Ankara, MINA – Turki berhenti mengimpor minyak dari Iran sejak awal Mei lalu karena “menghormati” sanksi-sanksi Amerika Serikat (AS), meskipun tidak sependapat dengan negara itu, kata seorang pejabat Turki, Rabu (22/5).
“Sebagai sekutu strategis AS, kami menghormati sanksi-sanksi itu,” kata pejabat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, yang mengutip pembicaraan Wakil Menteri Luar Negeri Turki Yavuz Selim Kiran dalam kunjungan di Washington, seperti dilaporkan Al-Arabiya.
Sejak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran yang penting setahun lalu, pemerintahan Presiden Donald Trump telah menekan Iran dengan sanksi berat yang melarang ekspor minyak Iran, serta menargetkan negara-negara yang terus membeli minyak dari Iran.
Turki termasuk di antara delapan negara, termasuk Cina, India, dan Jepang, yang pada awalnya dibebaskan dari sanksi dan diizinkan untuk terus mengimpor minyak mentah Iran, tetapi pembebasan itu berakhir 2 Mei dan belum diperbarui.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Turki awalnya tampak tidak mau menurut, tetapi menurut pejabat anonim itu, Turki berhenti mengimpor minyak Iran setelah 2 Mei.
Saat bertemu dengan Trump, delegasi Turki di Washington membahas berbagai titik ketegangan antara kedua negara sekutu sama-sama anggota NATO itu, termasuk pembelian sistem pertahanan rudal S-400 oleh Turki dari Moskow.
Washington mengatakan, kesepakatan dengan Moskow itu merupakan ancaman bagi pertahanan Barat dan pada April menangguhkan Ankara dari program jet tempur F-35 dalam upaya untuk menghentikan pembelian dari Moskow tersebut.
“Ini adalah kesepakatan yang sudah dilakukan,” kata wakil menteri Turki kepada wartawan di Washington, menegaskan kembali sikap negara itu mempertahankan kontrak dengan Moskow.
Baca Juga: Trump: Rakyat Suriah Harus Atur Urusan Sendiri
Pemerintah Turki mengusulkan, kelompok kerja teknis bersama dengan pemerintahan Trump untuk membantu menghilangkan kekhawatiran di pihak AS, yang khawatir bahwa S-400 akan digunakan untuk mengumpulkan data teknologi pada pesawat militer NATO, yang akan dapat dilakukan Rusia.
“Kami masih menunggu jawaban mereka” pada kelompok teknis, tambah pejabat Turki.
Hubungan AS-Turki sempat tegang beberapa kali karena berbagai masalah, termasuk dukungan AS untuk pasukan Suriah Kurdi yang dicap teroris oleh Ankara, dan penolakan Washington untuk mengekstradisi pengkhotbah Muslim yang berpusat di Pennsylvania, Fethullah Gulen, yang dituduh berada di balik kudeta gagal di Turki pada 2016. (T/B05/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan