HUPI Ajak Masyarakat Buka Mata Atas Diskriminasi Etnis Uyghur

(Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – Ratusan omassa aksi dari Humanity United Project Indonesia (HUPI) berbondong-bondong geruduk kedutaan besar Tiongkok di Jalan Mega Kuningan No 2, Jakarta Selatan, Selasa (4/4).

Askan sebagi kordinator lapangan mengatakan bahwa di bulan Ramadhan ini, nasib bangsa Uighur di menderita. Organisasi Kongres Uighur Dunia melaporkan sejumlah umat Muslim di China dilarang berpuasa.

“Ramadan ini, nasib bangsa Uighur di China menderita. Ayo! buka mata. Melalui berita yang saya baca di Detik.com sejumlah umat Muslim di China dilarang berpuasa oleh pemerintah setempat. Mereka bahkan terancam ditangkap jika ketahuan berpuasa,” ujarnya saat memimpin orasi.

Selanjutnya Askan mengutip acara Mata Najwa di salah satu televisi nasional, telah dilakukan pengamatan mendalam pada kasus itu dan hasilnya menunjukkan banyak kecurigaan. Dalam kunjungan ke Xinjiang pada 2019, Uni Lubis dan rombongan wartawan Indonesia dan Malaysia memasuki kamp Uighur yang diklaim oleh China sebagai pusat pendidikan. Akan tetapi sebagian Jurnalis dan tamu yang diundang melihat banyak kejanggalan dan kecurigaan.

“Di acara Mata Najwa, dilakukan pengamatan mendalam lewat satelit, pada kasus ini dan hasilnya menunjukkan banyak kecurigaan. Uni Lubis dan rombongan wartawan Indonesia dan masuki kamp Uighur yang diklaim oleh China sebagai pusat pendidikan. Jurnalis dan tamu melihat banyak kejanggalan dan kecurigaan. Patut di duga ada yang disembunyikan kawan-kawan”, menurutnya.

Ahmad Muhadi salah seorang peserta aksi menyampaikan orasinya mengatakan telah terjadi persekusi, penindasan, pemasungan hingga genosida budaya secara sistematis dan sangat serius. Di Xinjiang, setidaknya sekira hampir 16.000 masjid diluluhlantakkan dan diratakan atau dialihfungsikan atau tidak difungsikan. Aktivitas ibadah keagamaan dilarang, atribusi dan identitas “muslim” tidak disenangi.

“Mata dunia harus melihat telah terjadi persekusi, penindasan, pemasungan hingga genosida budaya secara sistematis dan sangat serius di Xinjiang, hampir 16.000 masjid diluluhlantakkan, diratakan atau dialihfungsikan atau hanya dimuseumkan. Aktivitas ibadah keagamaan juga dilarang, atribusi dan identitas  sebagai “muslim” pun tidak disenangi”, tutur Muhadi.

Lebih lanjut Muhadi mengatakan tidak kurang dari (diperkirakan) 1 juta muslim ditahan paksa dan dijebloskan ke dalam kamp konsentrasi.

“Tidak kurang dari 1 juta muslim Uyghur ditahan paksa dan dijebloskan ke dalam kamp konsentrasi karna hanya menunjukkan identitas muslimnya, di tuduh teroris , dituduh radikal oleh Pemerintahnya”, lanjutya.

Askan Nor selaku koordinator lapangan menyampaikan dalam orasinya bahwa mereka merasa semakin tersakiti ketika mendengar kondisi terkini bahwa masyarakat minoritas muslim Uyghur di paksa untuk tidak berpuasa.

“Sebagai ummat islam kita merasakan betul bahwa satu muslim dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara. Dan bangunan umat Islam laksana satu batang tubuh, yang jika satu bagiannya sakit, maka bagian yang lain ikut merasakan sakit tersebut. Saat ini diskriminasi bermodus deradikalisasi menuntut agar ummat muslim Uyghur tidak berpuasa”, tutur Askan mengawali orasi.

Lebih lanjut pemuda yang akrab disapa Askan putra daerah yang bersal dari Pasaman Barat ini menyatakan penderitaan muslim uyghur bukan hanya penderitaan ummat muslim, tapi juga penderitaan semua ummat manusia, Karena untuk merasakan penderitaan Uyghur tidak harus menjadi muslim tapi cukup menjadi manusia.

Kawan-kawan penderitaan muslim Uyghur bukan hanya penderitaan kita ummat muslim, tapi juga penderitaan setiap manusia yang masih punya hati Nurani dan pikiran yang sehat,” pungkasnya.

Hasman Juntak juga mengingatkan, Indonesia selalu berdiri untuk mewujudkan kemanusian yang beradab dan penghapusan penjajahan karna tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

“Mari kita ingat dalam pancasila pasal 2 bahwa kitab ber-ikrar menjungjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab serta menentang segala bentuk penjajahan, terkhusus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang terjadi di Uyghur karna tidak sesuia dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”, tuturnya secara lugas.

Hasman sebagai Pimpinan HUPI mengatakan bahwa turun aksi untuk menggalang suara kebenaran adalah salah satu Langkah pasti.

“Aksi 7 Juli 2022 di Kedubes China kita lakukan, kini 2023 kita kembali mengajak masyarakat untuk menyampaikan suara kebenaran sebagai langkah kongkrit dan pasti untuk mendorong kedamaian,” harapnya.

Aksi berlangsung damai yang di mulai pukul 14.00 s/d 16.00 WIB, meskipun dalam keadaan berpuasa peserta tidak patah semangat untuk mengikuti aksi tersebut dan bubar dalam keadaan damai dan tertib.(R/R1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.