Jakarta, MINA – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, mengkritisi rencana Kementerian Agama yang akan menerapkan kebijakan penampungan dana umrah dalam rangka menjaga keamanan dana jamaah.
Hidayat meminta Kementerian Agama mengkaji lebih dalam dengan mempertimbangkan berbagai masalah yang bisa terjadi dan meminta masukan dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sebelum mengesahkan Peraturan Pemerintah tersebut.
Pasalnya, lanjut Hidayat, potensi dana yang tertampung cukup besar. Jika jamaah umrah mencapai 1 juta setiap tahun dengan biaya rata-rata Rp 20 juta, maka ada potensi penampungan dana mencapai Rp 20 Triliun.
“Saya memahami, diperlukan solusi atas penyelenggara umrah wanprestasi yang merugikan jamaah. Namun penampungan dengan potensi dana besar juga rawan menimbulkan masalah. Seperti penyalahgunaan anggaran dan korupsi, yang akhirnya bisa merugikan calon jamaah Umrah, penyelenggaraan Umrah, dan mencoreng nama Kemenag. Oleh karena itu, Kemenag harus transparan, dan seluruh pihak khususnya Komisi VIII DPR-RI dan PPIU harus dilibatkan dalam mempersiapkan dan mengawal kebijakan baru ini,” kata Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (29/1).
Anggota DPR-RI Komisi VIII yang membidangi urusan agama ini mencatat, ada beberapa hal positif dan negatif dari kebijakan tersebut. Positifnya adalah akan ada tenggat waktu maksimal keberangkatan dan pelindungan dari penelantaran atau kegagalan keberangkatan. Namun, peningkatan cakupan asuransi kemungkinan akan meningkatkan nilai premi. Sehingga otomatis meningkatkan biaya penyelenggaraan umrah.
Jika umrah mahal dan pelaksanaan hukum terkait legalitas PPIU masih lemah, sangat mungkin muncul penyelenggara-penyelenggara perjalanan umrah yang bodong, yang menjanjikan harga murah sehingga membuat banyak jamaah kembali tertipu. Selain itu, sekalipun dana sudah dipusatkan ke penampungan, belum ada jaminan atas dana tersebut apabila terjadi wan prestasi. Untuk itu dirinya mengusulkan agar penampungan dana umrah dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan, sebagaimana dana haji.
HNW sapaan akrab Hidayat mengingatkan, kebijakan penampungan dana umrah tak menyelesaikan masalah penyelenggara umrah yang tak berizin. Oleh karena itu, Kementerian Agama tetap harus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum atas penyelenggara umrah bodong.
Dia juga menghimbau agar jangan sampai mekanisme penampungan dana umrah menyulitkan PPIU dalam mengambil dana tersebut untuk keperluan penyiapan akomodasi terkait penyelenggaraan umrah. Sebab, berkaca dari sistem sebelumnya yakni Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh), uang jamaah sering tertahan dan pencairannya membutuhkan waktu, sehingga berdampak negatif. Dalam konteks ini, jaminan LPS penting diadakan sebagai mitigasi jika dana yang tertahan tersebut berasal dari portofolio macet Bank Penerima Setoran.
“Para jamaah membutuhkan waktu dan biaya tidak sedikit untuk bisa berangkat umrah. Jangan sampai mereka dikecewakan karena pengelolaan dana yang tidak amanah, atau birokrasi yang tidak profesional. Di tengah kekecewaan Publik atas berlakunya korupsi yang makin ekstrim, hingga Bansos pun dikorupsi, hadirnya amanah dan profesionalitas penyelenggaraan program penampungan dana Umrah, menjadi wajib dipentingkan dan diwujudkan apabila kebijakan ini nanti disahkan,” pungkasnya. (R/R1/RI-1)
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah