ingin mogok makan, atau mau puasa Daud karena kekurangan uang, pastilah orang tua tidak tega dan segera mengirim uang kepadanya, walaupun didapat dari berutang kepada orang lain.
Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Agresi militer belanda pertama pada 20 Juli 1949 juga terjadi pada bulan Ramadhan. Saat itu, tepat pada malam Ketika Ramadhan, Ahad malam Senin, pasukan Belanda bergerak menguasai pos-pos penting pemerintahan.
Pasukan Belanda di bawah komando Van Mook menyatakan keluar dari perjanjian Lingggarjati yang telah disepakati pada Maret, empat bulan sebelum peristiwa itu. Pergerakan serdadu Belanda itulah kemudian disebut sebagai Aksi Polisionil, berlangsung pada 21 Juli hingga Agustus 1947, atau dikenal dengan Agresi Militer Belanda I.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Salah satu kekuatan Indonesia yang bisa diandalkan waktu itu adalah Angkatan Udara. Namun Kapten Adisujipto dan Kepala Staf Komodor Surjadi Surjadarma tidak setuju harus menyerang Belanda. Alasannya karena kekuatan kita belum cukep untuk bisa melawan Belanda.
Namun tekad para pejuang untuk melawan penjajah terus bergolak. Perlawanan demi perlawanan pun dilancarkan. Walhasil Indonesia berhasil mempertahankan diri, meski pemerintahan dipindahkan sementara ke Yogyakarta karena saat itu Jakarta dikusai Belanda.
Presiden Soekarno dalam pidatonya menggugah semangat para pejuang dengan menyebut bahwa Ramadhan adalah bulan Perjuangan. Rasulullah Shallallahu alahi wasalam dulu juga berjuang melawan musuh-musuh Islam pada bulan Ramadhan. Maka, seketika semangat para pejuang yang hamper semuanya adalah umat Islam kembali bangkit Ketika Sang Proklamator memberi seruan dengan semangat Ramadhan.
Pada zaman Rasulullah Muhammad Shallallahu alahi wasalam, banyak kesuksesan yang diraih Muslim saat berpuasa. Contoh paling fenomenal adalah kemenangan umat Muslim melawan pasukan kafir dalam Perang Badar. Tidak cuma itu, pahlawan legendaris Shalahuddin Al-Ayubi juga berhasil membebaskan Al-Aqsa dan Palestina pada bulan Ramadhan. Bahkan, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya juga pada bulan Ramadhan.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Maka jika kita bisa menjadikan bulan yang mulia ini sebagai bulan perjuangan, maka Ramadhan bisa menjadi bulan kemenangan umat Islam. Sebab, sejarah kemenangan umat Islam dalam beberapa perjuangan dan peperangan tak lepas dari inspirasi bulan Ramadhan.
Ramadhan harus bisa menjadi motivasi membangun optimisme bersama. Persoalan ekonomi yang melanda Indonesia harus dianggap sebagai tantangan bukan hanya beban dan tanggungan. Tantangan itu hanya akan selesai dengan perjuangan.
Umat Islam Indonesia bisa menjadikan Ramadhan sebagai momentum perjuangan melawan keterpurukan ekonomi. Caranya dengan menumbuhkan kepedulian terhadap orang-orang miskin dan sesama Muslim yang membutuhkan pertolongan.
Jadi, Ramadhan selain sebagai bulan ibadah, juga sebagai bulan perjuangan. Banyak perjuangan umat Islam di masa Rasulullah dan para sahabat, maupun masa perjuangan bangsa Indonesia yang terinspirasi dengan semangat Ramadhan. Maka marilah kita pada Ramadhan kali ini mengisinya dengan bersuka cita, bergembira dan menjadikannya sebagai bulan perjuangan demi tercapainya cita-cita mulia untuk bangsa, negara dan agama kita. (A/P2/RS2)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Mi’raj News Agency (MINA)