New York, MINA – Kelompok hak asasi manusia HRW (Human Right Watch) mengatakan, aliansi Saudi-UEA memerangi pemberontak Houthi di Yaman sebagai dugaan menutupi kejahatan perang.
Dalam laporan setebal 90 halaman yang dirilis pada hari Jumat (24/8), organisasi itu menyebut banyaknya pelanggaran hukum perang yang dilakukan oleh pasukan koalisi militer Saudi-UEA yang menunjukkan bukti kejahatan perang.
Koalisi pimpinan Saudi, yang telah berperang dengan pemberontak Houthi sejak Maret 2015, telah berulang kali membantah tuduhan kejahatan perang, dan mengatakan serangan udara tidak ditujukan pada warga sipil.
Namun, data yang dikumpulkan Al-Jazeera dan Proyek Data Yaman, mengungkapkan bahwa hampir sepertiga dari 16.000 serangan udara yang dilakukan di Yaman sejak Maret 2015 telah menghantam situs-situs non-militer.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Serangan-serangan tersebut telah menargetkan tempat pernikahan, rumah sakit, sumber air dan pembangkit listrik, serta membunuh dan melukai ribuan warga setempat.
Setidaknya 10.000 orang telah tewas sejak awal konflik, menurut PBB.
Para pengamat mengatakan bahwa jumlah sesungguhnya cenderung lebih tinggi.
Penyelidikan sebelumnya oleh aliansi yang dipimpin Saudi membebaskan dirinya dari tanggung jawab nyata dan malah menyalahkan pihak Houthi, tambah laporan itu.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Investigasi HRW juga menemukan setidaknya 11 kawah bom di lokasi di mana puluhan warga sipil tewas dan terluka.
“Selama lebih dari dua tahun, para penyelidik mengatakan, serangan lebih dari sekadar menutupi kejahatan perang,” kata Sarah Leah Whitson, direktur HRW Middle East.
Koalisi didukung pasokan senjata dari AS, Inggris, Kanada, Perancis dan Spanyol. Negara-negara itu telah menjual senjata ke Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir meskipun ada petisi berulang dari kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Beberapa senjata itu telah digunakan dalam konflik.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
AS telah menjadi pemasok peralatan militer terbesar ke Riyadh, dengan lebih dari 90 miliar dolar AS (Rp1.316 triliun lebih) penjualan yang tercatat antara 2010 dan 2015.
Menyusul serangan udara baru-baru ini terhadap bus sekolah yang menewaskan 40 anak, anggota kongres meminta militer AS untuk mengklarifikasi perannya dalam perang dan menyelidiki personil militer Amerika ikut “bertanggung jawab atas tindakan kejahatan perang.”
Pada bulan Juli tahun ini, Raja Salman dari Arab Saudi mengeluarkan keputusan kerajaan “mengampuni semua personil militer yang telah mengambil bagian dalam Operasi Mengembalikan Harapan dari hukuman militer”. (T/RS2/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu