Jakarta, MINA – Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A. menegaskan kembali nilai historis dari jasa-jasa para ulama dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan RI.
Menurutnya, sebagaimana semangat Al-Qur’an yang menegaskan nilai penting sejarah bagi kemajuan peradaban, maka tidak dipungkiri bahwa slogan Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Demikian Hidayat dalam acara Doa Bersama untuk Keselamatan Negeri, menyongsong peringatan HUT Kemerdekaan RI, sebagaimana keterangan persnya, Rabu (18/8).
Hal tersebut, lanjutnya, di antaranya adalah merawat catatan emas sejarah para Ulama dan Umat Islam yang bersama para Pejuang dari berbagai kalangan dan latar belakang Agama/Organisasi memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Maka seharusnya kita juga Jas Hijau: Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama, Umaro dan Umat,” kata politisi PKS itu.
Baca Juga: UIN Bandung Bahas Peran AI dan Medsos Membentuk Gen Z yang Kritis
Acara tersebut diselenggarakan secara virtual oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Jakarta Pusat, belum lama ini.
Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II ini mengingatkan pentingnya menempatkan secara utuh catatan historis jasa Ulama, Umaro dan Umat Islam bagi kemerdekaan Indonesia.
HNW, panggilan akrab Hidayat Nur Wahid mengungkapkan, para Ulama dan Santri dari beragam latar belakang Ormas (seperti NU, Muhammadiyah, PUI, Persis, dan lain-lainnya) dan Orpol Islam (seperti Syarikat Islam, PII, Masyumi dan lain-lainnya), para Habaib seperti Habib Ali Kwitang, Habib Idrus alJufri, Habib Husain alMutahar dan para Santri, menjadi yang terdepan dalam menghadirkan dan mempertahankan kemerdekaan RI.
Juga para Umaro seperti Sultan Hamengkubuwono IX, sebagaimana para raja Mataram dan Yogyakarta sebelum menyandang gelar Khalifatullah ternyata totalitas memperjuangkan dan mempertahankan Republik Indonesia yang baru lahir, salah satunya dengan menggabungkan Kerajaan Mataram ke RI dan menyumbangkan 6 juta Gulden kepada pemerintah RI.
Baca Juga: Bangun Pusat Literasi Islam di Bogor, Kemenag Habiskan Rp239 Miliar
“Sultan Syarif Kasim II yang menggabungkan Kesultanan Islam Siak kepada RI dan memberi hibah sebesar 13 juta Gulden. Atau Sultan Syarif Hamid Al-Qadri II di Pontianak yang gabungkan kerajaannya ke RI dan sumbangkan 300 senjata serta meriam dukung kemerdekaan RI,” ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menegaskan, persatuan yang dicontohkan para Ulama, Habaib dan Umara bersama pejuang-pejuang bangsa, merupakan pelajaran terpenting di masa kini.
“Semua catatan sejarah emas itu membuktikan bahwa para Umat Islam bersatu dalam rangka memenangkan perjuangan bersama pejuang-pejuang kebangsaan lainnya. Karenanya pelajaran tersebut menjadi semakin relevan bagi para Ulama dan Umat pada hari ini. Yaitu agar kita tidak terpecah-belah dan semakin kokoh merawat kemerdekaan bangsa yang terwujud ‘Atas berkat rahmat Allah SWT’. Sebagaimana termaktub pada alinea ketiga Pembukaan UUD NRI 1945,” katanya.
HNW menyebutkan, jika dahulu Ulama dan Umat bersatu-padu melawan ancaman Republik Indonesia seperti komunisme, maka pada hari ini tidak kalah penting kita menjaga agar sejarah tersebut tidak diputarbalikkan, atau dijadikan ajang untuk mengadudomba di antara Umat dan Ulama dan Habaib. Juga adu domba antara Umat Islam dengan Negara maupun TNI/Polri.
Baca Juga: Menag Resmikan Pusat Literasi Islam di Bogor
“Insya Allah, sampai saat ini seluruh elemen Umat Islam bersatu-padu menentangnya. Semoga segala upaya-upaya distortif yang mengancam bangsa, dan memecah belah ini bisa gagal dengan bersatunya Umat Islam untuk menjaga dan merawat kemerdekaan Indonesia,” tegasnya.
HNW menyampaikan pentingnya persatuan dalam merawat kemerdekaan Republik Indonesia. Terutama dengan cara melawan segala bentuk penjajahan.
Dia menambahkan, kemerdekaan yang mahal harganya ini, penting untuk kita rawat dengan cara bersatu-padu melawan segala bentuk penjajahan gaya baru. Baik penjajahan sosial-budaya dengan serangan dekadensi moral melalui berbagai media. Penjajahan ekonomi dalam bentuk jeratan utang. Penjajahan dalam bentuk pandemi Covid-19. Termasuk juga penjajahan ideologi Komunisme yang berusaha dinormalisasi oleh sebagian kalangan.
“Tentunya kita juga berkewajiban melawan penjajahan Israel terhadap Palestina. Karena Palestina ialah negara sahabat yang sedari awal telah diperjuangkan hak-haknya oleh Presiden Sukarno. Dengan kita bersatu-padu melawan ancaman penjajahan, itu merupakan cara kita merawat dan mensyukuri kemerdekaan yang merupakan anugerah tak ternilai dari Allah Subhanaahu Wa Ta’ala,” pungkas HNW.(R/R1/P1)
Baca Juga: Cuaca Jakarta Rabu Ini Diprediksi Berawan Tebal dan Hujan Ringan
Mi’raj News Agency (MINA)