Hubungan antara Zakat dengan Cinta Sejati

Oleh: Widi Kusnadi, Wartawan MINA

Setiap orang pasti mendamba cinta yang sejati dalam hidupnya. Cinta sejatilah yang akan membuat seseorang bahagia karena dengan cinta itu manusia akan memiliki semangat untuk menjalani hidup, berkarya dan beribadah.

Tuhan Yang Mahakuasa (Allah Subhanahu wa Ta’ala) telah memberi petunjuk paripurna, tentang bagaimana menggapai hidup bahagia. Salah satu syariat menggapai kebahagiaan dan adalah dengan menunaikan .

Dalam pandangan penulis, ada hubungan yang erat antara zakat dengan cinta sejati. Keduanya memiliki kesamaan karakter. Jika direnungkan lebih jauh, maka kita akan menemukan betapa perintah zakat dan cinta sejati itu memiliki hubungan yang saling menguatkan, beriring berkelindan.

Ada beberapa persamaan antara zakat dengan cinta sejati:

Seorang pujangga bernama Jalaluddin Rumi mendefinisikan cinta sejati sebagai sebuah kekuatan yang  tersembunyi, namun getarannya terasa sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan tindakan. Cinta sejati dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, yang sakit seketika sembuh, penjara menjadi taman bertelaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cinta sejati mampu melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan. Itulah dahsyatnya cinta sejati.

Cinta itu anugerah yang Tuhan berikan kepada hamba-hamba-Nya. Ia bisa membuat seseorang bahagia, pun sebaliknya bisa membuat seseorang merana, tinggal bagaimana manusia mengelolanya. Demikian pula syariat zakat adalah anugerah dari Allah untuk hamba-hamba-Nya sebagai sarana untuk menggapai bahagia.

Seperti halnya cinta, untuk mendapat cinta yang sejati perlu terlebih dahulu ditanamkan niat yang ikhlas semata karena beribadah dan mengabdi kepada Allah semata. Selain niat, peraturan dan rambu-rambu juga perlu diperhatikan agar tidak terjerumus kepada cinta bercampur nafsu syahwat.

Dalam menunaikan zakat pun demikian, jika salah niat, dan salah prosedur, bisa menjadi malapetaka, amalnya sia-sia, tidak diterima Allah Ta’ala dan berujung kesengsaraan tiada ujungnya. Maka antara zakat dan cinta harus diamalkan dengan niat ikhlas dan ilmu yang benar, jangan sampai salah jalan.

Sebaik-baiknya cinta sejati adalah yang didasarkan kepada keimanan dan ketakwaan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena cinta yang seperti inilah yang akan bertahan, tumbuh dan berkembang sampai kapan pun. Demikian pula zakat, ia hanya akan menjadi kebahagiaan dunia dan akhirat bila didasarkan pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah Yang Maha kuasa.

Dalam Kamus Bahasa Arab, kata zakat berarti At-Thahuru (menyucikan). Harta yang dizakati akan menjadi suci, bersih dari harta yang menjadi hak orang lain. Dalam zakat, pemberian itu tulus, tanpa pernah berharap balasan dari si penerima zakat. Sementara cinta sejati pastinya tulus nan suci. Cinta yang suci selalu ingin memberi, tanpa mengharap balasan dan pujian dari si penerima. Seperti mentari yang selalu bersinar setiap pagi tanpa berharap cahaya itu kembali kepadanya.

Cinta sejati menuntut pengorbanan, memberi dari apa yang ia miliki, ingin membahagiakan yang dicinta. Sementara inti syariat zakat adalah juga mengorbankan (memberikan) harta yang ia punya untuk diberikan kepada yang berhak dan membutuhkan, untuk kebahagiaan dan kesejahteraan mereka.

Cinta yang sejati akan membuat seseorang menjadi nyaman, tenang dan bahagia. Demikian juga dengan zakat, seseorang yang menunaikan zakat hidupnya akan tenang, nyaman dan bahagia karena hartanya menjadi berkah, mendatangkan kebaikan yang terus bertambah.

Di sisi lain, pengkhianatan terhadap cinta sejati akan berujung pada penderitaan, kegelisahan dan penyesalan. Demikian pula seseorang yang tidak membayar zakat. Awalnya mungkin senang, tapi yakin demi Allah, ujungnya pastilah kesengsaraan dan penyesalan.

Cinta sejati bukan menjadi tujuan, tapi sarana yang akan menghantarkan manusia mencapai kebahagiaan yang hakiki. Barang siapa yang menjadikan cinta sebagai tujuan, maka ia pasti akan mendapat kesengsaraan. Akan tetapi, barang siapa yang menjadikan cinta sebagai wasilah, maka ia akan mendapat kebahagiaan dan keberuntungan.

Begitulah zakat, ia adalah syariat yang akan menghantarkan pelakunya mendapat limpahan berkah, keberuntungan dan kebahagiaan. Maka, jadikan zakat sebagai sarana untuk mendapat ridha dan Allah, bukan sebagai kebanggaan dan tujuan kehidupan.

Kesimpulan penulis, zakat itu bisa merawat cinta sejati. Kepada siapa cinta sejati itu ditujukan? Tentu kepada Allah Sang Pencipta. Sementara cinta kepada sesama manusia, antara si kaya dengan si miskin, pengusaha dan pekerja, pejabat dengan rakyat, pedagang dengan pembeli, serta kepada binatang dan alam sekitar juga merupakan bukti kita cinta kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah-Nya untuk mencintai sesama.

Dengan pengelolaan zakat yang baik, ketimpangan ekonomi akan terkurangi, keseimbangan akan terjaga, ikatan sosial akan terajut, sehingga keadilan ekonomi, ketenteraman dan kebahagiaan di tengah-tengah masyarakat adapat terwujud.

Sebagai penutup, izinkan kami mengutip sebuah kata-kata bijak: “Tunaikan Zakatmu, niscaya Cinta dan Kasih Sayang Allah selalu Menyertaimu. Zakatmu, adalah Sejatimu kepada Allah dan Bukti Kepedulianmu pada Sesama Manusia.” (A/P2/R1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)