Hoax, Salah Satu Musuh Manusia Paling Tua

(Gambar: KreasiTekno)

Oleh: Rendy Setiawan*

Di awal tahun 2017 ini, rakyat di Indonesia disibukkan dengan banyaknya kabar dan informasi yang tidak jelas sumbernya, atau kalaupun memiliki sumber tapi sudah dipelintir yang menimbulkan pertikaian. Kasus seperti ini dikenal dengan kabar atau kabar burung. Hoax yang sedang melanda Nusantara, bukanlah hal baru bagi warga Indonesia khususnya dan juga bagian dari manusia pada umumnya.

Hoax menjadi salah satu musuh manusia paling tua selain kesombongan. Hal ini berdasarkan kisah masyhur, yaitu kisah beserta istrinya Siti Hawa ketika masih di syurga. Ketika itu, iblis yang juga tinggal di syurga menyampaikan kabar atau informasi bohong terkait sebuah pohon yang ada di syurga. Dikisahkan bahwa iblis mengabarkan kepada Nabi Adam dan istrinya tentang buah keabadian, yaitu seseorang akan abadi di dalam syurga apabila memakan buah yang telah Allah larang untuk mendekatinya atau memakannya, yang umum dikenal dengan ‘Buah Khuld’.

Inilah informasi bohong yang pertama kali terjadi di sekitar permulaan kehidupan manusia. Hasilnya sungguh luar biasa. Nabi Adam dan istrinya itu terhasut oleh informasi iblis, dan sebagai gantinya, Nabi Adam dihukum untuk turun ke dunia.

Kabar hoax itu kemudian terus menjalar di tengah kehidupan manusia, sampai tiba di masa Shallallahu Alaihi Wasallam.

Berita hoax juga pernah menimpa Ummul Mukminin , istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dikisahkan bahwa ‘Aisyah ketika itu ikut dalam perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya’ban 5 H. Perperangan ini diikuti pula oleh kaum munafik. ‘Aisyah mendampingi Rasulullah berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau.

Dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti di suatu tempat. ‘Aisyah keluar dari tandunya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. Tiba-tiba ‘Aisyah merasa kalungnya hilang, lalu ‘Aisyah pergi lagi untuk mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa ‘Aisyah masih ada dalam tandu.

Setelah ‘Aisyah mengetahui rombongannya sudah berangkat, ‘Aisyah duduk di tempatnya dan mengaharapkan rombongan itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat di tempat itu seorang sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, Shafwan bin Mu’aththal. Shafwan melihat dari jauh ada seseorang sedang tidur sendirian. Shafwan cukup terkejut seraya mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, isteri Rasul!”

Mendengar ucapan Shafwan, ‘Aisyah pun terbangun. Lalu Shafwan mempersilahkan ‘Aisyah mengendarai untanya. Shafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. Orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut pendapat mereka masing-masing. Maka mulailah timbul desas-desus yang kemudian kaum munafik, di antaranya Abdullah bin Ubay bin Salul membesar-besarkannya. Sekejap, informasi hoax atas ‘Aisyah itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin.

Akibat tuduhan berselingkuh tersebut, sampai-sampai Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam menunjukkan perubahan sikap atas diri Aisyah. Diceritakan Aisyah, karena peristiwa itu dirinya akhirnya jatuh sakit.

Aisyah menceritakan, “Saat itu yang membuatku bingung ketika aku sakit, aku tidak melihat kelembutan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam seperti biasa yang aku lihat ketika aku sakit. Beliau hanya mengucapkan salam, lalu bertanya, “Bagaimana keadaanmu,” kemudian pergi.”

Kondisi informasi hoax itu menyebar hingga satu bulan lamanya. Selama itu pula, tak ada wahyu yang diterima Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Sampai kemudian, Allah Ta’ala mengabarkan berita gembira kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang menyatakan bahwa Aisyah terbebas dari segala tuduhan perselingkuhan dan fitnah itu.

Penegasan Allah Ta’ala itu terangkum dalam Al-Qur’an, Surat An-Nur ayat 11-26. Dengan turunnya ayat tersebut, terbebaslah ‘Aisyah dari tuduhan keji itu, hingga berbahagialah Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam beserta sahabat-sahabat setianya.

Inilah keganasan dan bahaya dari informasi hoax. Islam mengajarkan penganutnya untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi, terlebih informasi yang berkaitan dengan sesama muslim. Allah Ta’ala dengan tegas menyatakan bahwasanya setiap informasi atau kabar yang datang, terlebih datangnya dari orang fasik, maka harus diperiksa kebenarannya terlebih dahulu, karena dikhawatirkan akan menjadikan kerugian bagi yang lain.

Allah Ta’ala berfirman:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ۬ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَـٰلَةٍ۬ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَـٰدِمِينَ (٦(

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Qs. Al-Hujurat [49]: 6)

Di tengah arus informasi yang begitu derasnya, bak air bah yang menyapu setiap apa yang dilewatinya tanpa menyisakan sedikitpun, maka sudah barang tentu, sebagai insan yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus memperhatikan etika-etika dalam menerima informasi dan kemudian menyebarkannya. (R06/RS1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

*Penulis adalah Mahasiswa KPI Semester V STAI Al-Fatah Cileungsi

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.