Jakarta,MINA – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA prihatin dan mengkritisi keputusan Presiden Joko Widodo membuka keran investasi untuk industri minuman keras mengandung alkohol sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Dalam siaran pers di Jakarta, Ahad (28/2), anggota DPR RI dari Komisi VIII ini berharap Presiden Jokowi segera menarik ketidakbijakan soal investasi miras itu.
“Aturan izin investasi itu baiknya ditarik saja, untuk segera kembali ke aturan daftar negatif investasi sebelumnya berdasarkan Perpres 44 Tahun 2016, dimana industri miras merupakan bidang usaha yang tertutup untuk investasi. Rakyat yang lagi susah akibat covid-19, hendaknya tidak ditambahi kekhawatiran soal miras,” ujarnya.
HNW sapaan akrab Hidayat menegaskan, bukankah dalam kondisi darurat kesehatan covid-19 ini Presiden Jokowi selalu menyampaikan bahwa ‘keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi’.
Baca Juga: Indonesia Siap Jadi Tuan Rumah MTQ Tunanetra Internasional
“Maka akan sangat bijak kalau demi keselamatan dan kesejahteraan Rakyat Indonesia, Perpres yang membolehkan investasi miras itu ditarik saja,” katanya.
HNW mengatakan, dibukanya investasi Miras beralkohol tidak mempertimbangkan dengan serius bahaya dan dampak negatif miras yang sudah terjadi di masyarakat.
Menurutnya, belum lama ini aparat penegak hukum baru saja mengalami kejadian yang memilukan, dimana seorang oknum polisi yang mabuk dan karena ditagih pembayaran miras, malah menembaki 4 warga, 1 anggota TNI dan 2 pegawai café di Cengkareng, tewas.
“Ini salah satu bahaya yang nyata dari miras, yang justru industrinya kini mau dibuka keran untuk investasi oleh Presiden. Sekalipun disebut beberapa daerahnya, tapi tak ada aturan yang melarang penyebaran konsumsi dengan segala dampak negatifnya,” ujarnya.
Baca Juga: Sejumlah Wilayah di Banyumas, Jateng Terendam Banjir
HNW mengatakan, pembukaan investasi untuk industri miras itu berpotensi membuat produksi miras semakin melimpah dan peredarannya kian masif di lapangan.
“Bila dibaca secara keseluruhan Lampiran III Perpres yang menjadi dasar, maka ketentuan izin investasi ini bisa juga diberlakukan di banyak daerah, apalagi tidak ada limitasi berapa investasi untuk asing dan dalam negeri, jadi sangat terbuka. Ini bisa sangat berbahaya. Kemarin dengan segala pembatasannya saja, tragedi terkait miras sudah bikin miris, apalagi bila dibuka longgar-longgar seperti ini,” ujarnya.
Dalam Lampiran III Perpres No. 10 Tahun 2021 disebutkan bahwa investasi miras mengandung alkohol dan investasi minuman alkohol berupa anggur dapat dilakukan di berbagai daerah. Seperti Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Namun, bila dibaca secara menyeluruh, terutama poin b, Perpres tersebut juga membolehkan di daerah lain berdasarkan ketetapan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan usulan gubernur daerah yang bersangkutan.
“Jadi bila kita baca seksama, pembukaan investasi untuk industri miras ini bisa dilakukan di banyak daerah di Indonesia, bukan hanya daerah-daerah yang definitif disebutkan itu. Ini aturan yang tricky juga,” ujarnya.
Baca Juga: BNPB Pastikan Tanggap Darurat Sukabumi Berjalan Cepat dan Tepat
HNW menilai Presiden Jokowi hanya memikirkan kepentingan investasi dan ekonomi tapi mengabaikan realita bahaya sosial dan keamanan terkait miras serta banyaknya korban yang berjatuhan, serta keresahan rakyat dan pemerintah daerah terkait bahaya miras ini.
Sebagai contoh, beberapa provinsi yang disebutkan secara spesifik dalam Perpres diperbolehkan untuk investasi miras, malah mengalami masalah peredaran miras.
”Di Papua, dari level Provinsi sampai ke beberapa kabupaten atau kota, sudah banyak menerapkan Perda larangan Miras karena menimbulkan masalah sosial dan keamanan. Nah, ini pemerintah pusat kok malah mendukung dibukanya keran investasi untuk industri miras di Papua. Padahal Gubernur Papua Lukas Enembe pernah menegaskan bahwa adanya Perda Pelarangan minuman beralkohol yang berlaku di Papua, justru untuk lindungi Rakyat Papua. Mestinya Presiden Jokowi juga melindungi seluruh Rakyat Indonesia sebagaimana perintah konstitusi,” kata HNW.
Selain itu di Sulut, berdasarkan data Polda Sulut pada 2011 lalu, 70 persen kriminalitas di sana terjadi akibat Miras.
Baca Juga: Jelang Nataru, Pertamina Pastikan Stok BBM dan LPG Aman
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, secara nasional, Mabes Polri juga pernah merilis bahwa pada periode 2018-2020 ada 233 kejahatan akibat miras. Selama periode itu, kasus pengadaan miras oplosan berjumlah 1.045.
HNW mengatakan, peristiwa-peristiwa serta data-data tersebut sudah cukup menjadi bukti bahaya miras dan dampak negatifnya secara sosial, keamanan dan moral bangsa, juga menjadi dasar bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendorong disahkannya Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol).
“Ini yang sangat kontradiktif, kami (PKS, PPP dkk) di Baleg DPR RI sedang mendorong agar RUU Minol (larangan minuman beralkohol) segera dibahas untuk disahkan, tetapi Presiden malah membuka investasi untuk industri miras,” ujarnya.(R/R1/RS1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi