Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hukum Ucapkan Selamat Natal Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah

Hasanatun Aliyah - Jumat, 24 Desember 2021 - 22:05 WIB

Jumat, 24 Desember 2021 - 22:05 WIB

5 Views

Jakarta, MINA – Hukum ucapan selamat natal bagi umat Islam yang diucapkan kepada umat Kristen kerap menimbulkan polemik di masyarakat. Polemik ini hampir terjadi di setiap tahun.

Seperti dikutip dari laman Muhammadiyah.or.id pada Jumat (24/12), masalah tersebut erat kaitannya dengan istinbath al-hukmi, maka Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah membahasnya di Pengajian Tarjih dengan Prof. Wawan Gunawan Abdul Wahid Divisi Fatwa & Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah selaku pembicaranya.

Menurut Wawan, para ulama berbeda pendapat terkait persoalan ini disebabkan oleh Ijtihad mereka dalam memahami generalitas (keumuman) ayat atau Hadis. Ada ulama yang membolehkan pengucapan selamat hari natal karena dasar hukum mengikuti prosesi natal bagi mereka memang boleh. Ada pula ulama yang lebih memilih berhati-hati karena mengucapkan selamat natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu.

“Mengapa muncul perbedaan pandangan hukum? Ada beberapa sebab. Bisa dilihat dari penempatan persoalan ini adalah apakah mengucapkan selamat hari natal itu bagian dari persoalan keseharian belaka atau muamalah, atau apakah berkaitan dengan akidah?” tanya Wawan.

Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK

Wawan menjelaskan bahwa para ulama yang mengharamkan pengucapan selamat hari natal karena berdasarkan penafsiran Quran Surat (QS) Maryam ayat 23-26. Dalam ayat tersebut, dijelaskan Jibril memerintahkan Maryam yang sedang melahirkan Isa Al Masih untuk meraih pangkal pohon kurma itu ke arahnya lalu mengambil buahnya yang telah matang untuk dimakan. Kehadiran buah kurma memberikan isyarat bahwa kelahiran Isa Al Masih bukan di musim dingin dan dengan demikian tanggal 25 Desember bukan kelahiran Putra Maryam tersebut.

Sementara para ulama yang membolehkan pengucapan selamat hari natal berlandaskan pada QS. Al Mumtahanah ayat 8. Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang untuk berbuat baik kepada orang-orang yang tidak memerangi umat Islam. Karenanya, mengucapkan selamat natal merupakan salah satu bentuk perbuatan baik kepada orang non-muslim, sehingga perbuatan tersebut diperbolehkan.

“Adanya perbedaan ini menunjukkan adanya keragaman pemahaman akan nash. Teksnya sama, ayatnya sama, bagi kelompok yang membolehkan (ucapan selamat natal) QS. Al Mumtahanah ayat 8 itu digunakan, tapi bagi yang mengharamkan tidak mendasarkan pada Al Mumtahanah ayat 8,” terang alumni angkatan pertama Pondok Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Garut ini.

Dikatakan, perbedaan semacam ini hendaknya tidak boleh menjadikan internal umat Islam terpecah belah. Umat Islam harus memahami bahwa di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak disebutkan secara spesifik terkait dengan kebolehan atau keharaman mengucapkan selamat natal. Karena termasuk aspek ijtihadiyah, maka hal ini merupakan kreasi nalar manusia dan refleksi terhadap realitas.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal

“Tidak ada dalil yang tegas mengucapkan selamat hari natal itu tidak boleh atau mengucapkan natal itu boleh. Yang ada itu dalil-dalil yang dipahami. Teks itu ada yang manthuq, ada yang mafhum. Dalil manthuq (tersurat) terkait hal ini tidak ada, adanya yang mafhum (tersirat),” tutur Wawan.

Pendapat Muhammadiyah

Dalam Tanya Jawab Agama jilid II, Majelis Tarjih mengeluarkan fatwa dengan menyarankan agar tidak dilakukan pengucapan selamat hari natal kepada umat Kristen. Sementara dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Suara Muhammadiyah no 5 tahun 2020 disebutkan kebolehan membantu atasan di kantor dalam perayaan natal seperti penyediaan kursi, ornament, dan lain-lain.

Karenanya, Wawan menyimpulkan bahwa hukum pengucapan hari natal termasuk aspek muamalah yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang menyertai kita.

Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri

“Dalam satu situasi minoritas, ia berada di lingkungan minoritas, bila tidak mengucapkan selamat hari natal akan terjadi sesuatu, maka mengucapkannya bagian dari yang disampaikan (boleh). Tapi dalam satu lingkungan tertentu, misalnya, sering berbagi makanan dengan non muslim dalam rapat RT setempat, dan tidak ada satu keharusan mengucapkan selamat hari natal, karena telah terjalin hubungan yang baik dengan non muslim,” kata Wawan.

Perbedaan Fatwa Tarjih yang terdapat di Tanya Jawab Agama jilid II dan Suara Muhammadiyah no 5 tahun 2020 sebenarnya dapat dilihat dengan al-jam`u wat taufiq atau kompromi. Dalam kondisi minoritas di mana toleransi begitu diperlukan agar terjalin keharmonisan, maka boleh mengucapkan selamat hari natal. Sementara dalam situasi yang tidak menuntut adanya toleransi di lingkungan kita (karena memang telah harmonis), sebaiknya menghindari ucapan selamat hari natal kepada umat Kristiani.

“Kalau ada yang bertanya, kok bisa berbeda? Ya karena situasi yang menuntut untuk adanya perbedaan,” tegas Wawan. (R/R5/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Update Bencana Sukabumi:  Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian

Rekomendasi untuk Anda

Breaking News