Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Mantan tentara Amerika Serikat, Terry Holdbrooks Jr., masuk Islam pada 2003, setelah berbulan-bulan dia bercakap-cakap dengan beberapa tahanan Muslim, pada tengah malam.
Dia terinspirasi oleh iman para tahanan Guantanamo yang dia saksikan. Sejak itu, dia mengatakan, dia telah kehilangan teman-temannya, menerima ancaman kekerasan, dan dicap sebagai “pengkhianat ras”.
“Ketika saya harus mengenal para tahanan, saya pun harus mempelajari kisah-kisah mereka selama shift malam. Dan, saya datang untuk melihat tahanan itu sebagai individu,” ujarnya, World Bulletin melaporkan.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Di usianya 29 tahun, dia telah menandatangani kontrak pekerjaan sebagai pembicara bagi Dana Hukum Muslim Amerika.
Sekarang dia seorang Muslim yang taat dan mengampanyekan misinya yang dia sebut “kebenaran tentang Gitmo” di negerinya, Amerika Serikat.
Menyaksikan kekejaman sipir Guantanamo
Warga Phoenix, Arizona itu, menjaga tawanan militer di Teluk Guantanamo, Kuba antara 2003-2004.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Dia sering diberi tugas mengawal tahanan saat interogasi kamar. Dia mengaku menyaksikan kekejaman yang dilakukan oleh rekan-rekan tentara Amerika-nya yang tidak disangkanya.
“Saya melihat tahanan dibuat stres selama delapan jam sampai mereka buang air besar sendiri,” kata Holdbrooks melalui telepon kepada Daily News, akhir Mei 2013. “Kemudian para penjaga akan datang dan mengebiri mereka.”
Dia mengatakan melihat tahanan diborgol di lantai dengan suhu AC diatur tinggi, kemudian disiram dengan air dingin. Wajah tahanan diolesi dengan darah haid serta mereka dipaksa mendengar musik yang sama dan diulangi selama berjam-jam.
“Gitmo 100 persen bertentangan dengan dasar sistem hukum kita,” katanya. “Itu bukan Amerika yang saya mendaftar untuk membelanya.”
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Saat persiapan penempatan di Gitmo, Angkatan Darat melatihnya untuk memikirkan para tahanan sebagai “terburuk dari yang terburuk” dan “lebih rendah dari manusia”.
“Mereka mengatakan ini adalah Al-Qaeda dan Taliban, orang yang membenci Amerika dan membenci kebebasan,” kata Holdbrooks.
Belajar Islam di shift malam
Holdbrooks melihat para tahanan berbicara dengan berpegang pada imannya. Dia bertanya-tanya, bagaimana mereka bisa yakin bahwa ada Tuhan yang peduli tentang mereka.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
“Saya memiliki semua kebebasan di dunia,” kenangnya. “Tapi saya bangun tidak bahagia sementara orang-orang ini berada di kandang, tersenyum dan berdoa lima kali sehari.”
Sebagai seorang remaja, Holdbrooks telah mencari kebenaran dalam beberapa agama yang berbeda. Dia datang ke Guantanamo dengan keyakinan, semua agama monoteistik adalah jahat.
Tapi setelah beberapa bulan, di saat Holdbrooks mulai berbicara kepada para tahanan dan membaca Al-Quran, dia mulai menemukan beberapa kebenaran dalam Islam.
Banyak para tahanan berbicara tentang hal sama yang saya lakukan, seperti etika, filsafat, sejarah dan agama.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Setiap malam mendengar pelajaran ke pelajaran lain, dari kisah ke kisah lainnya, membuat Holdbrooks merenungkan semuanya. Terutama berbagai informasi negatif yang dia dapat dari para instruktur militernya tentang Islam.
Setiap kali memahami, perlahan pandangannya tentang Islam pun mulai berubah. Bahkan, pada akhirnya dia memahami apa yang disebut “teroris”, setelah dia mempelajari Islam.
Menurutnya, para tahanan yang disebut “teroris” itu, jauh berbeda dengan apa yang ia bayangkan selama ini.
“Mereka membaca Al-Qur’an dan tetap melaksanakan shalat lima waktu, meskipun berada di bawah tekanan,” ungkap Holdbrooks.
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
“Al-Quran adalah buku yang paling sederhana di dunia untuk dibaca. Tidak memiliki sihir. Tidak kontradiksi di dalamnya. Ini hanya sebuah petunjuk bagi manusia untuk hidup.”
Kehidupan iman para tahanan tampaknya membuktikan bahwa petunjuk untuk manusia itu bisa bekerja.
Holdbrooks mengambil lompatan dalam hidupnya pada Desember 2003. Di hadapan para tahanan, dia membacakan pernyataan iman dan Islam.
Keluar dari minuman keras
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Hidupnya berubah drastis ketika dia kembali ke Amerika. Dia menghabiskan bertahun-tahun lamanya tenggelam dalam alkohol untuk melupakan kenangan Guantanamo. Dia kemudian diberhentikan dengan hormat dari Angkatan Darat pada Oktober 2005 karena “gangguan kepribadian umum”.
Kemudian Holdbrooks memutuskan untuk memperbarui komitmennya kepada Islam. Dia berhenti minum alkohol, merokok, dan memakai narkoba. Dia menghentikan pergaulan bebas dan tidak senonoh. Dia masuk dalam kehidupan yang disiplin dalam berdoa (shalat).
“Islam mengajarkan Anda bahwa jika Anda melihat ketidakadilan di dunia, Anda harus melakukan sesuatu dengan kekuatan Anda untuk menghentikannya,” kata Holdbrooks.
Mengungkap kebenaran di Guantanamo
Mewaspadai salah persepsi dari orang lain, Holdbrooks memutuskan berbicara kepada wartawan dan audiens dalam ceramahnya dengan tepat.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Dia menjelaskan, semua yang dia katakan adalah yang diketahuinya, sementara setiap penampilannya di publik akan menghasilkan semacam kecaman dari publik.
Namun, dia harus membaca ratusan komentar internet yang kasar untuk melihat apakah seseorang telah mendengar pesannya.
“Orang-orang yang menulis komentar negatif ini berpikir bahwa mereka ulama Islam,” kata Holdbrooks. “Tapi mereka benar-benar membuat pernyataan umum besar-besaran tentang sesuatu yang mereka tidak tahu tentangnya.”
Holdbrooks mengatakan, agendanya bukan untuk mempromosikan agama Islam. Sebaliknya, dia berpikir tentang hak asasi manusia dari orang-orang seperti Shaker Aamer, seorang tahanan yang berubah menjadi mentornya.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Aamer, warga Inggris terakhir di Guantanamo, telah ditahan selama 11 tahun. Dia tidak pernah dikenakan dakwaan atas kejahatannya, BBC melaporkan.
Aamer sekarang adalah salah satu tahanan yang berpartisipasi dalam aksi mogok makan di balik jeruji besi.
“Hal-hal ini bukan Amerika,” kata Holdbrooks. “Ini akan menjadi salah jika saya duduk dan membiarkan Gitmo terus ada atau membiarkan orang berpikir bahwa Islam adalah musuh terbesar Amerika.”
Terry Holdbrooks menulis tentang pengalamannya di Teluk Guantanamo dalam buku “Traitor? (Pengkhianat?)” (T/P001/R11)
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
Sumber: New York Daily, World Bulletin
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)