Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ICMI Minta UU Kesehatan Harus Berpihak Kepada Kepentingan Publik

Rana Setiawan - Ahad, 6 Agustus 2023 - 13:03 WIB

Ahad, 6 Agustus 2023 - 13:03 WIB

2 Views

Jakarta, MINA – Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) meminta agar Undang-Undang (UU) Omnibus Kesehatan 2023 seharusnya lebih berpihak kepada upaya meningkatkan kesehatan publik dengan memasukan pasal-pasal yang lebih spesifik menyebutkan tentang kesehatan masyarakat.

“UU Omnibus Kesehatan 2023 adalah untuk kepentingan rakyat. Meskipun demikian, UU Omnibus Kesehatan 2023 memang bukan UU Organisasi Profesi dan Tenaga Kesehatan, melainkan public health law sebagai dasar transformasi kesehatan yang, integratif, holistik dan komprehensif,” kata Zaenal Abidin, Ketua Departemen Upaya Kesehatan Masyarakat Majelis Pengurus Pusat (MPP) ICMI, dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Ahad (6/8).

Dia menyampaikan, salah satu yang disoroti dari UU Omnibus Law kesehatan 2023 ini adalah perihal definisi tentang kesehatan itu sendiri yang menyebutkan: “Kesehatan adalah keadaan sehat seseorang, baik secara fisik, jiwa, maupun sosial dan bukan sekadar terbebas dari penyakit untuk memungkinkannya hidup produktif.”

“Padahal, definisi kesehatan di situ seharusnya juga menambahkan kata “produktif spritual”, yaitu produktif bukan hanya dari sisi produktifitas fisik semata namun juga produktif sosial, Iptek dan Imtak,” jelas Zaenal yang disampaikan dalam Webinar bertajuk “Undang-Undang Kesehatan”, pada Jumat (4/8) di Jakarta.

Baca Juga: Sebanyak 1.562 Peserta Lulus Uji Kompetensi Calon Mahasiswa Al Azhar Mesir

Ia menyoroti, dalam UU Omnibus Kesehatan 2023 ini sangat banyak kebutuhan kesehatan masyarakat yang terabaikan. “UU Omnibus Kesehatan 2023 ini tidak ada pembahasan “Sehat Sosial” di dalam batang tubuhnya dan mengesankan Omnibus kesehatan merupakan UU kesehatan public saja,” ujar Zaenal.

Padahal menurut Zaenal, UU ini telah menghapuskan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; UU No. 36 Tahun 2009 tentang Tenaga Kesehatan; UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan; UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa; UU No. 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, kemudian menggabungkannya menjadi UU baru.

“Namun sayangnya, isi UU Omnibus Kesehatan 2023 ini tidak serius membahas tentang kesehatan masyarakat. Nyatanya tak satu pun pasal yang membahas Air Bersih dan Ketersediaannya, Udara Bersih, dan Ruang Terbuka Tak Berbayar untuk Berolahraga dan Rekreasi,” tegasnya.

Persoalan lainnya yang disoroti ICMI, bahwa UU Omnibus Kesehatan ini juga telah meniadakan mandatory spending ditandai dengan tidak disinggungnya soal Pemimpin dan Kepemimpinan di bidang kesehatan. Meski tetap membahas soal SDM Kesehatan.

Baca Juga: Prof Asrorun Niam: Tujuan Fatwa untuk Kemaslahatan Hakiki

Padahal menurut Zaenal, masalah besar yang dihadapi sektor kesehatan saat ini bukan sekadar SDM kesehatan, tapi soal kepemimpinan yang semestinya mampu menginspirasi, mempersatukan (tidak memecah belah), membangun kesetaraan, dan membangun kolaborasi untuk mencapai cita- cita bersama.

“Karenanya, bila ada kebijakan transformasi kesehatan, apalagi kesehatan masyarakat, tapi minus kesehatan sosial, minus udara bersih, minus air bersih, minus ruang terbuka tak berbayar untuk berolahraga dan rekreasi, minus kepastian anggaran, dan minus kepemimpinan, lalu transformasi kesehatan apa yang diharapkan? Dan apanya yang integratif, holistik dan komprehensif jika istilah itu dikembalikan maknanya pada hal tersebut?” tegas Zaenal.

UU Omnibus Kesehatan Harus Jalani Uji Publik

Dalam kesempatan yang sama, Ahli UU Kebijakan Publik yang juga Sekretaris Dewan Pakar ICMI, Profesor Didin Muhafidin,menegaskan sebuah RUU memang harus sesuai dengan kebutuhan publik.

Baca Juga: KH Afifuddin Muhajir: Fatwa Dibutuhkan Sepanjang Zaman

“Ya memang dalam negara demokrasi, hendaknya suatu Rancangan UU jika ingin disahkan maka ia harus sesuai dengan keinginan publik, bukan keinginan pemerintah sendiri,” kata Didin.

Oleh karena itu menurutnya, hendaknya UU Omnibus Kesehatan 2023 ini harus menjalani evaluasi kebijakan yang seharusnya berlangsung setidaknya tiga tahun dan maksimal lima tahun.

UU Kesehatan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani pada masa persidangan V Tahun sidang 2022-2023 pada Selasa (11/7/2023).(R/R1/B04)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Pelatihan UMKM di Jakarta Diharap Lahirkan Muzaki Baru

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Khadijah
Indonesia