Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

IBNU SINA, ILMUWAN MUSLIM PAKAR KEDOKTERAN DUNIA

Bahron Ansori - Jumat, 27 Februari 2015 - 08:36 WIB

Jumat, 27 Februari 2015 - 08:36 WIB

2431 Views

(<a href=

Ibnu Sina - Seorang Muslim yang menjadi Bapak kedokteran dunia)" width="225" height="225" /> (Ibnu Sina – Seorang Muslim yang menjadi Bapak kedokteran dunia)

Oleh : Bahron Ansori, Redaktur Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Dunia kedokteran tentu sangat mengenal namanya. Darinyalah lahir berbagai inspirasi kedokteran yang hingga kini masih dijadikan rujukan.

Dia adalah seorang Muslim pertama yang diakui semua agama sebagai Bapak Kedokteran Dunia. Dia adalah Ibnu Sina, seorang Muslim yang sangat terkenal karena kepakarannya dalam dunia kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya. Orang barat menyebutnya Aviccena.

Riwayat Singkat

Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun

Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Di kalangan masyarakat barat ia dikenal dengan nama “Avicienna”. Selain sebagai ahli kedokteran, Ibnu Sina juga dikenal sebagai filosof, psikolog, pujangga, pendidik dan sarjana Muslim yang hebat.

Ibnu Sina lahir pada bulan Shafar 370 H atau di bulan Agustus 985 M. Keluarga Ibnu Sina kebanyakan bekerja dengan mengabdi pada negara. Ayahnya bekerja di pemerintahan, selain itu juga sebagai pendidik.

Ibnu Sina beruntung lahir di keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Sejak kecil sang ayah mengajarinya untuk cinta ilmu.

Oleh sang ayah, Ibnu Sina diajari Qur’an dan Sastra. Seorang guru pun didatangkan khusus untuk mengajari Ibnu Sina menghafal Al Qur’an. Di usia 10 tahun Ibnu Sina telah berhasil menghafal Al-Qur’an dan mendalami berbagai karya sastra.

Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad

Ibnu Sina belajar filsafat dari Abu Abdillah an-Natili, seorang filosof kenamaan yang sedang berkunjung ke Bukhara. Natili diminta ayah Ibnu Sina tinggal di kediamannya untuk mengajarkan filsafat pada anaknya. Dalam waktu yang singkat Ibnu Sina berhasil menguasai filsafat sehingga membuat kagum gurunya.

Tetapi sebelum itu, Ibnu Sina sudah tekun mempelajari ilmu fiqih dari seorang ulama besar bernama Ismail yang tinggal di luar kota Bukhara.

Dengan semangat yang tinggi, Ibnu Sina tidak keberatan harus bolak-balik ke rumah gurunya. Kecerdasan Ibnu Sina semakin terlihat saat ia berusia 16 tahun. Ia sudah sanggup menerangkan kembali pada gurunya isi dari buku Isagoge (ilmu logika), buku al-Mages (ilmu astronomi kuno) dan buku Ecludis (ilmu arsitektur).

Ibnu Sina memang benar-benar murid yang cerdas. Di depan guru-gurunya, ia dapat menerangkan rumus-rumus dan berbagai kesulitan yang terdapat dalam buku-buku tersebut. Bahkan konon dalam bidang ilmu astronomi (perbintangan), ia sudah mampu membuat sebuah alat yang belum pernah dibuat para ahli sebelumnya.

Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina

Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu Sina pun merasa tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran, maka mulailah ia menekuninya, dan dalam waktu singkat ia meraih hasil yang luar biasa. Berkat ketekunan dan semangatnya yang tinggi dalam mempelajari ilmu tersebut, Ibnu Sina sanggup mengobati orang-orang yang sakit.

Semakin lama nama Ibnu Sina semakin terkenal, bukan saja disekitar Bukhara melainkan juga di berbagai pelosok wilayah. Orang-orang yang tertarik di bidang kedokteran mulai mendatangi Ibnu Sina untuk menimba ilmu darinya. Mereka juga mengadakan eksperimen-eksperimen mengenai berbagai cara pengobatan di bawah pengawasan dan bimbingan Ibnu Sina.

Tetapi Ibnu Sina tidak mau menjadikan ilmunya alat untuk mencari kekayaan dunia. Ia mau mengajar dan menolong orang-orang yang sakit dengan ikhlas karena dan terdorong rasa kemanusiaan semata. Ia merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya akan mendapat pahala di akhirat kelak.

Ibnu Sina menghabiskan waktunya untuk mengadakan penelitian-penelitian, menulis dan membaca buku-buku yang bermanfaat bagi kemajuan berbagai ilmu.

Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham

(Ilmuan <a href=

Muslim yang menjadikan ilmunya bukan untuk mencari kekayaan dunia)" width="300" height="240" /> (Ilmuan Muslim yang menjadikan ilmunya bukan untuk mencari kekayaan dunia)

Konon suatu hari Amir Nuh bin Nasr menderita sakit keras. Mendengar kehebatan Ibnu Sina, ia diminta datang untuk mengobatinya. Setelah diobati, iapun sembuh. Bukan main gembira hatinya. Sejak itulah Ibnu Sina akrab dengan Sang Amir yang ternyata memiliki perpustakaan yang sangat lengkap di daerah itu.

Ibnu Sina memanfaatkan perpustakaan itu untuk membaca buku-buku kuno dalam berbagai bidang disiplin ilmu. Dari perpustakaan Sang Amir Nuh bin Nashr ini  Ibnu Sina berhasil mendapatkan banyak ilmu pengetahuan untuk bahan-bahan penemuan. Ketika usianya 18 tahun Ibnu Sina sudah menguasai berbagai bidang ilmu.

Ketika berusia 22 tahun, ayah Ibnu Sina meninggal dunia. Terpaksa ia mengambil alih tugas-tugas ayahnya. Namun itu tidak berlangsung lama. Ibnu Sina harus meninggalkan Bukhara karena telah terjadi goncangan pemerintahan. Mula-mula ia pindah ke Gurganj selama 10 tahun. Kemudian pindah ke Nasa’, kemudian pindah lagi ke Baward, Thus lalu ke Samalqan, Sajarm, Surjan, dan terus berpindah-pindah guna mengamalkan dan mempelajari ilmu baru.

Selain sebagai dokter, Ibnu Sina juga dikenal sebagai psikolog yang sanggup mengobati orang yang sakit jiwanya. Suatu hari ada seorang lelaki yang terkena melancholia, sebuah penyakit jiwa yang timbul akibat penyakit empedu yang cukup menyedihkan. Lelaki ini merasa dirinya adalah seekor sapi. Ia tidak mau makan dan minum bersama manusia bahkan tidurnya pun di kandang sapi sehingga badannya kurus kering dan kotor. Keluarganya sudah membawanya kemana-mana untuk diobati namun belum juga berhasil. Akhirnya keluarganya mendengar keahlian Ibnu Sina. Kemudian keluarganya membawa laki-laki sakit jiwa tadi ke Ibnu Sina.

Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis

Setelah mengamati keadaan lelaki malang itu, Ibnu Sina bertanya :
“Ada apa denganmu?”

“Aku tidak apa-apa,” jawab lelaki itu. “Aku hanya merasa telah menjadi seekor sapi. Aku melenguh, makan dan minum serta bertingkah layaknya sapi.”

“Kalau begitu kamu memang seekor sapi. Aku akan menyembelihmu, “ kata Ibnu Sina.
“Silahkan saja,” katanya.

Ibnu Sina lalu menyuruh beberapa orang mengikat tubuhnya dan menyiapkan golok yang tajam. Sambil memegang golok, Ibnu Sina mendekat dan membungkuk. Tapi ketika golok sudah menempel di leher orang tersebut, tiba-tiba Ibnu Sina berhenti.

Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara

“Wah sayang sekali sapinya masih kurus. Ia belum pantas disembelih,” kata Ibnu Sina.
“Tidak, aku sudah pantas disembelih, sembelih saja aku,” kata laki-laki tadi.

“Jangan, aku tidak mau menyembelih sapi yang masih kurus, rugi tak ada dagingnya,” kata Ibnu Sina.
“Jadi apa yang harus aku lakukan supaya bisa gemuk dan pantas disembelih?” tanya lelaki itu.

“Kamu harus makan dan minum layaknya manusia,” Jawab Ibnu Sina.
“Tetapi janji, setelah aku gemuk kamu akan menyembelihku,” kata lelaki itu.
“Baiklah aku janji,” kata Ibnu Sina.

Setelah itu, lelaki tersebut mau makan dan minum layaknya manusia. Kesehatannyapun berangsur-angsur pulih karena mendapat asupan makanan. Badannya sudah gemuk kembali dan tentu saja akalnya berfungsi normal lagi. Sehingga ia benar-benar sudah sembuh.

Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat

Beberapa hari berikutnya Ibnu Sina mengunjungi lelaki tersebut. Melihatnya dalam keadaan sehat dan gemuk, Ibnu Sina berkata “Wah rupanya sapinya sudah gemuk.”

Lelaki itupun kemudian menjawab, “Iya bahkan sudah pintar,” jawabnya dengan tertawa.
Keluarga lelaki itupun sangat senang dan sangat berterima kasih pada Ibnu Sina yang telah berhasil menyembuhkannya dari penyakit jiwanya. Itulah Ibnu Sina, ia bukan hanya pandai tapi juga cerdik.

Karya Tulis Ibnu Sina

Sesungguhnya Ibnu Sina adalah salah seorang tokoh besar Islam. Ia adalah filosof dari timur. Hal itu bukan saja diakui orang-orang Arab melainkan juga ilmuwan barat.

Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia

Menurut mereka Ibnu Sina adalah orang yang jenius, cerdik, dan pintar. Selain terkenal sebagai ahli kedokteran, ia juga seorang ahli filsafat, astronom dan ahli ilmu jiwa (psikolog handal). Ibnu Sina telah meninggalkan karya-karya agung yang dapat membantu meningkatkan keluhuran harkat umat manusia. Tidak berlebihan jika para penulis Prancis memberinya gelar “Aristoteles Islam” atau juga “Hipocrates Islam”.

Ibnu Sina dikenal aktif dalam urusan-urusan pemerintahan, pendidikan, penulisan, kedokteran atau kesehatan dan lain-lain.

Washtankald, seorang Ilmuwan Jerman sempat menghitung karya tulis Ibnu Sina tidak kurang dari 150 judul yang membahas berbagai macam ilmu, seperti kedokteran, filsafat, agama, astronomi, bahasa, kebudayaan, sastra, musik, arsitektur, logika, dan ketuhanan. Ibnu Sina telah menyumbangkan kekayaan ilmunya pada umat manusia. Padahal ia hidup pada zaman yang sering terjadi kekacauan.

Karya-karya tulis Ibnu Sina menjadi sangat khas dan istimewa berkat isinya yang berbobot, pembahasannya yang cukup mendalam, keterangannya yang jelas dan kepintarannya dalam mengolah informasi menjadi tulisan yang mudah dipahami.

Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia

Di antara tulisan Ibnu Sina yang cukup terkenal adalah al-Qanun (Kedokteran), al-Syifa, al-Isyarat (filsafat), dan as-Siyasah. Bahkan Al-Qanun dijadikan salah satu literatur utama ilmu kedokteran pada sejumlah universitas Eropa hingga abad 18.

Ibnu Sina juga menemukan obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi kesehatan umat manusia. Bahkan ia adalah seorang dokter yang pertama kali melakukan penyuntikan dibawah kulit pasien, dan menggunakan cara pembiusan untuk mengobati luka.

Apa yang dilakukan Ibnu Sina tersebut jauh lebih maju daripada yang terjadi di negara-negara Eropa saat itu yang masih menganut takhayul dan sihir dalam mengobati berbagai penyakit. Yang terjadi di Eropa saat itu adalah zaman kegelapan, konon apabila ada orang sakit, ia disalib pada sebatang pohon. Kemudian tabib atau dukun memukulinya dengan kejam sampai setan atau roh halus lainnya keluar dari tubuh orang tersebut. Menurut mereka, setan dan roh halus itulah penyakitnya.

Begitulah perbedaan peradaban gelap Eropa dan Muslim saat itu. Ini adalah fakta sebenarnya, dan bukan bermaksud melebih-lebihkan Islam. Saat Eropa berada di zaman kegelapan itulah, Islam justru berada di zaman kegemilangan.

Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya

Berikut adalah beberapa karya besar Ibnu Sina antara lain: Al-Qanun (Aturan) 10 jilid, Al-Syifa’ (Penyembuhan atau Pengobatan) 8 jilid, Al-Isyarat (Petunjuk) 1 jilid, AL-Majmu’ (Himpunan) 1 jilid, Al-Biir wa a-l Itsm (Perbuatan baik dan dosa) 2 jilid, Al-Arshad al-Kulliyyat (Petunjuk Lengkap) 1 jilid, Al-Hashil wa Al-Mahshul (pokok-pokok) 2 jilid, An-Najad (pembebasan) 3 jilid, Al-Inshaf (keputusan) 20 jilid, Al-Hidayat (petunjuk) 1 jilid. Masih banyak lagi karyanya yang tak cukup dituliskan disini.

Akhir Hayat Ibnu Sina

Pada hari-hari terakhirnya, Ibnu Sina mandi, bermunajat mendekatkan diri pada Allah, menyumbangkan hartanya untuk fakir-miskin, membela orang-orang yang tertindas, menolong orang yang lemah, memerdekakan budak, dan tekun membaca Al-Qur’an, saking tekunnya ia bisa menamatkannya tiap tiga hari sekali. Semua itu terus ia lakukan hingga ajal menjemput.

Beliau wafat di Hamadzan pada hari jum’at di bulan Ramadhan 428 H dalam usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kota tersebut dan hingga sekarang masih ramai dikunjungi orang dari berbagai penjuru dunia.

Sungguh betapa bangganya kaum muslimin karena memiliki seorang bapak kedokteran dunia seperti Ibnu Sina. Dan lebih berbangga lagi dalam arti bersyukur jika kepandaiannya dalam bidang kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya diwarisi dan dilanjutkan oleh generasi pelanjutnya sekarang dan mendatang. Semoga jasa besar dan mulia berbuah pahala berlipat ganda. (R02/P4).

Dari berbagai sumber

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
MINA Preneur
Palestina