HNW: Amanat Konstitusi! Indonesia Sejak Awal Menolak Kehadiran Penjajah Israel

Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA, (kanan) menerima Ketua Presidium MER-C, dr. Sarbini Abdul Murad di Gedung Nusantara III MPR RI, Jakarta, Jumat (2/9), dalam rangka ‘Safari Kemanusiaan untuk Menolak Kedatangan Tim Nasional Israel’.(Foto: Rana/MINA)

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA
kembali menerima aspirasi warga agar Pemerintah Indonesia menolak kehadiran Timnas Sepakbola Israel dalam Piala Dunia U-20 yang akan diselenggarakan pada 22 Mei – 11 Juni 2023 di Indonesia.

Kali ini aspirasi disampaikan oleh Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dr Sarbini Abdul Murad, dalam rangka “Safari Politik Kemanusiaan untuk Menolak Kedatangan Tim Nasional Israel”.

, sapaan akrabnya, mengapresiasi sikap MER-C dan warga Indonesia yang menyampaikan aspirasi konstitusionalnya ke MPR RI.

Hal tersebut disampaikan dalam wawancara eksklusif wartawan Kantor Berita MINA Rana Setiawan dengan Hidayat Nur Wahid ketika menerima Ketua Presidium MER-C, dr. Sarbini Abdul Murad, di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (2/9/2022).

HNW menilai mestinya Indonesia sebagai negara berdaulat yang tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel, lebih mudah untuk menolak, karena Indonesia bisa dengan tegas menyampaikan tidak bisa memberi visa untuk warga berpaspor Israel.

Apalagi sebagai negara merdeka dan berdaulat, Indonesia bisa belajar dari banyak even olahraga internasional yang menghargai kekhasan tradisi maupun aturan yang dimiliki oleh masing-masing negara.

Dia juga menegaskan, Indonesia tidak seperti negara-negara Eropa atau negara yang punya hubungan diplomatik dengan Israel. Indonesia sejak awal menolak Israel. Amanat konstitusi Indonesia menolak segala bentuk penjajahan termasuk penjajahan Israel atas .

Berikut petikan wawancara eksklusif dengan HNW soal Menolak Kedatangan Tim Nasional Israel:

Wakil mKetua MPR RI Hidayat Nur Wahid (kiri) ketika menerima Ketua Presidium MER-C, dr. Sarbini Abdul Murad, di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III Lantai 9, Kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (2/9/2022).(Foto: MINA)

MINA: Bagaimana menurut Anda soal gagasan untuk menolak kedatangan Tim Sepak Bola Nasional Israel ke Indonesia?

HNW: Saya mengapresiasi sikap MER-C dan warga Indonesia yang menyampaikan aspirasi konstitusionalnya ke MPR RI.

Karena memang Pembukaan UUD 45 yang selalu disosialisasikan oleh MPR memang menegaskan tentang penolakan terhadap penjajahan seperti yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, serta prinsip tujuan kemerdekaan Indonesia juga untuk ikut terlibat menghadirkan ketertiban Dunia yang antara lain berdasarkan perdamaian dan kemerdekaan, hal yang masih menjadi -meminjam ungkapan Presiden Jokowi- hutang Indonesia terhadap Palestina.

Maka sewajarnya kalau pemerintah tidak mengizinkan tim Israel main di Indonesia, sebagaimana dahulu sudah dilakukan oleh Presiden Sukarno. Apalagi saat itu (tahun 1957) tanah Palestina yang dijajah oleh Israel baru 22%, sementara sekarang malah sudah lebih dari 80% tanah Palestina dijajah dan dijarah Israel.

Kekhasan Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat yang menolak penjajahan Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina, mestinya bisa disikapi dengan elegan dan konsisten oleh Pemerintah Indonesia sehingga berdampak kepada dukungan atas kemerdekaan Palestina dan mengkoreksi penjajahan Israel atas Palestina.

Sikap sesuai konstitusi ini sudah menjadi sikap Presiden Bung Karno dan presiden-presiden Indonesia setelah Bung Karno.

MINA: Bisa dijelaskan bagaimana sikap Presiden Bung Karno dan presiden-presiden Indonesia setelah Bung Karno itu?

HNW: Beberapa kali Bung Karno tidak mengakui dan tidak mau terlibat dengan Israel maupun mengundang mereka ke Indonesia. Pada saat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955, Bung Karno menolak keinginan Israel untuk diundang Indonesia.

Bung Karno malah mengundang Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini, tokoh pejuang Palestina dan mufti di Al Quds Jerusalem, yang bahkan sejak tahun 1944 sudah menyuarakan pentingnya dukungan untuk kemerdekaan Indonesia.

Termasuk dalam ajang olahraga, Bung Karno melarang Timnas Indonesia bertanding melawan Israel pada kualifikasi Piala Dunia 1958, dan melarang kedatangan pada Asian Games 1962.

Indonesia mempunyai sikap dasar. Pembukaan UUD sudah sangat jelas dan itu cita-cita Indonesia. Bung Karno dengan gamblang menterjemahkan Pembukaan UUD itu dalam berbagai event internasional. Timnas Indonesia tidak mau bertanding dengan Israel. Israel menghormati sikap Indonesia.

Ketika Bung Karno menolak Indonesia bertanding dengan Timnas Israel tahun 1958, Israel baru menjajah 22% tanah Palestina, tetapi sekarang sudah hampir 85% tanah Palestina yang dirampas Israel dan langsung berada di bawah kendali kuasa penjajah Israel.

Masa iya, saat menjajah 22% tanah Palestina, Indonesia menolak Timnas Israel, sekarang Israel sudah menguasai lebih dari 80% tanah Palestina, Indonesa malah menerima kesebelasan Israel? J
ustru terbalik, seharusnya baru menjajah 22% tanah Palestina saja kita menolak Israel, apalagi ketika Israel sudah menguasai lebih dari 80% tanah Palestina. Seharusnya lebih ditolak dengan lebih tegas.

MINA: Lalu bagaimana dengan upaya beberapa pihak agar Indonesia dapat normalisasi hubungan dengan Israel?

HNW: Presiden Jokowi masih menegaskan bahwa Indonesia punya utang sejarah dengan Palestina. Satu-satunya negara yang belum merdeka pada waktu Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 adalah Palestina.

Artinya, Indonesia seharusnya membayar utang sejarah itu dengan memaksimalkan usaha untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Karena itu, seluruh manuver apapun yang bermakna pengakuan pada Israel dan semakin menjauhkan Palestina merdeka harus dihindari.

MINA: Muncul opini mengenai tindakan penolakan ini adalah mencampurkan olahraga dengan politik. Bagaimana Anda memandang hal ini?

HNW: Rencana kedatangan Timnas Israel pada kejuaraan dunia U-20 bukan perkara mencampurkan Olahraga dengan Politik, sekalipun itu telah dilakukan oleh FIFA dan organisasi dunia lainnya saat menjatuhkan sanksi terhadap Rusia dan para atlet olahraganya. Sementara Israel yang telah menyerang dan merampas tanah Palestina sejak lebih dari 70 tahun tidak di jatuhi sanksi apa pun oleh FIFA dan organisasi yang lain.

Tetapi penolakan ini perlu dilakukan Pemerintah Indonesia. Karena Indonesia berkewajiban melaksanakan perintah Konstitusi yang sudah menjadi sikap dasar Negara sebagaimana dipraktikkan oleh Bung Karno. Serta politik luar negeri Indonesia, yang ingin terlibat dalam melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sebagaimana komitmen konstitusional Indonesia untuk membela Palestina dalam kerangka menjunjung kemerdekaan dan ketertiban dunia, semestinya Kemenpora dan PSSI melanjutkan sikap konstitusional yang sudah dicontohkan oleh Bung Karno dan Presiden-Presiden RI berikutnya.

Mestinya Kemenpora jangan memberi jaminan kepada Timnas Israel, apalagi juga belum dibahas di DPR. Seharusnya lebih dulu dibahas dengan wakil rakyat. Dan, dengarkan suara nurani rakyat Indonesia, dengan bertanya kepada MUI, Ormas-Ormas Islam, untuk kemudian kembali ke jatidiri Indonesia yang konsisten membela Palestina dan menolak penjajahan Israel.

MINA: Apakah gagasan penolakan Timnas Israel ini perlu terus digencarkan?

HNW: Indonesia adalah negara yang berdaulat dan memiliki kekhasan sehingga wajar bila kekhasan Indonesia itu diakui. Di negara-negara Eropa, dalam balap Formula I atau Motogp, ketika pembalap menang dirayakan dengan Champagne.

Pada balap Formula E di Jakarta atau Motogp di Lombok, kita tidak memakai perayaan kemenangan dengan Champagne. Itu tidak masalah. Artinya sudah menjadi tradisi internasional menghormati kekhasan masing-masing negara.

Sebagai negara merdeka dan berdaulat Indonesia bisa mencontoh Qatar. Negara Qatar menjadi tuan rumah World Cup 2022. Qatar berani menyatakan memiliki budaya dan budaya Qatar menolak LGBT. Dunia internasional bisa menerima kekhasan budaya Qatar.

Kenapa itu tidak dilakukan Indonesia. Qatar negara kecil tetapi berani dan bisa. Indonesia sebagai negara besar tentu lebih bisa. Indonesia terhormat di dunia Barat, dan di Timur Tengah.
Indonesia terhormat dan jangan dikerdilkan seolah-olah kita hanya menjadi tuan rumah piala dunia U-20 kemudian menerima Timnas Israel. Tidak bisa begitu. Kita bisa contoh Qatar yang menjadi tuan rumah World Cup 2022 tapi tetap diakui kedaulatan dan kekhasannya.

Jadi Indonesia bisa menolak Timnas Israel. Kita menjaga harga diri dan kehormatan sebagai negara merdeka. Kedaulatan bangsa dan negara manapun diakui. Pada waktu Formula E dan Motogp di Lombok, ketika penyerahan hadiah tidak memakai Champagne. Ternyata bisa.

Lalu, kenapa kita tidak bisa menolak Timnas Israel? Seharusnya bisa, dan kedaulatan bangsa dihormati dan tidak ada yang mempermasalahkan.

Karenanya dengan penolakan ini kita bisa mengkoreksi manuver-manuver yang menjerumuskan Indonesia keluar dari konstitusinya dengan secara halus dan bertahap melakukan hal yang mudah dinilai sebagai mengakui Israel padahal menjajah Palestina, dimulai dari penerimaan terhadap timnas Israel.

MINA: Apa pesan Anda kepada masyarakat dan pemerintah dalam menyikapi isu ini?

HNW: Gagasan menolak segala bentuk hubungan dengan Israel ini sesuai dengan amanat Konstitusi, yang menolak segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan Israel atas Palestina.

Oleh karenanya untuk menjaga komitmen konstitusional Indonesia dalam membela dan menjunjung keadilan serta menolak penjajahan, sudah semestinya semua elemen bangsa, termasuk pemerintah Indonesia satu sikap, menolak penjajahan Israel dengan berbagai konsekuensinya.

Penting pemerintah memperhatikan penolakan publik serta konsisten dengan sikap dasar Bangsa dan Negara Indonesia yang menolak penjajahan sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 45 yang masih tetap berlaku dan makin relevan pada saat-saat seperti sekarang ini.(A/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)