Gaza, MINA -Survei yang diadakan tim Humanitarian Country Team mencatat sebanyak 2,45 juta penduduk Palestina membutuhkan bantuan.
Kondisi Palestina saat ini makin mencekam karena terus diserang zionis Israel. Banyak keluarga kehilangan anggota keluarga, tempat tinggal, dan kehidupan mereka semakin buruk.
“Kehidupan mereka sangat bergantung dari bantuan orang-orang dermawan dari luar Gaza. Dikarenakan tidak ada lagi upaya yang bisa dilakukan karena kondisi krisis terus terjadi,” ucap Said Mukaffiy dari Tim Global Humanity Response-Aksi Cepat Tanggap, (ACT) Jumat (26/2). Demikian keterangan yang diterima MINA.
Untuk membantu keluarga Palestina yang prasejahtera seperti Sabaah Rehan dan Ibtisam Abu Khousa, Lembaga Nirlaba ACT akan menjembataninya melalui program Sister Family Palestine-Indonesia.
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
“Ini merupakan program bantuan kebutuhan dasar bagi keluarga prasejahtera di Palestina,” kata Said.
Sister Family Palestine-Indonesia merupakan jawaban dari permasalahan sosial di Palestina. Sekaligus menjadi mediator yang mempersaudarakan keluarga Indonesia dan Palestina.
Mekanisnya dimulai dengan pengumpulan profil calon penerima manfaat, mengenalkan profil ke calon donor, proses persaudaraan keluarga terjalin, dan akhirnya ketahanan pangan serta jalinan persaudaraan Indonesia-Palestina terjaga.
“Paket bantuan program ini untuk sewa rumah, paket pangan, selimut, alas tidur, baju, celana, sepatu, kaos kaki, penghangat ruangan, dan perlengkapan sekolah,” ujarnya.
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Rincian dari jumlah penduduk Palestina, 1,57 juta tinggal di Jalur Gaza dan 883,6 ribu jiwa tinggal di West Bank. Bahkan 1,2 juta adalah anak-anak (kurang dari 18 tahun), 1,1 juta dewasa (18-65 tahun), dan 80.000 jiwa adalah lanjut usia (lebih dari 65 tahun). Sementara presentasi wanita sebanyak 49 persen dan laki-laki 51 persen.
Penindasan seperti penggusuran terus dilakukan Israel terhadap warga Palestina. Padahal, European Union Representative and the EU Heads of Mission in Jerusalem and Ramallah, demikian pula UNRWA menilai kebijakan penggusuran dan pembuatan permukiman Israel ilegal menurut hukum internasional.
“Tindakan pemindahan paksa, penggusuran, pembongkaran ilegal dan menyerukan Israel untuk membatalkan segala penggusuran,” tulis keterangan resmi UNRWA akhir tahun 2020 lalu. (R/R8/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza