Jakarta, MINA – Peneliti dari Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Siti Nur Rosifah mengatakan, semestinya dalam kondisi penyebaran dan peningkatan kasus COVID-19 yang terus meningkat hingga ratusan kasus per hari, sudah sewajarnya diterapkan kebijakan lebih lanjut yang signifikan dalam menekan kasus covid-19 dengan menetapkan karantina wilayah sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam UU No. 6/2018.
“Jika dilihat dari pola penyebaran COVID-19 di Indonesia, saat ini seluruh provinsi sudah terinfeksi virus tersebut. Artinya dibutuhkan langkah-langkah ekstrem (karantina lokal) yang lebih ketat dan tegas untuk mencegah ledakan peningkatan kasus di berbagai daerah, terutama yang memiliki kepadatan dan mobilitas penduduk yang tinggi seperti di kota-kota metropolitan,” ujar Siti pada diskusi hasil riset IDEASTalk bertajuk ‘Menahan Ledakan COVID-19, Menghadapi Pandemi’ yang dilaksanakan secara online melalui aplikasi Zoom, Senin (13/4).
IDEAS berpendapat bahwa Jabodetabek yang menjadi episentrum Pandemi COVID-19 secara umum memiliki kesiapan ekonomi untuk menjalani karantina wilayah, sehingga dampak ekonomi dari karantina wilayah dapat diminimalkan.
Ia menerangkan, daerah metropolitan Jawa khususnya Jabodetabek memiliki persentase pekerja sektor formal tertinggi di Indonesia, sehingga penurunan pendapatan masyarakat secara drastis adalah rendah sepanjang tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.
Baca Juga: RISKA Ajak Sisterfillah Semangat Hadapi Ujian Hidup
Jabodetabek juga memiliki persentase paling tinggi untuk pekerja yang bekerja di sektor jasa, seperti jasa keuangan, perusahaan, pendidikan, hingga administrasi pemerintahan. Hal ini membuat skenario peliburan tempat kerja akan lebih mudah dilakukan.
“Berdasarkan data yang dihimpun IDEAS, pada tahun 2019 dari total 15,4 juta pekerja di Jabodetabek terdapat 11,3 Juta yang bekerja di sektor formal dan 4 juta memiliki pekerjaan di sektor informal. Pekerja di sektor formal tersebut umumnya bisa tetap mendapatkan penghasilan tanpa harus hadir secara fisik setiap hari,”kata Siti.
Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan karantina wilayah masih lebih rendah dari biaya jika pandemi menjadi tak terkontrol.
Semakin banyak waktu berlalu, dan wabah semakin menyebar, semakin mahal biaya karantina. Semakin cepat intervensi dilakukan di awal pandemi, semakin rendah biaya karantina.
Baca Juga: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Wacanakan Dewan Pertahanan Nasional
“Untuk karantina wilayah Jabodetabek, kami melakukan estimasi biaya kebutuhan pangan warga per hari dibutuhkan setidaknya Rp 1,3 triliun. Jika karantina dilakukan dua pekan, maka dibutuhkan Rp 17,8 triliun untuk kebutuhan pangan 34 juta penduduk Jabodetabek. Jika subsidi pangan berfokus pada penduduk miskin dan hampir miskin saja, maka biaya kebutuhan pangan untuk karantina dua pekan adalah Rp 6,3 triliun. Semakin lambat karantina dilakukan, semakin panjang waktu yang dibutuhkan dan semakin besar biaya karantina,” tutur Fajri Azhari, peneliti IDEAS. (R/R8/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Guru Supriyani Divonis Bebas atas Kasus Aniaya Siswa