Hikmah Ramadhan: Menyambut Hari Kemenangan

(Ilustrasi: thinkstockphotos)

Oleh: Rana Setiawan, Kepala Peliputan Kantor Berita MINA

Tak terasa kita mulai memasuki penghujung bulan suci yang sering kali kita sebut sebagai bulan yang suci. Bulan ke-9 dalam kalender Hijriyah ini juga disebut dengan bulan kemenangan.

Perasaan baru kemarin kita menjalankan puasa dan kini kita sudah berada di penghujung bulan suci Ramadhan. Sebentar lagi bulan kemenangan ini akan melewati puncaknya hari kemenangan yakni hari raya .

Ketika kita bicara kemenangan, maka orang-orang yang sudah melakukan puasa dengan segala kebaikan puasa itu, maka dia akan mendapatkan kemenangan. Ia kembali ke fitrah dan mensucikan dirinya.

Kita tidak bisa menahan agar Ramadhan selalu bersama kita. Tapi tentu semangat Ramadhan seharusnya terus ada dalam diri kita.

Untuk itu, setiap Muslim harus memanfaatkan hari-hari terakhir di bulan Ramadhan semaksimal mungkin. Tidak ada teladan yang paling baik bagi kita selain dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam mengisi Ramadhan terutama di 10 hari terakhir. Betapa beliau sangat serius dan sungguh-sungguh menyikapi hari-hari terakhir bulan Ramadhan.

Pada detik-detik akhir bulan suci Ramadhan ini justru kita gunakan semaksimal mungkin. Ramadhan yang tinggal menghitung hari ini mari kita gunakan dengan sebaik mungkin. Kita gunakan sisa waktu Ramadhan untuk (taqarrub) mendekatkan diri kepada Allah Subhanahau Wa Ta’ala.

Ramadhan ini harus menjadi momentum kita untuk semakin bertakwa kepada Allah, menjalankan seluruh aturan Allah. Tunduk, taat dan patuh kepada-Nya. Semangat untuk mengkaji . Semangat untuk menyuarakan Islam. Semangat untuk menjadi pembela Islam.

Menyambut hari kemenangan dengan hal-hal positif memang sangat dianjurkan. Hal itu terbukti bagaimana antusiasnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam menyambut Idul Fitri, namun tentu saja beliau tidak menanggalkan syariat agama atau berlebih-lebihan atas sesuatu.

Jauh sebelum Islam datang, masyarakat jahiliyah Arab telah memiliki dua hari raya, yaitu hari raya Nairuz dan Mahrajan yang dirayakan dengan sambutan pesta pora yang tidak bermanfaat. Minum-minuman memabukkan, menari, adu ketangkasan termasuk salah satu ritual dalam perayaan kedua hari raya tersebut.

Berdasarkan buku Ensiklopedi Islam, kedua hari raya tersebut sejatinya berasal dari zaman Persia Kuno. Di kemudian hari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengganti kedua perayaan masyarakat Arab itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Dalam sejarah Islam, perayaan Idul Fitri pertama kali diselenggarakan pada 624 Masehi atau tahun ke-2 Hijriyah. Waktu perayaan tersebut bertepatan dengan selesainya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum Muslimin. Perang yang terjadi pada Ramadhan itu dengan jumlah pasukan di sisi umat Muslim yang jauh lebih sedikit dibanding kaum kafir, nyatanya diganjar Allah dengan perayaan yang luar biasa indah dan barokah: Idul Fitri.

Sebagaimana kita ketahui, di kedua hari raya umat Muslim seperti Idul Fitri dan Idul Adha, setiap Muslim justru ditekankan untuk berbuat kebaikan dan kemaslahatan. Menjelang perayaan Idul Fitri saja, umat Islam diwajibkan menunaikan zakat untuk dibagikan kepada para mustahik (orang-orang penerima zakat).

Segala kebaikan yang tercurah dari jiwa-jiwa umat Muslim selama Ramadhan, sejatinya sangat terasa pada hari raya Idul Fitri bagi semua elemen. Sehingga bisa dikatakan, perayaan Idul Fitri dapat melingkupi kebahagiaan bagi seluruh umat Muslim dari berbagai kalangan.

Menurut Prof HM Baharun, hakikat perayaan Idul Fitri sendiri sejatinya adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Umat Islam yang berhasil menjinakkan nafsu selama Ramadhan kembali fitrah dan layak untuk merayakannya dengan cara yang baik dan benar.

Dengan berakhirnya Ramadhan, bulan yang penuh Rahmat dan ampunan, bulan menahan nafsu maka kita akan memasuki hari kemenangan yaitu hari Raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal 1443H.

Hari raya Idul Fitri yang diperuntukkan bagi Umat Islam setelah menjalankan puasa selama satu bulan penuh. Sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Maknanya: “Setiap kaum memiliki hari raya dan hari ini adalah hari raya kita” (HR. Bukhari dan lainnya).

Pada hari raya ini kita diwajibkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar saling meminta maaf dan menyambung tali silaturahim yang sempat terputus. Sebaliknya, kita dilarang untuk memutus silaturahim karena termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

(لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ (رواه البخاري

Maknanya: “Tidak akan masuk surga (bersama orang-orang yang lebih awal masuk surga) orang yang memutus silaturahim” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk itu, mari kita mnempersiapkan semaksimal mungkin untuk ditinggalkan bulan suci Ramadhan. Persiapan kita lakukan dengan memperbanyak ibadah di detik-detik terakhir Ramadhan.

Kemudian bersiap menyambut hari kemenangan Idul Fitri. Persiapan kita lakukan dengan niat menyambung tali silaturhaim, menghilangkan segala macam penyakit hati seperti dendam, iri, dengki, hasut dan lain sebagainya. (A/R1/RS2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.