Jakarta, MINA – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) memberikan beberapa catatan penting usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
HNW mengatakan, meski MK telah menolak gugatan tersebut, tetapi perlu ada sejumlah catatan demi perbaikan kualitas Pemilu, termasuk, Pilkada ke depan, agar tidak terulang berbagai materi yang menjadi rujukan terjadinya dissenting opinion dari tiga hakim MK.
Selain dissenting opinion, menurutnya, catatan itu juga mempertimbangkan Konstitusi serta harapan masyarakat termasuk para guru besar.
“Sesuai ketentuan Konstitusi, putusan MK dari para hakim yang dipersyaratkan sebagai negarawan itu, sehingga putusannya berkelas terbaik, sehingga wajar bila bersifat final dan mengikat, maka wajar pula bila demikian maka putusan MK tentu harus diterima, dihormati dan dilaksanakan,” ujarnya, melansir situs PKS, Jumat (26/4).
Baca Juga: Selamat dari Longsor Maut, Subur Kehilangan Keluarga
“Walaupun, sejak MK ada di Indonesia, dalam putusannya, baru pertama kali para hakim konstitusi tidak bulat sepakat terkait dengan adanya kecurangan Pilpres. Terbukti ada tiga hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda,” sambung HNW.
Dia mengatakan, adanya tiga hakim yang menyatakan adanya berbagai masalah hukum dan etika seperti kecurangan Pilpres secara terstruktur, sistematis dan masif tersebut, seharusnya dianggap serius dan tidak dipandang remeh, bahkan perlu menjadi pelajaran bagi setiap pihak, baik peserta Pilpres, penyelenggara Pemilu dan juga Pemerintah.
“Adanya tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion dari total delapan hakim yang memutus perkara itu jumlahnya cukup banyak, sehingga menunjukkan bahwa ada banyak hal bermasalah yang perlu diperbaiki, demi peningkatan kualitas penyelenggaraan dan hasil Pemilu ke depan, termasuk Pilkada serentak beberapa bulan yang akan datang,” ujarnya.
Beberapa hal yang disampaikan oleh para hakim tersebut antara lain adalah adanya politisasi bantuan sosial menjelang Pilpres, cawe-cawe Presiden, dan pengerahan aparat oleh pemerintah yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas
Hal-hal yang mencederai kedaulatan Rakyat serta Pemilu yang menurut Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 harus bersifat bukan hanya jujur dan adil, tapi juga harus ‘bebas’ dari pengaruh bansos maupun cawe-cawe penguasa. Menurut HNW, seharusnya hal-hal demikian bisa dijadikan evaluasi ke depan.
“Praktik-praktik serupa yang dinilai sudah mendegradasi kualitas Pilpres, mengulangi KKN, mencederai kedaulatan Rakyat yang menjadi perhatian dalam bentuk dissenting opinion tiga Hakim MK, harusnya dikoreksi, dan tidak dibiarkan diulang lagi dalam Pemilu termasuk Pilkada beberapa bulan yang akan datang,” kata HNW.
“Misalnya, penggunaan bantuan sosial yang diasosiasikan dengan politik ‘pork barrel’ yang telah sejak lama dikritik sebagai upaya pengkerdilan demokrasi. Ini seharusnya tidak boleh terulang kembali, aturan perundangan soal ini, sebagaimana diingatkan oleh KPK, hendaknya dipertegas, agar bansos itu digunakan untuk kebutuhan masyarakat di luar jadwal Pemilu, bukan dibagikan menjelang Pemilu yang mudah dinilai sebagai manuver untuk memenangkan salah satu calon tertentu,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW juga berharap agar ke depan para hakim MK untuk lebih progresif dengan berani memperjuangkan keadilan substantif, dan tidak terjebak pada jenis keadilan prosedural saja.
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III
Maka dari itu, menurutnya wajar bila banyak pihak mengapresiasi tiga hakim MK, yakni Prof Saldi Isra, Prof Arief Hidayat, dan Prof Enny Nurbaningsih yang berani menyatakan pendapat berbeda sesuai Konstitusi dan rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat.
“Dan itu dipentingkan untuk menjaga kepercayaan Rakyat terhadap MK, dan menjaga agar Konstitusi tetap jadi rujukan, dan hukum serta demokrasi (Pemilu dan hasilnya) tetap bisa berjalan dengan baik dan benar di Indonesia,” ucap HNW.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh permohonan yang diajukan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diajukan dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024, pada Senin (22/4). MK menyatakan permohonan pemohon “tidak beralasan menurut hukum seluruhnya.”
Kendati demikian, tiga hakim konstitusi, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion (pendapat berbeda). Ketiganya kompak meminta diadakannya pemungutan suara ulang untuk Pilpres 2024.
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
Dua hari setelah keputusan MK keluar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2024-2029.
“KPU menetapkan paslon Presiden dan Wapres nomor urut dua, Bapak Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai paslon presiden dan wapres terpilih tahun 2024 – 2029,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dalam sidang pleno, Rabu (24/4/2024)
Penetapan ini juga dihadiri oleh Anies Baswedan dan Muhaimin iskandar (Cak Imin). Sementara pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD tidak datang di acara tersebut.
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah
Mi’raj News Agency (MINA)