Jakarta, 27 Dzulqa’dah 1437/30 Agustus 2016 (MINA) – Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), Dr. Ir. Muhammad Jafar Hafsah menegaskan, dibutuhkan beberapa terobosan khusus dalam mengatasi persoalan waktu pemberangkatan jama’ah haji Indonesia yang tak pernah bisa dipastikan secara cepat.
Demikian dikatakan Jafar, menanggapi kasus tertangkapnya 185 Jama’ah Haji asal Indonesia di Filipina beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, data terakhir yang dirilis oleh Polri, sebanyak 185 calon jamaah haji Indonesia ditangkap di Bandar Udara Internasional Ninoy Aquino Jumat (19/8) setelah ketahuan menggunakan paspor Filipina. Awal terungkapnya adalah saat petugas setempat mencurigai mereka karena tidak bisa berbahasa Tagalog atau bahasa setempat dan hanya berbicara dalam bahasa Inggris.
“Peristiwa ini memilukan hati seluruh eleman bangsa dan negara, hal ini terjadi karena penyelenggaraan haji masih belum ditanggapi dengan baik, manajemen belum berjalan lancar, pengawasan serta evaluasi jama’ah haji masih lemah.”
Baca Juga: Bedah Berita MINA, Peralihan Kekuasaan di Suriah, Apa pengaruhnya bagi Palestina?
“Kita berharap, Kementerian Agama mampu memotong mata rantai agar orang tidak terlalu lama indent untuk waktu keberangkatan haji sebab akar masalahnya ada di sini. Perlu perlakuan khusus bagi Indonesia dengan menambah kuota haji, bahkan jika perlu melampaui angka proporsional yang biasanya, karena inipun sesuai rasio jumlah Muslim Indonesia yang terbesar di dunia,” jelas Jafar Hafsah. Sebagaimana siaran pers ICMI yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Selasa (30/8).
Menurutnya, Indonesia sebagai Negara yang penduduk beragama Islam terbesar di dunia, maka permintaan akan haji otomatis cukup besar pula, sedangkan ketersediaan kuota haji yang dapat di berangkatkan setiap tahun relative kecil.
Apalagi menurut Jafar, setelah terjadi pembangunan Masjidil Haram, kuota lebih diperkecil lagi, sehingga pemberangkatan haji semakin sedikit. Jama’ah yang diberangkatkan berhaji semula indent 10 tahun, berangsur-angsur menunggu hingga 20 tahun, malah ada daerah indent hingga 30 tahun baru bisa berangkat, jelasnya.
“Keinginan yang tinggi, disertai ketersediaan dana yang cukup untuk berhaji akan tetapi terkendala masalah kuota, dan kalaupun berangkat nantinya sudah tua, atau mungkin sudah meninggal baru mendapatkan jatah berhaji,” ungkap Jafar.
Baca Juga: Jurnalis Antara Sampaikan Prospek Pembebasan Palestina di Tengah Konflik di Suriah
Oleh karena itu munculah kreatifitas bagaimana bisa memotong siklus agar tidak perlu berlama-lama antri untuk bisa berhaji antara lain, mengurus visa dengan undangan.
Menurutnya ada jatah kuota undangan dari pemerintah Raja Saudi Arabia, atau menggunakan jatah orang meninggal yang otomatis tidak bisa berangkat, serta cara terakhir biasanya adalah menggunakan visa Negara lain.
Asumsi bahwa di Negara lain kuota haji tidak dapat dipenuhi, dan selisih itulah yang digunakan para agen haji yang tidak bertanggungjawab untuk mengakali kuota haji di Indonesia.
“Sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat kita para jama’ah banyak yang mendaftar haji di Malaysia, Singapura, dan Brunei. Dan yang mengejutkan ada agen perjalanan haji yang menggunakan visa palsu Negara lain. Ini sudah cara mafia, ini sudah kejahatan luar biasa. Bagaimana ibadah dimanipulasi menjadi perjalanan illegal melibatkan negara lain,” tegas Jafar.
Baca Juga: Tumbangnya Rezim Asaad, Afta: Rakyat Ingin Perubahan
Karena itu ia meminta, peristiwa ini harus ditangani dengan cepat dan cermat, jama’ah yang menjadi korban segera diterbangkan kembali ke tanah air. Selain itu juga, pengelola haji harus menginventarisasi agen/travel haji, mengenai bagaimana keabsahan kelembagaannya, infrastrukturnya, bagaimana mekanisme kerja mereka, terangnya.
“Para agen/travel haji haruslah didampingi, dimonitor, diawasi, dan dievaluasi. Agen/travel yang melanggar harus didiskualifikasi,” ujar Jafar.
Ia juga menekankan, Pemerintah seyogyanya berusaha agar kuota haji Indonesia ditambah mengingat Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia.
Tidak hanya itu, menurutnya warga Indonesia yang mennunaikan ibadah haji terkenal tertib, patuh, dan sangat jarang menimbulkan permasalahan saat ibadah haji berlangsung.
Baca Juga: Resmikan Terowongan Silaturahim, Prabowo: Simbol Kerukunan Antarumat Beragama
“Oleh karena itu lobby tingkat tinggi Negara sangat diperlukan. jika semua ini dapat dipenuhi, penampilan penyelenggaraan haji Indonesia akan berjalan lancar dan Indonesia dapat menjadi teladan bagi bangsa lain di dunia,” pungkas Jafar. (L/P010/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Konflik Suriah, Presidium AWG: Jangan Buru-Buru Berpihak