Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

HTI: SISTEM KHILAFAH MULAI DITERIMA MAYORITAS MASYARAKAT MUSLIM

Rana Setiawan - Selasa, 27 Mei 2014 - 19:37 WIB

Selasa, 27 Mei 2014 - 19:37 WIB

1004 Views

Humas HTI
Humas HTI, Iwan Januar (kiri). (Foto: Rana/MINA)
Humas HTI, Iwan Januar (kiri). (Foto: Rana/MINA)

Humas HTI, Iwan Januar (kiri). (Foto: Rana/MINA)

Bogor, 28 Rajab 1435/27 Mei 2014 (MINA) – Humas DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Iwan Januar, menyatakan, penegakkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah sudah mulai diterima mayoritas masyarakat Muslim Indonesia.

Pernyataan Iwan itu merujuk survei sebuah lembaga riset syariah yang membuktikan bahwa mayoritas Muslim Indonesia menginginkan tegaknya syariat Islam dalam tatanan negara.

Hasil survey SEM Institute, sebuah lembaga riset, konsultasi, dan pelatihan di bidang strategis, pemasaran, dan bisnis syariah pada 2014 melaporkan sebanyak 72 % masyarakat Muslim Indonesia menginginkan syariat Islam dalam bingkai khilafah sebagai sistem negara.

Selain mayoritas masyarakat setuju dengan penerapan syariah Islam diberbagai aspek kehidupan. Dalam survei lainnya 81 persen umat Islam setuju konsep khilafah dan 68 persen umat yakin bahwa khilafah mampu menyatukan umat Islam sedunia.

Baca Juga: Pengadilan Brasil Terbitkan Surat Penangkapan Seorang Tentara Israel atas Kejahatan Perang di Gaza

“Inilah saatnya khilafah menggantikan sistem demokrasi dan akpitalisme liberal,” kata Iwan saat Konferensi Pers pada Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) 2014 di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Selasa.

Survei SEM Institute yang dirilis Februari 2014 lalu, dilakukan kepada 1.498 responden dari berbagai kalangan di 38 kota di Indonesia, pada periode 25 Desember 2013- Januari 2014 untuk mengkonfirmasi hasil survei lembaga rujukan pemerintah Amerika Pew Research Center yang dirilis 30 April 2013 yang menunjukkan 72 persen Muslim Indonesia menginginkan syariah sebagai landasan hukum dalam bernegara.

Iwan mengatakan, melalui Konferensi Islam dan Peradaban kali ini yang mengambil tema “Saatnya Khilafah Menggantikan Demokrasi dan Sistem Ekonomi Liberal” menegaskan keinginan umat membawa perubahan menuju terwujudnya kembali kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah yang menerapkan syariah secara kaffah.

Menurut dia, sistem demokrasi dan ekonomi kapitalisme liberal tidak sesuai dengan akidah Islam, hanya mengarahkan Indonesia kearah yang lebih baik.

Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi

Melalui Konferensi Islam dan Peradaban (KIP) yang digelar secara simultan di 70 kota se- Indonesia akan diikuti oleh tokoh masyarakat, ulama dan mubaligh/mubalighoh, intelektual dan akademisi, pengusaha, pelajar dan Mahasiswa serta Birokrat dimulai 27 Mei hingga 1 Juni 2014.

“KIP diselenggarakan sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan negara Muslim terbesar di dunia ini, agar negara tersebut kelak bisa tumbuh menjadi negara yang besar di bawah naungan ridha Allah SWT, Sang Maha Pencipta,” ujar dia.

Hizbut Tahrir Hizbut Tahrir, sebuah partai politik yang berideologi Islam berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis), Palestina. Gerakan yang menitik beratkan perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah itu dipelopori oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni Al-Azhar Mesir, dan pernah menjadi hakim di Mahkamah Syariah di Palestina.

Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia. Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan.(L/P02/P04)

Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
MINA Preneur
Kolom