Oleh: Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Ahad, 18 Januari 2015, akan menjadi hari paling diingat oleh negara-negara di dunia, khususnya Brazil dan Belanda. Hal ini karena pada hari itu, Pemerintah Brazil dan Belanda dikabarkan secara resmi menarik Duta Besar (Dubes) mereka di Jakarta, Indonesia. Penarikan ini dilakukan pasca eksekusi mati warga kedua negara tersebut oleh Pemerintah Indonesia.
Pemerintah Brazil menyatakan, penarikan Dubes mereka itu untuk melakukan konsultasi, dan menegaskan ekseskusi salah satu warga negara Brazil, Marco Archer Cardoso Moreira akan mempengaruhi hubungan bilateral antara Brazil dan Indonesia.
“Penggunaan hukuman mati, yang oleh masyarakat dunia kian dikutuk, berpengaruh besar terhadap hubungan negara kami,” demikian pernyataan presidensial yang diterbitkan kantor berita Brasil.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Sama seperti apa yang dilakukan Pemerintah Brazil, Pemerintah Belanda yang sebelumnya merupakan Pemerintah Kolonial di Indonesia juga menyatakan untuk menarik Dubes mereka di Jakarta dan mengecaman hukuman eksekusi mati warga mereka Ang Kiem Soei.
Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders bahkan menyebutkan hukuman mati yang dilakukan Pemerintah Indonesia adalah sesuatu hal yang melanggar hak asasi manusia.
“Ini adalah hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, hukuman semacam ini harus ditolak karena merendahkan martabat dan integritas manusia,” kata Koenders.
Sementara itu, fakta menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia era Presiden Jokowi untuk pertama kalinya secara resmi menghukum mati bagi warga negara asing yang menjadi tersangka kasus narkoba. Dalam eksekusi tersebut, sediktinya ada lima warga negara asing dan satu warga negara Indonesia (WNI) yang dihadapkan ke depan regu tembak.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Enam orang tersebut adalah Ang Kim Soei (62) warga Negara Belanda, Namaona Denis (48) warga negara Malawi, Marco Archer Cardoso Mareira (53) warga negara Brasil, Daniel Enemua (38) warga negara Nigeria, Tran Thi Bich Hanh (37) warga negara Vietnam, dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (38) warga negara Indonesia.
Hukuman Dalam Islam
Untuk memahami dan menangani perkara-perkara semacam di atas, maka tidak bisa kita melihat dari satu aspek saja, karena sesungguhnya dalam masalah hukum mati telah disinggung oleh Islam maupun hukum manusia untuk kejahatan-kejahatan yang memang tidak dapat ditolerir lagi.
Sebelum melangkah lebih jauh, yang harus kita ketahui adalah bahwa pada dasarnya, Islam tidak menetapkan hukuman mati kecuali pada kejahatan besar yang apabila dibiarkan maka akan mengakibatkan kerusakan dan menghilangkan rasa aman dan kedamaian dalam masyarakat.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Untuk membuktikan kesalahan pada diri seseorang adalah sebuah proses yang rumit dan membutuhkan orang yang ahli dibidangnya. Apabila diaplikasikan secara keseluruhan, hukum Islam telah terbukti bisa melahirkan kedamaian dan kemakmuran masyarakat. Sebenarnya, itu adalah keluar yang ditawarkan Islam untuk menangani masalah-masalah yang datang seperti masalah hukum mati ini.
Ketika Islam menetapkan hukuman mati, maka hal itu adalah atas dasar wahyu dan perintah Allah. Dia adalah Rabb yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini. Hanya Dia-lah yang memiliki hak untuk memberikan petunjuk dan menetapkan hukum.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menolak adanya hukuman mati karena hanya Allah yang telah memberikan kehidupan dan Dia pula yang berhak menetapkan kapan hidupnya berakhir. Allah jugalah yang berhak menetapkan jenis kejahatan apa saja yang menuntut dilakukannya hukuman mati tersebut.
Akan tetapi permasalahannya adalah, saat ini pemerintah membuat aturan sendiri tanpa didasari petunjuk Rabbul Ka’bah dalam menghukum orang lain khususnya hukuman mati. Pantaskah hal ini dilakukan yang tiada perintah dari Allah baik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah? Kecuali memang pada perkara-perkara yang tidak ada pertentangan di dalam Islam itu sendiri.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Nah, pertanyaan semacam ini hanya mungkin ditanyakan oleh orang-orang yang merasa mampu membuat undang-undang sendiri untuk manusia.
Hukuman Mati Menurut Konstitusi NKRI
Amandemen kedua UUD 1945 dengan tegas menyebutkan,“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Dari penjelasan UUD tersebut dapat dipahami bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidup serta kehidupannya dan menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang melekat pada setiap individu untuk tetap hidup hingga Allah Rabbul ‘Alamin menetapkan bagi manusia ketetapan-Nya yaitu waktu kematian orang tersebut.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Akan tetapi disisi lain, ada pihak-pihak yang tetap menetapkan hukuman mati dalam rangka untuk mengadili seseorang karena tindak kejahatannya selain berbuat keburukan yang dalam pandangan Islam mengharuskan orang tersebut dihukum mati. Tentu hal ini perlu kajian yang detail mengingat ini berkaitan dengan nyawa seseorang.
Namun yang harus diperhatikan adalah, kepastian hukum menjadi penting, dalam arti hukum yang konsisten dan sesuai dengan peraturan di Indonesia, perundang-undangan yang berlaku dan tuntutan masyarakat. Karenanya, diharapkan perdebatan ini akan berakhir pada suatu rumusan hukum yang sesuai dengan konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia kedepan.
Sekilas apa yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah sesuai harapan masyarakat kita. Tapi, setelah melihat dan mempelajari dua aspek ini, akan muncul pertanyaan dibenak kita, pantaskah seorang terpidana narkoba dijatuhi hukuman mati?
Negara-negara Penganut Hukuman Mati
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Meski negara-negara maju mulai menghapus hukuman mati, namun nyatanya jumlah eksekusi hukuman mati kian meningkat.
Laporan terakhir per tahun 2013 Amnesty International–organisasi non-pemerintah yang mempromosikan hak azasi manusia–menyebutkan eksekusi hukuman mati meningkat 15 persen dibanding tahun 2012. Lonjakan eksekusi mati berada di negara-negara Asia, utamanya di Tiongkok, Irak, dan Iran.
Setidaknya ada 778 orang yang dihukum mati di 22 negara di seluruh dunia. Angka tersebut tidak termasuk ribuan orang yang tewas di Tiongkok, yang tetap menyimpan datanya sebagai sesuatu yang rahasia.
Berikut daftar negara-negara yang paling banyak melaksanakan eksekusi hukuman mati:
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Tiongkok
Tiongkok menjadi negara yang paling banyak menghukum mati, namun angka pastinya masih menjadi rahasia negara.
Laporan Amnesty International mencatat “informasi yang tersedia menunjukkan dengan kuat bahwa Tiongkok melakukan lebih banyak eksekusi dibanding negara-negara lain meski jika jumlah mereka digabung.” Jumlahnya diperkirakan ratusan.
Situs berita Jerman Deutsche Well melansir, tahun 2013 saja tercatat sebanyak 2.400 tahanan menemui ajal di tangan algojo. Kendati mayoritas penduduk Tiongkok mendukung hukuman mati, suara-suara yang menentang mulai bermunculan. Kekhawatiran terbesar adalah lembaga yudikatif yang tidak jarang menghukum individu yang tak bersalah.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Iran
Sebanyak 369 tahanan tewas lewat eksekusi mati pada tahun 2013 silam. Iran memiliki tiga metode eksekusi, yakni tembak mati, hukuman gantung atau rajam. Sama seperti di Tiongkok, hukum di Iran mewajibkan pelaksanaan hukuman mati di depan publik. Iran berulangkali memicu kontroversi lantaran menghukum mati jurnalis, aktivis HAM atau individu dengan dakwaan yang lemah.
Irak
Amnesty International mencatat hukuman mati di Iraq naik lebih dari 30 persen sejak 2012 menjadi 169 orang pada tahun 2013. Kebanyakan terpidana mati disebabkan karena secara samar disebut terkait pelanggaran pasal terorisme.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Menurut Deutsche Well, hukuman mati di Irak terutama marak digunakan sebagai instrumen kekuasaan pada masa diktator Sadam Husein. Saat ini, 1.724 orang mendekam di penjara dan menunggu regu penembak beraksi. Tahun lalu PBB mendesak Irak menangguhkan hukuman mati lantaran dinilai berpotensi memicu konflik horizontal.
Saudi Arabia
Jumlah hukuman mati di Saudi Arabia pada 2012 masih sama seperti tahun 2013. Setidaknya ada 79 orang dieksekusi di Arab Saudi, di antaranya ada tiga orang yang masih di bawah 18 tahun.
Metode hukuman mati yang paling sering digunakan di jantung kawasan Teluk ini adalah pemenggalan kepala. Kasus yang berujung vonis mati berkisar antara pembunuhan, penyeludupan, hingga praktik dukun.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Amerika Serikat
Sedikitnya 80 vonis hukuman mati dijatuhkan tahun 2013 di Amerika Serikat. Saat yang bersamaan 39 tahanan dieksekusi dengan menggunakan suntikan racun. Metode pilihan AS mendulang banyak kontroversi karena dinilai tidak efisien melumat nyawa terhukum. Terakhir seorang tahanan sekarat selama 39 menit setelah mendapat suntikan racun.
Kehadiran pemerintahan baru di bawah Joko Widodo tidak mengubah banyak dalam praktik hukuman mati di Indonesia. Sebaliknya orang nomer satu di Istana Negara itu berjanji akan segera melaksanakan sejumlah eksekusi yang tertunda, seperti diketahui Minggu dini hari sebanyak enam orang dieksekusi oleh regu tembak terkait kasus penyelundupan narkoba. Puluhan terpidana lainnya dalam daftar tunggu. Tahun 2013 lalu Indonesia menghukum mati lima tahanan, kebanyakan tersangkut kasus penyeludupan obat-obatan terlarang. Yang tak kalah penting, tentu hukuman mati ini bisa jadi pelajaran berharga bagi para pelaku bisnis obat terlarang. (P011/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)