Den Haag, MINA – Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag untuk kedua kalinya menolak banding yang diajukan Israel atas surat perintah penangkapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Jalur Gaza.
Mengenai alasan penolakan banding tersebut, ICC menjelaskan dalam putusan setebal 10 halaman yang dikeluarkan pada Jumat (17/10) bahwa “Israel mengulangi argumen sebelumnya,” merujuk pada banding pertamanya, yang ditolak pada Juli 2025, di mana ICC juga berargumen pengadilan tidak memiliki yurisdiksi, WAFA melaporkannya.
Pengadilan menegaskan dalam putusannya bahwa tidak wajib membahas masalah yurisdiksi yang diajukan Israel sebelum melaksanakan surat perintah penangkapan, menekankan penerbitan surat perintah tersebut merupakan proses independen dan tidak terkait secara hukum dengan masalah yurisdiksi.
Kalangan hukum Israel yakin perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Gaza dapat menghentikan penuntutan pengadilan terhadap Netanyahu dan Galant.
Baca Juga: 300.000 Siswa Kembali Bersekolah di Gaza Pasca Gencatan Senjata
Namun, surat kabar berbahasa Ibrani Yedioth Ahronoth mengutip sumber-sumber Israel yang mengatakan perjanjian tersebut “tidak secara resmi memengaruhi jalannya kasus, karena surat perintah penangkapan berkaitan dengan kejahatan yang dilakukan antara 8 Oktober 2023 dan 20 Mei 2024.
Pada Juli 2025, ICC menolak permintaan resmi dari Israel untuk mencabut surat perintah penangkapan dan menangguhkan penyelidikan terhadap Netanyahu dan Galant, yang diajukan pada 9 Mei di tahun yang sama.
Dalam putusannya saat itu, Mahkamah menyatakan penangguhan penyelidikan, berdasarkan Pasal 19(7) Statuta Roma, hanya berlaku ketika suatu negara menggugat “keabsahan kasus”, yang tidak dilakukan Israel, karena keberatannya hanya erbatas pada masalah yurisdiksi. []
Baca Juga: 300 Ribu Siswa Gaza Kembali Bersekolah
Mi’raj News Agency (MINA)